19

3.1K 136 3
                                    

Langkah Lucia terhenti. Dahinya berkerut saat mendengar ucapan pria itu. Mengapa... dia merasa bahwa garis ini terasa tidak asing? Sepertinya dia pernah mendengarnya di suatu tempat.

***

"Achoo!!"

"Setan, apa kamu terkena flu?" tanya Pierre ragu. Ini memang musim dingin tapi seingatnya Setan tidak pernah terkena penyakit sepele seperti ini.

"Sepertinya Sayangku sedang memikirkanku," gumam Setan sambil menggosok hidungnya puas. "Bagaimana dengan persiapan kita?"

"Ada kendala di bagian persenjataan tapi itu bukan masalah serius. Kita bisa pergi tiga bulan lagi." Ace menjawab.

"Bagus. Majukan jadwal keberangkatan! Aku ingin pergi bulan depan," ucap Setan sambil tersenyum.

Wajah orang-orang di dalam ruangan jatuh saat mendengar ucapan Setan. Hanya Ace yang setia dengan poker face-nya.

Pierre hampir ingin melemparkan berkas-berkas di tangannya. Apa kau gila?! Keberangkatan tiga bulan itu dapat terlaksana kalau kita bekerja siang malam. Bagaimana dengan satu bulan? Apa kau ingin kami mati saat sedang bekerja?!

"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Setan sambil melirik Pierre dingin.

Pierre menggeleng kaku. "Tidak. Tidak ada." Ya, kau bosnya. Lakukan apapun yang kau mau!

***

Lucia menatap pria asing itu hati-hati. Dia merasa bahwa dia sedang berhadapan dengan Setan.

Arthur menatap pria itu dengan mata menyipit. Pria ini tidak sederhana...

"Pria jaman sekarang benar-benar mengecewakan," gumam Lucia lalu pergi begitu saja.

Wajah Arthur dan pria itu menggelap saat mendengar gumaman Lucia. Mereka saling berpandangan sebelum menghela nafas berat.

"Apa kamu ingin aku mengantarmu?" tanya Arthur ragu.

"Tidak, terima kasih." Pria itu tersenyum. "Lebih baik kamu mengantarkan gadis itu pulang."

Arthur ragu-ragu sebelum mengangguk setuju.

Saat bayangan Arthur sudah tidak terlihat lagi, wajah ramah pria asing itu mendingin dan sorot matanya yang tadinya hangat menjadi dipenuhi aura membunuh.

Dia berjalan tertatih-tatih memasuki kegelapan, membiarkan tempat itu kembali ke suasana sunyi seakan tidak ada orang yang pernah menginjakkan kaki di tempat itu.

***

"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Lucia yang masih asyik bersembunyi di balik selimut.

"Apa kamu tahu siapa pria tadi?" tanya Arthur hati-hati.

"Tidak," jawab Lucia lugas.

"Apa kamu pernah mendengar tentang keluarga Maera?"

Wajah Lucia langsung menjadi serius. "Apa pria itu berhubungan dengan keluarga Maera?"

"Lebih dari itu, dia penerus utama keluarga Maera," jawab Arthur.

Alis Lucia terangkat. "Tidak buruk," komentarnya.

"Ya, untuk sekarang dia bukan entensitas yang bisa kita singgung." Arthur mengingatkan.

"Aku tahu."

"Dua minggu lagi kamu ikut denganku ke perjamuan," ucap Arthur dengan nada yang tidak bisa diganggu gugat. "Dia seharusnya ada di sana dan kamu harus meminta maaf karena sikapmu tadi."

Lucia mendecih dingin tapi akhirnya masih tidak menolak.

***

Dua minggu kemudian, perjamuan di adakan di kediaman Benny Alatas, salah satu konglomerat pemilik tambang minyak terbesar yang terkenal, tak jauh dari perusahaan Arthur.

Para wartawan sudah berkumpul di depan gerbang, berusaha masuk tapi ditahan oleh keamanan.

Ini adalah perjamuan kelas atas dan tuan rumah tidak ingin ada keributan karena perilaku para wartawan yang mengganggu kenyamanan tamu. Jadi, mereka hanya bisa menunggu di luar dan memotret orang-orang yang datang secara sekilas.

"Lihat! Itu keluarga Halim," seru salah satu wartawan.

Detik berikutnya, lampu flash kamera langsung menghujani Alissa dan kedua orangtuanya.

Satan and Demon [SUDAH DIKONTRAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang