Bab 18

57 3 0
                                    


"Yas, lo tinggal di gerbong kereta sendirian ?" Tanya Ririn.

Iyyas mengangguk santai. Di
lepasnya topi yang melekat pada rambut pendek, lalu di kibas-kibaskan ke wajah. Melihat kesantaian Iyyas, Hanum dan Ririn berpandangan heran.

Seperti tahu jalan pikiran mereka, Iyyas berkata,
"Jangan heran, karena gua di besarin dalam gerbong kereta. Dari gua kecil sampai segede ini gua hidup dalam gerbong kereta, gua nggak bisa lepas dari itu"

Hanum yang sejak tadi hanya diam mulai buka suara, "Terus, di tempat kamu ada
Cowoknya ?"

Iyyas tahu kemana arah pembicaraan Hanum ini. Wajarlah karena cewek tipe Hanum memang sering menghubungkan keagamaan dengan kehidupan sehari-hari.

Jadi dengan santai Iyyas menjawab 'ya' singkat.

"Kalau gitu lo harus Hati-hati, Yas" Ririn angkat bicara, "Lo tahulah gimana hukumnya pergaulan cowok-cewek dalam islam"

Senyum manis Iyyas terkembang. Gadis berambut pendek itu mengangguk.

"Hanum !" Panggil seseorang dari belakang. Semuanya menoleh, termasuk Hanum.

Terlihat seorang lelaki tengah berjalan ke arah mereka bertiga.
Melihat itu Ririn selaku wakil ketua Rohis menyipitkan matanya, rupanya Ririn mencurigai sesuatu. Pasalnya setahu Ririn, Hanum tidak memiliki saudara lelaki satu pun. Dan kebanyakan dari teman lelakinya pun hanya sebatas anak-anak Rohis saja.

Iyyas yang melihat roman muka Ririn jadi ingin tertawa. Lagak cewek berjilbab merah itu mirip emak-emak yang mau memarahi anaknya. Tapi Iyyas memilih menahan tawa karena takut kena marah.

Hanum sendiri hanya menunduk menyadari kakak kelasnya menatap tajam, "Han, dia
siapa ?"

"Dia Kak Kei, Ukhty" Jawabnya takut-takut.

"Hubungannya sama lo apa ?"

"Mm ... cuma--"

"Assalamualaikum semuanya"

Terlambat. Kei sudah berdiri di depan tiga cewek itu. Senyum hangat terukir di bibir Kei, membuatnya tampak lebih tampan.

"Wa'alaikumussalam ..."

"Dari mana, Han ?"

Bukannya Hanum yang menjawab, malah Ririn yang menyerobot. Dengan ketus dia berkata, "Dari cafe, kenapa emangnya ?"

Ririn tahu, dari style-nya, Kei merupakan seorang Mahasiswa, namun dia tidak segan memasang muka jutek pada siapapun cowok yang berani mendekat.

Karena itulah dia di percaya menjadi wakil ketua Rohis, sebab dia di anggap paling fanatik di antara anggota cewek yang lainnya.

"Mm .. cuma nanya kok. Apa kamu kakak Hanum ?" Tanya Kei takut-takut.

"Ya, saya kakaknya. Lebih tepatnya Kakak satu Forum"

Kei tersenyum, dia kira cewek ini kakak kandung Hanum. Tapi ternyata bukan, padahal jika saja dia kakaknya, Kei ingin sekali bicara serius soal Hanum.

"Kenal dimana sama Hanum ?"

"Ukhty, biar aku jelasin nanti" Hanum tampak gusar melihat roman Ririn yang berubah garang.

"Nggak ada nanti-nanti, gue butuh penjelasan sekarang"

"Udahlah Han, lu jelasin sekarang aja. Daripada ntar Ririn tambah marah" Iyyas angkat bicara,  gatal rupanya lidah yang biasa nyerocos itu.

Mendengar suara dari cewek ketiga, Kei menoleh ke arah Iyyas. Ternyata Kei baru sadar kalau cewek bertopi lusuh di samping kiri Hanum itu adalah pengamen yang kemarin bernyanyi dalam acara tunangan adik kandungnya.

"Kau itu Iyyas, kan ?"

Iyyas mengangguk, "Ya, kenapa. Kenal sama gua ?"

"Hm, pernah satu ruangan, waktu acara tunangan putrinya Om Anton"

"Ooh, Om Anton" Iyyas manggut-manggut bingung.

"Ehem, tadi saya nanya sama anda. Anda kenal dengan Hanum dimana ?"

Suara Ririn membuat Kei garuk-garuk kepala yang tidak gatal. Duh, gimana mau deketin Hanum, kalau kakak satu forumnya galak minta ampun ?

Ririn menunggu. Dua tangannya terlipat ke dada, matanya tajam menatap Kei, bagai hakim yang sedang mengintrogasi tersangka.

"Waktu itu saya nggak sengaja menabrak Hanum, terus saya bawa ke Rumah Sakit. Jadi, dari situlah saya berkenalan dengan Hanum"

"Dan lagipula, aku nggak punya hubungan apa-apa sama
Kak Kei, Ukh" Imbuh Hanum menunduk.

Melihat itu Ririn manggut-manggut mengerti. Wajahnya berangsur berubah, kembali bening seperti sebelum Kei datang.

"Terus, sekarang mau apa ?"

"Mau ngajak Hanum ta'aruf"

"Apa ?!" Ririn dan Hanum refleks berteriak, mereka lupa terhadap aturan agama yang melarang seorang wanita berteriak.
Sementara Iyyas yang tidak mengerti apa itu ta'aruf hanya bengong saja, tanpa berniat untuk berkomentar.

Ririn menoleh ke arah Hanum sambil menutup mulut dengan sebelah tangan, kedua pasang mata cewek itu berpandangan. Mata Ririn menyiratkan keingintahuan terhadap kalimat Kei baruan. Sementara Hanum hanya menggeleng bingung.

"Bang, emangnya ta'aruf itu apaan ?" Tanya Iyyas ingin tahu.

Kei tersenyum, "Ta'aruf itu sama aja kayak pedekate, tapi pedekate yang sesuai ajaran islam"

"Tapi kok mereka kaget banget ya ?"

"Karena, kalau saya bilang mau ta'aruf sama Hanum, berarti saya serius akan dateng ke rumah Hanum, kenalan sama ibu bapaknya. Dan itu artinya saya berniat untuk mengkhitbah dia"

Aduh bingungnya ...
Iyyas hanya garuk-garuk-garuk kepala yang di balut topi. Tadi ta'aruf, sekarang khitbah. Haduh pusing.

"Jangan bercanda, Hanum masih kelas sebelas SMA" Kata Ririn masih syok.

"Kan saya cuma mau kenalan sama ibu bapaknya aja, emang nggak boleh ?" Tanya Kei mulai risih dengan Ririn, seakan-akan Ririn adalah sebuah penghalang niatnya mendekati Hanum.

Ririn menoleh ke arah Hanum, gadis pendiam itu hanya menunduk, menutupi mukanya yang sudah bagai kepiting rebus.
Belakangan Ririn tersenyum, dia tahu kalau Hanum menyimpan kebahagiaan di dalam hati.

"Siapa yang ngelarang ? Itu hak Kak Kei buat ta'aruf sama Hanum" Suara Ririn mulai mengendor, "Saya cuma mewanti-wanti saja, takut kalau Kak Kei ngapa-ngapain Hanum"

Mata Hanum berbinar cerah, dia menatap wajah Ririn dengan tatap bingung.

"Lagipula, ta'aruf itu yang di ajarkan Nabi. Jadi boleh-boleh aja" Lanjut Ririn, "Kalau mau ke rumah Hanum sekarang, saya harus ikut sampai rumah"

"Boleh, mari" Ajak Kei, lalu berjalan duluan, "Itu mobilku, yang warna putih"

Melihat Kei yang sudah mulai jauh, Hanum berkata,
"Ukhty nggak serius kan, maksudku aku--"

"Dia serius, jadi gue juga serius mau ngenterin dia ke rumah elo. Lagian dia cuma mau ta'aruf kok, belum sampai khitbah"

"Tapi Ukh, aku--"

"Udah ayo"

Ririn berjalan duluan. Membiarkan Hanum dengan perasaan dag-dig-dugnya.

"Kalau gitu gua duluan ya, Han. Assalamualaikum"
Iyyas pun berjalan meninggalkan Hanum sendirian.

"Wa'alaikumussalam, tapi--"

"Hanum, ayo cepat !" Panggil Kei dari tempat berdirinya.

Ups, muka Hanum memerah saat matanya bertumbukan dengan mata Kei. Dengan canggung gadis lugu itu berjalan ke arah Kei dan Ririn.

Meski dia tak yakin dengan ini semua, tapi entah kenapa dia merasa bahagia dengan keputusan Kei, lelaki yang baru di kenalnya selama satu minggu terakhir ini.

ANTARA ITHIYAH DAN IYYASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang