Sepanjang hari, setiap menit di sela kegiatannya, leana tidak pernah lupa mengecek ponsel. Perasaannya tidak tenang karena belum mendapat kabar dari suaminya selama dua hari. Leana sempat datang ke kantor yascha dan menanyakan bagaimana kondisi suaminya, lalu staf mereka mengatakan jika yascha dalam kondisi baik-baik saja, hanya sedikit sibuk karena berbagai macam hal. Ketika bertanya kepada ayah dan ibu mertuanya, mereka juga mengatakan hal yang sama.
Ratusan pesan telah ia kirimkan, puluhan panggilan juga sudah ia usahakan, namun leana belum mendapat respon balasan. Selama yascha tidak ada, banyak hal yang sudah dialaminya. Leana harap, saat ini yascha berada di sampingnya untuk mengisi semangat yang tinggal setengah. Ia ingin menceritakan kejadian paling menyedihkan yang dialaminya beberapa waktu lalu dan hanya kepada yaschalah leana akan merasa lega jika mengungkapkannya. Yang dibutuhkan leana saat ini adalah punggung suaminya untuk tempatnya bersandar, memceritakan keluh kesah dan menumpahkan air matanya.
Untuk yang kesekian kali, leana mengetikan sesuatu pada ponselnya. Saat kalimatnya sudah cukup panjang, namun sesaat setelahnya leana kembali menghapusnya. Mungkin ini juga sudah puluhan kali leana menghembuskan nafas kasar, berharap dapat mengurangi sedikit bebannya walaupun sebenarnya tidak.
"Leana." Lirih hartman yang baru saja sadar setelah dua hari terkapar. Panggilan itu menghempaskan leana dari kegiatan lamunanya.
"Ya Tuhan, bapak sudah sadar."
Tangis itu pecah bersamaan dengan genggaman tangan leana pada jemari ayahnya yang dulu begitu kokoh, tapi tidak dengan hari ini, tangan itu begitu ringkih, bahkan terlalu lemah untuk sekedar membalas genggaman tangan putrinya. Air mata yang tumpah dari kelopak mata leana ikut membasahi lengan ayahnya. Lalu tangan itu bergerak meraih wajah mungil leana lalu memutus jejak aliran air mata di pipi putri semata wayangnya.
"Bapak baik-baik saja, jangan menangis lea!" Ucap hartman dengan susah payah.
"Aku akan memanggil dokter." Ujar leana yang langsung di cegah oleh genggaman halus tangan hartman.
"Tolong panggilkan saja mamah dan papah mertuamu." Pinta hartman.
Leana balik menggenggam tangan hartman, lalu kemudian melemparkan senyuman yang dibaliknya tersirat berjuta kepedihan. "Akan lea panggilkan."
Meninggalkan hartman barang sedetik saja terasa tidak rela untuk leana lakukan. Kepalanya terus ia tolehkan lagi dan lagi, itu sudah ketiga kali ia lakukan bahkan sebelum mencapai daun pintu.
Setelah tyas dan wildan masuk ke dalam ruangan ICU untuk menemui hartman, diam-diam leana menguping apa yang tengah mereka perbincangkan. Namun karena jarak yang memisahkan, tidak ada satu katapun yang mampu ia dengar. Meski begitu, leana masih bisa membaca dengan gerak-gerik yang mereka timbulkan. Aura yang pekat akan kesedihan jelas tergambar dari isak tangis tyas yang kini bertumpu pada pelukan suaminya wildan.
Jantung leana serasa di cengkram dengan erat, hingga bernafas saja sesuatu yang sukar dilakukan. Air mata ikut menetes dari setiap sudut matanya sebagai isyarat kepedihan yang mendalam. Kaki leana sudah tidak sanggup menahan beban tubuhnya, kini ia tersungkur dalam kesedihan. Jika berteriak adalah satu-satunya jalan untuk meredakan dukanya, leana akan lakukan tanpa berpikir panjang.
Dua hari yang lalu, saat leana pulang dari rumah ibu yang tidak pernah ia lihat kenampakannya, leana menemukan hartman tergolek tak berdaya di ruang tengah. Bi minah, ART yang leana titipkan untuk menjaga hartman juga tidak ada di tempat kejadian. Dengan intonasi yang sudah tidak jelas, leana menelfon ambulans.
Setelah melalui berbagai pemeriksaan, hartman dinyatakan koma oleh dokter. Kondisinya yang semakin memburuk membuat penyakit yang lain ikut berdatangan. Dokter bilang kecil harapan untuk hartman bisa bertahan. Saat itu jantungnya seperti di hujam jutaan belati dalam waktu yang bersamaan. Leana rapuh, tubuhnya kelu. Andai Tuhan bisa menukar posisinya dengan ayahnya, leana tidak ingin berpikir dua kali untuk memintanya. Hanya hartman yang leana punya, tidak wildan, tidak tyas, tidak juga yascha yang mampu menggantikan perannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry With Crazy Jerk
RomanceRasanya di jodohkan saat punya pacar itu, seperti dihimpit dari dua sisi. Tidak bisa bilang karena takut pacarmu marah, juga tidak bisa menolak karena perintah ayah. Satu-satunya jalan tengah yang bisa dipilih adalah kabur dari rumah sampai ayahmu m...