"Ada apa denganmu?" tanya Lucia saat melihat Arthur yang berjongkok dengan menghadap tembok di pojokan.
"Menurutmu, bagaimana aku?"
"Kamu?"
"Ya, bagaimana?"
"Tidak manusiawi, tidak akan mendapatkan pacar dalam waktu dekat," ucap Lucia tanpa berpikir.
Arthur semakin terpuruk saat mendengarnya.
Lucia bingung melihatnya tapi memilih untuk tidak memperdulikannya. Apa aku mengatakan hal yang salah?
Arthur pindah duduk di samping Lucia lalu menatapnya dengan rasa ingin tahu yang samar-samar terpantul di bola matanya. "Lucia, bagaimana pendapatmu tentang Dimas?"
Lucia mengerutkan kening sambil melirik Arthur dengan waspada. "Kenapa kamu menanyakan hal itu?"
"Aku hanya ingin tahu. Dia sepertinya menyukaimu." Arthur mengangkat bahu tapi matanya mengamati ekspresi Lucia dengan cermat.
"Omong kosong apa, huh!" Lucia berdecih. "Dia terlihat seperti playboy yang pandai merayu gadis-gadis. Benar-benar buruk!"
Arthur hanya diam sambil menatap Lucia dengan senyum tipis di bibirnya.
"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" Lucia merasa tidak nyaman dengan tatapan Arthur.
"Kamu terlihat cantik hari ini," puji Arthur lalu bangkit sambil merapikan jas yang melekat di tubuhnya. "Aku ada urusan. Mungkin aku akan kembali terlambat nanti malam."
"Apakah itu begitu penting?"
"Hm, mungkin."
"Berhati-hatilah di jalan! Jangan mengemudikan mobil sendiri, minta sekertarismu untuk mengantarmu!"
Arthur tersenyum hangat. "Tentu," ucapnya sambil mengacak-acak rambut Lucia dengan gerakan yang sedikit kaku.
Lucia balas tersenyum.
"Jaga dirimu," ucap Arthur mengingatkan sebelum pergi.
Setelah menutup pintu, Arthur berbalik dan di matanya sudah tidak ada lagi kelembutan yang baru saja dia tunjukkan di hadapan Lucia. Sekarang dia terlihat seperti Arthur yang dingin dan serius dalam menghadapi segala hal. Ya, inilah sisi dari dirinya yang tidak pernah dia tunjukkan di depan Lucia.
Dia menekan salah satu nomor dari kontak ponselnya dan segera setelah sambungan telepon terhubung, Arthur berkata dengan dingin, "Aku lapar. Traktir aku."
"Hei, hei, hei, apa-apaan dengan nada memerintah semacam itu?! Apa kamu tahu siapa yang kamu ajak bicara?!" Orang di seberang telepon berteriak kesal.
"Aku tunggu di tempat biasa," ucap Arthur tanpa memperdulikan ucapan lawan bicaranya lalu langsung memutuskan sambungan telepon.
Dia berbalik untuk melirik pintu yang masih tertutup sebelum pergi ke area parkir.
Seperempat jam kemudian, Arthur sudah berdiri di depan salah satu restoran yang terkenal karena harga makanan di sini yang astronomis.
"Sekertaris Anna, kamu bisa kembali ke kantor sekarang. Aku akan memanggilmu jika aku membutuhkan bantuan." Arthur berkata pada wanita muda di kursi pengemudi.
Wanita itu terlihat cantik seperti peri dengan pakaiannya yang rapi dan modis, tidak seperti beberapa sekertaris yang suka mengenakan pakaian seksi dan lipstik merah menggoda. Dia melirik Arthur dari kaca spion sebelum mengangguk. "Baik."
"Oh, ya, tunggu sebentar." Arthur mendekat dan menatap Anna dengan serius. "Awasi Lucia setiap saat, apapun yang dia lakukan, kemana dia akan pergi, siapa yang dia temui... Kamu harus melaporkan semua itu padaku segera."
"B-baik." Anna gugup saat menerima tatapan Arthur. Dia bahkan hampir lupa bagaimana caranya bernapas.
Arthur mengangguk lalu segera menuju ke kamar pribadi nomor enam.
Ketika dia masuk, seorang pria berambut pirang sudah duduk dengan malas di sudut ruangan. "Bajingan! Kamu pikir kamu siapa?! Berani memerintahku dengan seenaknya. Apa kamu pikir aku akan menurutimu?!"
Arthur menatap Jasper tanpa ekspresi. "Kamu datang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Satan and Demon [SUDAH DIKONTRAK]
Romance"Aku sudah menyelamatkan nyawamu. Jadi, bayar aku... dengan tubuhmu." Lucia: "..." "Nona, apa kamu yang menyelamatkanku? Kalau begitu, biarkan aku membayar dengan tubuhku." Lucia: "!!!" *** Lucia dibuang oleh keluarganya, ditinggalkan kekasihnya , d...