Halooo~ kangen dua kurcaci ini? :)
-----
Taehyung
Bagaimana cara mengukur kebodohan seseorang?
Yah, menurut gue kata “bodoh” ini sebenarnya sensitif, dan juga subyektif. Mengingat dulu gue senang ikutan debat dan pidato soal stigma bodoh dalam pendidikan, kali ini gue merasa gue seperti menjilat ludah sendiri.
Karena bodoh itu benar-benar ada. Dan definisi bodoh yang sesungguhnya itu gue. Kim Taehyung yang menyakini diri sendiri bahwa otaknya bekerja dengan baik, tapi nyatanya otaknya hanya jadi pajangan yang dilindungi tengkorak kepala.
Dan tanpa alat pun, gue tahu bahwa kebodohan gue ini sudah dalam batas maksimal. Ini jadi satu peraihan besar yang sama sekali nggak membanggakan.
Butuh contoh? I will gladly give you one.
Nggak perlu jauh-jauh melihat masa lalu, karena sekarang gue sedang melakukan kebodohan lainnya. Seharusnya gue bisa minta maaf, memeluk dia dan bilang bahwa gue benar-benar menyesal. Gue tahu apa kesalahan gue, dan tidak seharusnya gue menambahnya. Gue seharusnya mencium dia, bukannya justru mengangkat tangan dan nyaris kelepasan untuk melakukan kekasaran.
Sayangnya mulut gue ini memang sudah terbiasa untuk banyak bicara. Otak saja yang kritis, tapi tindakan miris. Nyatanya, gue nggak bisa melakukan satu pun dari apa yang gue pikirkan. Yang ada gue hanya diam, tetap menyetir sementara Chaeryong duduk di kursi samping sambil melipat lengan, tatapannya menoleh ke arah jendela mobil.
Dude, lo kalah menarik ketimbang tiang jalan sampai istri lo lebih memperhatikan benda mati itu ketimbang suaminya sendiri.
Sebelumnya Mami menyarankan kami untuk menginap saja karena sudah terlalu malam untuk pulang. Tapi tentu saja, itu hanya alibi Mami. Dan tahu kan, alasan sebenarnya karena apa? Karena gue sudah diragukan sebagai suami yang baik.
“Chae, ngantuk?”
Hanya dua kata. Gue tahu. Tapi mengatakannya seakan butuh dua abad bertapa. Gue hanya meremas stir, berusaha terlihat cool dengan tatapan yang tetap berfokus pada jalanan. Dan syukurnya bibir gue nggak tremor ketika bicara.
Bukan bibir yang tremor, man. Hati.
Gue nggak bakal heran kalau Chaeryong diam atau sama sekali tidak menggubris. Memang pantas sih gue dapat perlakuan begitu. Tapi dia menggeleng, meskipun mata dia tetap memilih memperhatikan jalanan ketimbang pasangannya yang berharap diperhatikan ini. Gue hanya bisa mengulum senyum meskipun tahu Chaeryong tidak akan tahu itu.
“Kamu ngantuk, Tae?”
Wait. Ini Chaeryong betulan nanya atau suara klakson saja yang berevolusi karena halusinasi pria kurang belaian ini?
Blank. Gue hanya bisa melongo sampai Chaeryong tiba-tiba menolehkan kepalanya ke gue. Setelah sekian lama, akhirnya gue melihat mata ini lagi. Manik cokelat terang yang selalu menatap gue dengan sayang, yang tersenyum bersamaan dengan bibir yang melengkung. Dan mata ini juga yang sekarang menatap gue dengan gambaran lelah dan setengah kosong.
Kamu capek, Chae?
“Kalau nggak kuat mending ke pinggir dulu, atau mampir parkir di mana. Jangan dipaksain.”
Ini yang gue butuhkan. Attention. Loves. Kalimat itu mengandung semua yang gue butuhkan. Hanya sekarang, gue merasa itu semua kosong. Gue hanya bisa menggeleng lagi. “Nggak papa. Lagian bentar lagi sampai kok. Tidurnya di rumah aja.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Jeans (✓)
Fanfiction[Grammatical Error Ahead. Will be Revisioned Later.] [1st book: completed] [2nd book: discontinued] Jung Chaeryong pertama kali ketemu cowok black jeans itu di club, di malam hari. Tapi begitu bangun, Chaeryong justru terbaring di kamar hotel yang t...