Bab 12

53 3 0
                                    

Aishiteru ....

Tepuk tangan meriah mengakhiri nyanyian Iyyas. Viola yang paling nyaring, pacar David itu bahkan meneriaki Iyyas dengan semangat. Sampai-sampai David harus menutup dua telinga.

Bagas sendiri menatap Iyyas sambil tersenyum simpatik. Beberapa kali cowok itu harus menetralkan detak jantung setiap kali Iyyas tersenyum.

"Bagus Iyyas, saya terkesan dengan suara kamu. Saya akui, kamu berbakat dalam seni suara" Kata Anton tersenyum.

Di puji demikian membuat Iyyas nyengir malu sambil garuk-garuk kepala. Dia merasa bodoh bila ada yang memuji suaranya, karena menurut Iyyas, suaranya itu biasa-biasa saja.

"Makasih Om"

Anton mengangguk lagi, lalu berkata, "Saya rasa uang lima ratus nggak cukup untuk membayar suara kamu"

Yang lain mengangguk mendengar kata-kata Anton. Mereka juga tahu kalau suara Iyyas begitu memesona, sebab itulah Anton berkata demikian.

"Ah, saya jadi malu Om. Saya rasa suara saya fales, nggak cakep-cakep amat"
Iyyas senyum-senyum salting karena Anton terus saja memuji suaranya.

Anton sendiri hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah gadis itu.

Lain lagi Susan.

Entah kenapa naluri keibuannya tergugah oleh gerak-gerik Iyyas. Dia mencoba untuk lebih cermat mengamati wajah Iyyas, mulai dari bentuk mata hingga lekuk senyuman.

Hati Susan berdesir halus saat melihat dua buah lesung pipi di wajah gadis berambut pendek itu. Dadanya berdegup tak keruan. Perasaan yang saat ini ia rasakan sangat aneh, perasaan yang lebih condong ke arah ikatan anak dan ibu.

"Susan.."

Wanita muda terkesiap saat Nani menyentuh pundaknya.
Wajah Susan sangat pucat saat menatap wajah Nani.
"A..ada apa ?"

"Ayo lanjutkan acara ini"

"Tapi gadis itu.." Susan mencoba mencari Iyyas yang tiba-tiba saja menghilang

"Pengamen itu ?" Tanya Nani.

"Iya, gadis bertopi tadi"

"Dia baru saja pergi"

Sial. Karena kebanyakan melamun, dia jadi tidak tahu langkah kepergian Iyyas.
Susan berdecak kesal. Padahal ia ingin sekali mengenal gadis pengamen itu.

Sementara Anton yang melihat roman muka istrinya yang begitu kecewa atas kepergian Iyyas, hanya menyimpan teka-teki di dalam hati.

Belum lagi perasaan Susan tenang, Bagas berkata,

"Tante..cincinnya hilang.." katanya, "Tadi saya taruh di meja ini, terus pas saya cek udah nggak ada"

Susan melongo. Di tatapnya cowok berjas hitam itu, Bagas tampak menggigit bibir bawah.

Nani pun hanya angkat bahu saat Susan menatapnya. Lalu suaminya Anton, pria itu juga tampak tak peduli.

"Jadi...?" lirih Susan berat.

Di tatapnya semua tamu undangan dalam ruangan tersebut, mustahil kan, semua orang itu di suruh pulang dengan tangan kosong. Lebih lagi acaranya belum terlaksana.

"Maaf Susan, ini semua karena keteledoran Bagas" ujar Nani dengan raut muka bersalah.
"Maaf ya Anton, mungkin pertunangan ini harus kita di tunda"

Bagas bersorak dalam hati mendengar mamanya berkata demikian, meskipun dia harus berpura-pura sedih.

"Tapi Tante, Ithiyah udah lama nunggu momen ini. Kenapa harus di tunda ?" Rajuk si gadis.

"Ithiyah sayang, cincinnya hilang dan kalian nggak akan bisa tunangan tanpa cincin itu"
Nenek berusaha menenangkan cucu perempuannya.

David menyahut, "Lagian kan cuma di tunda. Jadi elo nggak usah cengeng dong, gua sebagai adik jadi malu nih"

Tawa riuh rendah terdengar dari para undangan, mengakhiri kalimat David yang tadi, apalagi Viola pacar David.

Nani pun segera berkata, "Tenang Ithiyah, tunangan ini hanya di tunda, bukan di batalin"

Yang lain mengangguk setuju. Kei sendiri tersenyum melihat adik kandungnya cemberut kesal.
Andai mungkin, ingin sekali Kei merangkul Ithiyah dan menenangkannya. Mengalirkan sebuah semangat untuk sang adik.

Ya, sepertinya itu menyenangkan.

Namun Kei sadar, saat ini Ithiyah belum tahu jati diri yang sebenarnya, yaitu Thalita Saranova, putri kedua dari Panji dan Rifkah.

Kei yakin, suatu saat semua skenario Tuhan akan berakhir dengan apa yang di inginkannya.
Dan Ithiyah akan pulang bersamanya ke Bandung sebagai Thalita. Kembali ke pangkuan Rifkah yang telah lama merindukannya.

Kei tersenyum. Tenanglah, karena segalanya sudah di atur.

"Tapi--"

"Jangan perpanjang masalah, Ithiyah" potong Anton, "Masih banyak waktu buat acara tunangan"

Ithiyah menunduk. Menahan air mata yang hampir saja menetes ke pipi. Selalu saja Papa begitu, marah-marah hanya karena ia ingin sesuatu.

Tak sanggup menahan air mata, Ithiyah pun berlari menuju kamar di lantai atas.
Setiap pijakan kaki Ithiyah di atas anak tangga berhasil menarik perhatian Kei. Rasanya Kei turut merasakan luka yang di rasakan Ithiyah.

"Wah, jadi ini gimana ?"

"Masa sih kita di suruh balik lagi"

"Gimana sih Jeng, kok jadi gini ?"

"Saya udah dandan cantik, tapi acaranya di batalin"

"Tadi nggak usah kesini lagi"

Para undangan pun mulai jengah, bahkan di antara mereka ada yang berkomentar pedas secara terang-terangan.
David selaku adik Ithiyah pun berusaha menenangkan keadaan, di bantu oleh pacarnya, Viola, dan Nenek.

Sementara Susan dan Nani segera menemui Ithiyah di kamar.

Anton sendiri seperti tanpa beban melangkah pergi ke pekarangan rumah. Meninggalkan kericuhan kecil di ruang keluarga. Pikiran pria muda itu sedang tertuju pada Iyyas, pengamen yang beberapa menit lalu berkomunikai dengannya.

Saat itulah Kei mendekati Bagas,
"Bagas, kalau boleh tahu apa kau dan Ithiyah udah lama
pacaran ?"

"Mm.. Udah lama sih, sejak SMP kelas 9 sampai sekarang. Tapi... Sejujurnya gua nggak pernah cinta sama dia"

Mendengar penuturan dari Bagas membuat Kei terdiam, ternyata adiknya tidak pernah di cintai oleh orang yang dia cinta.
Kei tahu, pasti gadis itu selalu terluka, selalu memendam perih di hati.

Andai...

Kei terus berandai-andai kalau saja Ithiyah tahu bahwa dia adalah Abang kandungnya, tentu dia akan membuat gadis itu selalu tersenyum. Kalau perlu, dia akan menonjok perut Bagas yang tak pernah mencintainya.

Ya, Kei adalah tipe Abang yang overprotektif. Dan itulah yang membuat dia datang jauh-jauh dari Bandung ke Jakarta, hanya untuk mencari Thalita Saranova.

"Emangnya kenapa, Bang ?"
Bagas menatap Kei penuh curiga. Jangan-jangan orang ini menaruh hati pada Ithiyah, pikir Bagas.

Kei menggeleng tersenyum, "Nggak ko, saya cuma heran"

"Heran kenapa ?" Tanya Bagas.

Belum sempat Kei menjawab, David muncul dari belakang.
"Gas, elo di panggil sama Tante Nani"

Bagas mengangguk dan segera melesat ke arah kamar Ithiyah, karena saat ini posisi Nani ada di sana bersama Susan.

Sebelum pergi Bagas sempat menanyakan siapa sebenarnya diri Kei, dan Kei hanya menjawab bahwa dia adalah pasien dari ibunya.

ANTARA ITHIYAH DAN IYYASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang