Lucia mendesah lelah saat sampai ke kantor Arthur.
"Apa kamu pikir ini rumahmu?" tanya Arthur tak berdaya karena Lucia selalu datang dan pergi dari kantornya sesuka hati.
Lucia hanya diam, enggan menanggapi karena terlalu lelah.
Arthur juga tak begitu memperhatikan Lucia dan kembali berkutat dengan tumpukan dokumen di mejanya.
Lucia melirik Arthur sekilas. "Kenapa kamu terus-menerus lembur? Ini sudah hampir jam dua pagi." Dahi Lucia berkerut tak suka saat melihat wajah Arthur yang serius.
Hampir sebulan ini Lucia melihat Arthur selalu lembur dan tidur sekitar jam tiga pagi, dia merasa kalau pria ini terlalu memaksakan diri! Sekarang Lucia tidak heran mengapa perusahaan ini cepat berkembang.
"Bukan masalah. Aku hanya butuh tidur sekitar empat jam sehari." Arthur menjawab tanpa melirik Lucia sedikit pun.
Lucia mendengus lalu melangkah pergi.
"Kemana?"
"Tidur," jawab Lucia seadanya lalu menutup pintu. Kalau dia tidak perduli dengan dirinya sendiri, kenapa aku harus perduli?
Arthur tidak suka membuang-buang waktu dan selalu ingin semuanya berjalan seefektif mungkin. Jadi, lantai paling atas gedung ini digunakan sebagai tempat tinggalnya.
Meskipun tempat tinggal Arthur ada di gedung perusahaan, tidak ada orang yang berani secara sembarangan mengunjunginya. Bisa dibilang, lantai paling atas merupakan zona terlarang. Lagipula, siapa yang mau menyinggung bos besar?
Lucia baru saja membuka pintu kamar saat ponselnya berdering.
Seandainya Lucia tidak melihat nama yang muncul di layar ponsel, dia tidak akan mengangkatnya.
"Boss, ada berita tentang Halim Family, apa yang harus kami lakukan?"
Lucia mendecih. "Apa itu begitu penting hingga kamu harus menelponku sekarang?"
Orang di seberang telepon terlihat terburu-buru. "Tentu saja! Ini tentang Djaya Halim, tetua keluarga itu, yang dikabarkan kritis."
Ponsel Lucia hampir terjatuh saat mendengarnya. "Apa kamu serius?!" tanya Lucia sambil berusaha menyembunyikan kepanikannya.
"Tentu saja! Kami sudah mendapatkan informasi lengkap tentangnya. Kalau sampai berita ini tersebar, maka keluarga itu akan..."
Orang itu tidak berusaha menyelesaikan kalimatnya. Dia tahu bosnya selalu berusaha untuk menurunkan Halim Family. Setiap ada berita buruk tentang keluarga itu, bos selalu memintanya untuk menambahkan minyak ke dalam masalah itu, memperburuk kondisinya.
Dia tidak pernah bertemu dengan bosnya secara langsung. Jadi, dia tidak tahu sedalam apa dendam bos terhadap Halim Family. Tetapi, dia tahu kalau semua itu tidak sederhana dan akan lebih baik kalau dia tidak tahu terlalu banyak.
"Cari tahu apa penyebabnya! Aku ingin semua informasi secepatnya," ucap Lucia dingin lalu buru-buru menutup panggilan.
Tangannya sedikit bergetar saat mencari nomor ponsel kakeknya. Setelah enam kali panggilan, telepon tak kunjung diangkat, membuat Lucia cemas. Bagaimana bisa kakek kritis tiba-tiba? Minggu kemarin, ketika dia berkunjung, dia terlihat baik-baik saja, bahkan mengajaknya bermain golf. Ini terlalu tidak masuk akal!
"Lucia!" Arthur berlari menghampiri Lucia saat melihat gadis itu terduduk di lantai dengan tatapan kosong.
"Bangun! Jangan duduk di lantai yang dingin!" perintah Arthur tegas sambil menarik tangan Lucia.
"Kakek... Kakek... Dia..."
"Tenang," ucap Arthur sambil menepuk-nepuk punggung Lucia lembut, membuat otak Lucia yang macet sejenak terasa seperti disiram air dingin. "Dia pasti akan baik-baik saja."
Lucia menghembuskan napas panjang. "Ada yang salah," ucap Lucia yang mulai tenang.
"Ya, aku tahu." Arthur mengangguk samar.
"Aku harus-"
"Kamu harus istirahat." Arthur menatap Lucia yang sudah tak sadarkan diri di pelukannya. Huh, dia yakin gadis ini akan terbang begitu saja apabila dia tidak menekan titik-titik akupunturnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satan and Demon [SUDAH DIKONTRAK]
Romance"Aku sudah menyelamatkan nyawamu. Jadi, bayar aku... dengan tubuhmu." Lucia: "..." "Nona, apa kamu yang menyelamatkanku? Kalau begitu, biarkan aku membayar dengan tubuhku." Lucia: "!!!" *** Lucia dibuang oleh keluarganya, ditinggalkan kekasihnya , d...