"Nona, apa yang ingin kamu beli?"
Lucia mendengus. Matanya menyipit saat melihat pria tinggi dengan setelan jas formal di kursi direktur yang terlihat gugup.
Bertahun-tahun yang lalu, sebelum dia melarikan diri ke luar negeri, dia selalu mengusahakan untuk datang ke panti asuhan. Entah itu untuk menyumbangkan uang ataupun hanya bermain dengan anak-anak yang ada di sana.
Pria ini, Arthur, juga merupakan salah satu penghuni panti asuhan. Sayangnya, tidak ada yang mau mengadopsinya hingga dia menjadi anak tertua di panti asuhan karena asal usulnya yang tidak jelas dan sifatnya yang tertutup dan pendiam dengan aura suram di sekitarnya.
Karena sifatnya juga, tidak ada yang berani mendekat dan berteman dengannya, bahkan pengasuh pun tidak tahu harus melakukan apa. Dia seperti terjebak dalam dunianya sendiri. Hanya Lucia yang mau mendekatinya.
"Kak, jangan panggil aku dengan sebutan nona atau aku tidak akan berbicara lagi denganmu," ancam Lucia.
Wajah pria itu memerah hingga ke telinga. Dia menoleh dengan kikuk ke arah Lucia. "Tapi aku-"
"Katakan sekali lagi dan aku tidak akan berbicara lagi denganmu," potong Lucia.
Arthur buru-buru menggeleng. "Lu-Lucia, kemana kamu ingin pergi?" tanyanya sambil menatap gadis yang berdiri di pintu. Wajahnya memanas saat matanya bertemu dengan mata Lucia.
"Mall," jawab Lucia.
Arthur mengerutkan dahi.
"Aku butuh pakaian," ucap Lucia, bisa menebak apa yang dipikirkannya.
Dalam hati Lucia mendesah sedih. Sejak Sean selalu memberinya pakaian dan tidak membiarkannya memilih, dia merasa standar kecantikannya jatuh karena pria itu tidak pernah memberinya pakaian indah. Hanya ada pakaian anti peluru, pakaian tahan air, pakaian tahan panas, dan pakaian-pakaian menyebalkan lainnya. Pria itu benar-benar mengabaikan jenis kelaminnya.
"Aku akan mengantarmu," ucapnya lalu segera bangkit.
"Pertama, ganti pakaianmu," ucap Lucia sambil mengamati Arthur dari atas ke bawah. "Aku tidak mau semua orang di sana mengenalimu. Menyusahkan."
Arthur mengangguk patuh lalu pergi ke ruang pribadi tempat dia biasa beristirahat dan mengambil beberapa pakaian santai.
Lucia memberinya kacamata tanpa lensa lalu mengangguk puas. "Ayo, berangkat!"
Arthur tersenyum lalu menggandeng tangan Lucia. Itu pertama kalinya dia berani menggandeng tangannya tapi itu semua terlihat alami seakan-akan mereka sudah sering melakukannya.
Pusat perbelanjaan tempat tujuan Lucia merupakan salah satu pusat perbelanjaan kelas atas yang hanya menjual barang-barang mewah. Kalau bukan karena Arthur, dia lebih suka pergi ke tempat kelas menengah yang harganya lebih wajar. Bagaimanapun juga, itu hanya baju.
Huh, merek-merek mewah ini hanya menjual nama.
"Bagaimana bisa kamu membeli barang di bawah standar saat aku masih hidup?" Arthur menggerutu saat melihat Lucia enggan mengikutinya.
Ah, standarnya terlalu tinggi. Kalau tidak, tidak mungkin Arthur berani mendirikan mall mewah seperti ini.
"Kamu sekarang sudah sukses. Kamu pasti berusaha keras," puji Lucia.
Arthur hanya tersenyum tipis tapi telinganya terlihat memerah. "Ini karenamu," ucapnya.
Ya, benar. Kalau Lucia tidak mempercayainya dan memberinya sumber daya yang cukup, dia tidak akan bisa mencapai semua ini.
Lucia tersenyum. Tidak sia-sia dulu dia memberikan semua yang dia punya, pria ini benar-benar bisa diandalkan.
***
Lucia memilih-milih baju diikuti Arthur dan gadis pelayan toko yang terus tersenyum lebar.
Dia sudah bisa membayangkan berapa banyak komisi yang dia dapatkan. Gadis muda yang baru saja datang ini terus mengambil baju tanpa melihat harga dan pria di sampingnya sesekali memilih baju yang cocok dengan gadis itu diam-diam. Meskipun mereka terlihat masih muda, pasangan ini pasti orang kaya!
"Lucia?"
Lucia mengerutkan kening tak senang saat mendengar suara licik yang tidak asing.
Dia enggan menanggapi tapi lawannya terus melangkah mendekatinya.
"Saudari, akhirnya aku menemukanmu! Apa kamu tidak tahu betapa khawatirnya kakek saat mendengar bahwa ayah mengusirmu? Kenapa kamu pergi begitu saja tanpa membawa apapun?"
Wajah Arthur menggelap saat melihat siapa yang berbicara. Dia ingin membalas tapi tangan Lucia diam-diam menahannya, memintanya untuk tenang.
Lucia menatap sepasang kekasih di depannya lalu tertawa pelan. "Oh, apakah ini saudariku Alissa dan mantan kekasihku Dewa?"
Senyuman Alissa memudar saat mendengar perkataan Lucia dan tatapan provokatifnya.
"Saudari, apa yang kamu katakan? Jangan mengatakan omong kosong seperti itu! Aku tahu bahwa itu kesalahanku saat kamu diusir dari rumah hingga tidak memiliki apapun. Aku dan Dewa sudah meminta maaf padamu!" Alissa berkata dengan mata berair, terlihat seakan-akan dia adalah orang yang digertak.
Lucia terkekeh. "Apa maksudmu? Aku hanya mengatakan yang sebenarnya."
Alissa terdiam sesaat sebelum mengalihkan pandangan ke tumpukan pakaian di belakang Lucia. "Ah, apa kamu yakin ingin membeli semua itu? Aku tidak tahu bagaimana kamu akan membayarnya dengan kondisimu saat ini, apalagi..."
Perkataan Alissa yang menggantung membuat pelayan toko di belakang mereka menatap Lucia dengan tatapan curiga.
"Lucia, kalau kamu membutuhkan bantuan, kamu bisa memintaku! Kamu tidak perlu bergantung pada pria acak seperti ini." Dewa yang sejak tadi diam, mulai membuka mulut. Dia menatap tak suka pria di samping Lucia yang sejak tadi terus menatap Lucia dengan tatapan memuja tanpa pernah mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Dia tidak tahu mengapa tapi hatinya terasa gatal saat melihatnya. Lalu dia mengalihkan tatapan ke arah Lucia. Gadis itu... Meskipun dia enggan mengakuinya, setelah bertahun-tahun tidak bertemu, dia terlihat lebih dewasa dan menarik. Saat Alissa disandingkan dengannya, secara tidak sadar kecantikannya terlihat lebih redup dibandingkan Lucia.
Mata Lucia menggelap. Sejak dia kembali ke negara ini, keluarganya terus menerus menekannya. Kalau bukan karena persiapannya selama empat tahun, dia mungkin sudah mati dibunuh orang suruhan Alissa untuk yang kesekian kalinya.
"Sayang, ayo, kembali! Tempat ini benar-benar buruk! Bagaimana bisa ada sampah di sini?" Arthur tiba-tiba berbicara sambil menarik pinggang Lucia.
Lucia: "..." Hei, apa itu bagus untuk menghina bisnismu sendiri?
"Pakai ini dan kirimkan barang-barang itu ke alamat ini," ucap Arthur sambil menyerahkan kartu kredit dan kartu namanya ke pelayan toko.
Mata pelayan itu membulat saat melihat kartu nama di tangannya. "Arthur Allais?"
Alissa dan Dewa sedikit tersentak saat mendengar nama itu. Bukankah itu pemuda yang baru-baru ini terkenal karena berhasil sukses masuk ke lingkaran bisnis dalam waktu singkat? Pusat perbelanjaan ini juga miliknya!
Pemuda itu baru masuk ke lingkaran bisnis selama sekitar empat tahun tapi dia sudah masuk ke daftar sepuluh besar orang terkaya di negara ini. Umurnya baru dua puluh tiga tahun dan semua orang menyebutnya jenius!
KAMU SEDANG MEMBACA
Satan and Demon [SUDAH DIKONTRAK]
Romance"Aku sudah menyelamatkan nyawamu. Jadi, bayar aku... dengan tubuhmu." Lucia: "..." "Nona, apa kamu yang menyelamatkanku? Kalau begitu, biarkan aku membayar dengan tubuhku." Lucia: "!!!" *** Lucia dibuang oleh keluarganya, ditinggalkan kekasihnya , d...