Faisal POV
Sial, benar-benar aku merasa hidup ku kini diambang kesialan. Restu dari orang tua ku untuk menikah dengan Fika saja belum ku dapatkan. Kini, Mommy dan Daddy malah menjodohkan ku.
Astagaaa, ingin sekali aku menolak pernikahan yang akan berlangsung satu pekan mendatang. Namun, Daddy mengancam akan menurunkan jabatanku dan mengambil alih semua hak aset yang tadinya menjadi namaku. Argh! Aku benar-benar frustasi dibuatnya.
Kini aku tengah berada di kantorku, duduk sendiri didalam ruang kerjaku yang bercat abu-abu putih dengan interior elegan tapi sederhana dan simple. Jam kini tengah menunjukkan pukul tujuh pagi, masih sekitar tiga puluh menit lagi untuk waktunya jam masuk kerja.
Tadi aku berangkat sangat pagi sekali, bahkan sebelum kedua orang tuaku bangun. Aku merasa tak betah dirumah karena Daddy terus menceramahi ku ini dan itu membuatku kesal. Hingga berakhirlah aku memakan sarapan ku di kafetaria yang ada di perusahaan Adhitama Corporation.
Di saat aku sedang memikirkan tentang pernikahan sialan itu, tiba tiba telfon di saku celanaku berbunyi. Aku mengambilnya, lalu melihat siapa yang menghubungiku pagi-pagi begini, pasti Daddy yang akan memarahiku lagi. Aku melihat tertera nama seseorang yang sangat aku cintai, Fika menelfonku. Aku lantas tersenyum senang saat ia menghubungi ku, setidaknya mood ku sedikit kembali.
"Halo?" sapanya dari seberang sana.
Aku tersenyum saat mendengar suaranya yang sangat membuatku bahagia. Aku mengetukkan jariku ke meja. Mataku menatap layar monitor yang menampilkan file proposal yang baru saja dikirim oleh asisten sekaligus sahabatku, Brayn.
"Kau sedang apa? Aku merindukanmu," kataku. Tanganku mengklik sebuah email yang baru saja masuk, dan membacanya.
"Hanya berdiam diri di rumah. Aku sungguh bosan. Bisakah kita bertemu?"
"Tentu, baby. Apapun untukmu, akan aku lakukan." Aku tersenyum senang saat ia mengajak untuk bertemu. Jujur, aku sangat merindukan dirinya.
Aku meninggalkan sejenak pandangan ku dari arah monitor, memutar balik kursi ku agar menatap jendela kantor yang menampakkan beberapa gedung yang sama tinggi nya dengan gedung tempat ku bekerja.
"Kau ini, selalu saja pandai menggodaku." Aku dapat mendengarnya tertawa. Tawanya sangat indah dan merdu, seperti alunan musik. Ah, aku benar-benar mencintainya.
Aku terkekeh. "Bagaimana kalau nanti kita makan siang bersama?" ajakku.
"Tentu aku mau! Kita pergi ke restoran yang biasa kita kunjungi, kan? Aku ingin memakan steak sejak kemarin aku menginginkannya."
"Apa aku perlu menjemputmu?" tawarku.
"Tidak perlu, Pak Adhitama yang terhormat ... kau ini sangatlah sibuk. Nanti kita bertemu di sana saja, ya?"
Aku terkekeh pelan mendengar saat ia menyebut ku dengan 'Pak Adhitama.' terdengar sangat lucu saat ia yang mengatakan. "Baiklah. Nanti kita akan bertemu. Ada yang ingin ku bicarakan juga padamu," balasku, dan diakhiri dengan sebuah lirihan.
"Apa itu, sayang? Kenapa tidak bicarakan sekarang saja?"
"Sebaiknya kita bicarakan secara langsung saja nanti. Ku tutup telfon nya, aku masih ada pekerjaan."
"Baiklah, semangat bekerjanya. Aku mencintaimu." Aku dapat mendengarnya memberikan sebuah kecupan padaku melalui ponsel.
"Aku juga mencintaimu." Dan sambungan pun terputus.
****
"Kau sudah lama menungguku?" tanyanya sambil duduk di kursi yang ada dihadapanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Wedding [Complete ✓] Tahap Revisi
Literatura Feminina"Aku ... hamil," lirihku. Aku menunduk, tak berani untuk menatap matanya yang memandangku dengan tajam dan menusuk. Hening. Rasanya, suasana di ruang makan kini terasa semakin mencekam. Aku memberanikan diri untuk mendongak menatapnya secara perlaha...