15

3.7K 181 0
                                    

"Bos?"

Lucia menyeruput kopi di cangkirnya tanpa menghiraukan panggilan pria setengah baya di hadapannya.

"Informasi apa yang sudah kamu dapatkan?" tanya Lucia tanpa basa-basi.

"Ah, itu, ini dokumennya," ucap pria itu tergagap sambil menyerahkan berkas di tangannya.

Pria itu menatap Lucia dengan mata berbinar. "Bos, aku benar-benar tidak menyangka kalau kamu masih muda! Aku pikir orang hebat mana yang berhasil disinggung keluarga Halim, ternyata..."

"Bagus," gumam Lucia.

"Bos, apa kamu ingin..."

Lucia mengangguk. "Koran, majalah, internet," sahut Lucia. "Gunakan semua sumber daya yang ada untuk berita ini."

"Tapi, bos, aku rasa ini terlalu berlebihan," ucap pria itu lirih. Bagaimanapun juga itu hanya masalah internal keluarga Halim...

Lucia mendesah. "Jaman sudah berubah, aku rasa sekarang giliran orang-orang muda yang berpikiran terbuka untuk mengambil alih jabatanmu. Apalagi..."

"Tentu saja! Aku pasti akan mengerjakannya tanpa kesalahan sedikit pun. Kamu bisa tenang!" Pria itu buru-buru berseru.

Lucia mengangguk puas lalu berdiri.

"Bos?" Pria itu terlihat bingung saat melihat Lucia yang akan pergi begitu saja.

"Aku ada urusan," ucap Lucia lalu bergegas pergi.

Pria setengah baya tadi menatap punggung Lucia dengan tatapan rumit.

***

Di depan gedung, Lucia termenung sesaat. Dia merasa ada yang hilang dalam dirinya tapi dia tidak tahu apa itu.

Arthur yang baru saja datang untuk menjemput Lucia dihadapkan dengan pemandangan gadis yang kesepian dan hatinya terasa sakit untuknya.

"Aku merasa ada yang hilang," ucap Lucia sambil menatap Arthur linglung. "Aku merasa kurang."

Arthur menghela napas. "Kamu melupakan janjimu dengan calon brand ambassador untuk merek busanamu."

Lucia tertegun untuk sesaat sebelum mengangguk setuju. "Pantas."

Arthur menggeleng tak berdaya saat melihat Lucia yang kembali sibuk dengan ponselnya.

"Ayo," ajak Arthur sambil menyeret Lucia. "Aku akan mengantarmu."

"Tuan Direktur, sejak kapan kamu menjadi seorang sopir?" ucap Lucia sarkas.

Dia baru saja ingin meminta salah satu bawahannya untuk menjemputnya mengingat kesibukan Arthur yang semakin padat akhir-akhir ini.

"Sejak kamu kembali ke negara ini, aku siap menjadi pesuruhmu," jawab Arthur serius.

Lucia kehabisan kata-kata. "Aku... cukup tersanjung."

***

Berbanding terbalik dengan suasana harmonis antara Lucia dan Arthur, di kantor Ucy, merek busana Lucia, terasa dingin dan sesak karena calon brand ambassador mereka yang sedang dalam suasana hati buruk mempersulit penanda tanganan kontrak mereka.

"Aku tidak suka memakai pakaian tertentu."

"Aku tidak suka warna pink. Jadi, jangan paksa aku untuk memakainya."

"Tapi ini..." Sekertaris itu ingin menjelaskan tapi dipotong oleh pria muda di depannya.

"Apa kamu menyebut ini pakaian? Ini jelas hanya sampah!"

"Tuan, itu dibuat oleh Chris, desainer nomor satu di negara ini," ucap sekertaris itu sabar.

"Kontrak ini tidak adil."

"Tuan, kamu belum membacanya." Sekertaris mengingatkan.

"Aku benci ruangan ini."

"..."

"Kenapa atasanmu lama sekali?"

"Aku tidak suka orang yang tidak tepat waktu."

"Kenapa pakaianmu begitu norak?"

Sekertaris yang menemaninya benar-benar ingin menamparnya seandainya pria ini tidak memiliki wajah tampan yang mampu meluluhkan hati setiap orang.

Beberapa staf wanita yang sesekali lewat mencuri-curi pandang ke arah pria muda ini. Lagipula siapa yang tidak tahu pria ini? Aktor nomor satu di negara ini dengan jutaan penggemar yang selalu mendukungnya dan banyak penghargaan yang dia peroleh. Belum lagi latar belakangnya yang tidak biasa. Dia adalah dewa para remaja!

Seandainya dia sedikit lebih sopan dan ramah, sekertaris itu pasti akan senang karena bisa duduk di sampingnya. Sayangnya, pria muda ini terlalu lancang!

"Kapan atasanmu datang? Benar-benar membuang waktuku yang berharga! Aku pasti akan memintanya untuk—"

"Maaf, aku terlambat." Terdengar suara lembut seseorang seiring dengan terbukanya pintu ruangan.

"Kamu... Kamu..." Pria muda itu terlihat syok saat melihat seorang gadis yang sudah tidak asing memasuki ruangan.

"Nona muda, ini Tuan Ethan, calon brand ambassador untuk merek busana kita." Sekertaris yang sejak tadi tersiksa dengan celotehan Ethan buru-buru menghampiri Lucia.

Lucia mengangguk. "Aku tahu," ucapnya lalu berbalik ke arah Ethan.

"Ethan, kamu akan memintaku untuk apa?" tanya gadis itu dingin.

Satan and Demon [SUDAH DIKONTRAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang