Background Biru

3.1K 609 130
                                    


73 vote untuk JoTing dan 101 vote untuk ayah bundaaa

Pasangan ganda putra yang mendapat julukan "pasutri" itu sedang bersantai di depan layar kaca. Menonton acara kartun yang mengisahkan seorang kakek dan anak laki-laki yang terbang dalam rumah yang terikat pada beribu-ribu balon helium.
Fajar menyandarkan punggungnya pada
headboard kasur. Sementara Rian menjadikan paha Fajar sebagai tumpuan kepalanya. Tangan Fajar membelai lembut surai legam yang lebih muda.

"Ian"

"Hmm?"
Fokus Rian tidak teralihkan dari televisi.

"Kamu maunya nikah di Bandung atau di Jogja?"

Tidak terdengar jawaban dari Rian. Ia mengangkat kepalanya. Memutar tubuhnya supaya bisa berhadapan dengan pria kesayangannya setelah ayahnya sendiri.

"Kalo di Bandung atau Jogja, temen-temen kita di sini gimana?"

Kini giliran Fajar yang tidak menjawab

"Kenapa ngga di sini aja, mas? Di Jakarta, toh ibuk juga bilang dia bosen di Jogja terus"

"Iya juga sih, jadi mau di sini jadinya?"
Rian mengangguk cepat, tak lupa menyertakan senyum.

"Mau foto kapan mas?"

"Foto apa?"

"Buat rapot"

Fajar mengerutkan dahi

"Buku nikah lah,mas" ucapan Rian dihadiahi cengiran khas Fajar Alfian. Tak tahan dengan pemandangan di depannya, Rian turut tertawa geli sebelum men-sun pipi Fajar.

"Kenapa jadi ngebet banget kamu pengen mas halalin?" Fajar menaikkan kedua alisnya sambil melipat bibirnya ke dalam.

"Emang mas mau nunggu berapa lama lagi?" Pandangan Rian dibuat sayu, jatuh ke arah bibir pink Fajar lalu dikembalikan lagi pada mata si pemilik yang mengerjap.

"Aku mandi dulu" dengan secepat kilat, Fajar menyambar handuknya dan berlari ke kamar mandi. Meninggalkan Rian yang tertawa puas melihat tingkah calon pendamping hidupnya.

-
Fajar dan Rian sudah siap dengan pakaian yang rapi dan sopan. Mereka sedang dalam perjalanan menuju studio foto terdekat. Setelah mengitari Jakarta selama kurang lebih 15 menit, mereka akhirnya menemukan tempat yang mereka cari.

"Permisi..." Rian mengucap sebelum sepenuhnya membawa diri memasuki studio dengan Fajar yang mengekor.

"Iya, ada perlu apa?" Mas penjaga studio memalingkan wajahnya darin layar komputer.

"Mau foto untuk buku nikah di sini bisa?" Bangku beludru hijau dengan kaki roda digeret oleh Rian untuk ia duduki.

"Oh, bisa. Sebentar ya" mas tersebut izin mengundurkan diri sejenak untuk melakukan sesuatu di ruang belakang.

Fajar yang sedang membelakangi Rian, asyik sendiri mengamati berbagai contoh foto yang dipajang dalam figura dengan ukuran yang berbeda.

"Silahkan mas, teman saya sudah nunggu di studio"

Rian mengangguk mendengar komando dari si mas. Ia menepuk pundak untuk Fajar, menyuruhnya untuk mengikutinya.

Keduanya memasuki ruangan yang penuhi lampu-lampu berpayung.

"Duduk di situ ya" ujar sang fotografer.

"Mas dulu atau aku?" Fajar menunjuk dirinya sendiri, melangkahkan kakinya menuju kursi yang bertempat di depan latar berwarna biru. Mas fotografer dibuat bingung dengan pertanyaan Rian pada Fajar.

"Agak ke kiri sedikit kepalanya, mas" perintah itu dilaksanakan oleh Fajar.

"Siap ya? 1...2..."

Klik

"Sekali lagi, 1...2..."

Klik

Mas fotografer menurunkan kamera dari jangkauan matanya.
"Oke sip. Ehhm, ini ngga sekalian sama calon istrinya mas?" Raut wajah Fajar seketika kaku, matanya melirik ke arah Rian yang berusaha menahan senyumnya.
Lagi-lagi, mas fotografer dibuat bingung sebelum akhirnya memecahkan teka-teki yang diberikan.

"Ooooh" dia hanya mengangguk dan kembali mengutak-atik kameranya.

"Mas yang satunya"

Mereka telah menyelesaikan sesi foto mereka. Sekarang tinggal menunggu dicetak. Tak perlu menunggu lama karena studio foto cukup sepi hari itu. Hanya ada mereka dan satu pelanggan lagi yang sedang dilayani oleh rekan mas penjaga studio.

"Ini mas fotonya" beberapa lembar foto berukuran 2x3 dan 3x4. Fajar menyerahkan uang pada si mas.

"Lancar ya mas sampe hari-H" ucap si mas sebelum keduanya meninggalkan studio.

"Amin, makasih"

Sebelum bertolak pulang ke asrama, Fajar dan Rian mampir ke tukang fotocopy untuk melipatgandakan dokumen mereka. KTP, kartu keluarga, ijazah terakhir, dan lain sebagainya. Dokumen yang mereka bawa dari rumah masing-masing saat lamaran kemarin.

"Udah semua kan, mas?" Jemari Fajar menelusuri lembar demi lembar dokumen yang sudah disatukan dalam map kuning bening.

"Udah, lengkap semua" dokumen tersebut Fajar letakkan di kursi belakang.

"Makan yuk, ian. Udah jam makan siang pasti KUA nya juga lagi istirahat"Rian mengiyakan perkataan Fajar.

Rem tangan di tarik oleh Fajar untuk melajukan mobilnya keluar parkiran. Mata mereka hilir mudik mencari rumah makan yang sekiranya tidak terlalu ramai.

"Mau makan ap..."

"Mie ayam" jawab Rian dalam waktu kurang dari satu detik. Membuat Fajar sedikit tersentak.

"Belom selesai aku nanya"

"Heheh, udah be em dari kemaren"

Bibir Fajar membentuk huruf O diikuti dengan anggukan kepala.

Mereka akhirnya menemukan rumah makan yang menyediakan mie ayam.
Keheningan meliputi mereka selama makan siang berlangsung. Terlarut dalam pikiran masing-masing.

"Oh iya mas, kita mau akad di mana? Aku bener-bener belom kepikiran" kedua mata Fajar memicing. Menatap serong ke arah langit rumah makan. Menelan mie ayam yang sudah halus terkunyah.

"Masjid At-Tin di TMII mau?"

"Taman mini?"

"He em, nanti resepsinya di Sasana Kriya  yang di sana juga"

Rian menghentikan kegiatan mengunyahnya. Tersenyum lembut memandang wajah Fajar yang terlihat semangat.

"Boleh juga"

Setelah menyelesaikan makan siang, mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju KUA untuk mengurus akad nikah mereka nanti.

Eng ing eeeng, agak tijel ya endingnya? Iya soalnya kalo dijelasin detail bakal susah. Terlebih aku kan belum ngalamin ehehe, jadi aku bikin simpel aja gapapa ya?














More Than Friends? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang