Kedua orang tua Rian sudah tiba di Jakarta. Mereka menginap di hotel yang sama seperti keluarga Fajar. Hanya kamar mereka beda lantai. Selain orang tua, beberapa teman Rian dari Jogja juga turut datang.
"Masih capek buk badannya?" Suara dentang sendok teh yang berbenturan dengan permukaan cangkir mengiringi pertanyaan Rian. Berdiri di hadapan bar kecil, ia sedang membuat secangkir teh hangat untuk ibunya.
"Udah enakan kok le" jemari ibu membenarkan pinggiran jilbabnya.
"Kamu udah rapi-rapi baju belom?" Aktivitas aduk-mengaduk Rian terhenti mendengar pertanyaan itu.
"Rapi-rapi baju buat apa?"
"Buat kamu nginep di sini lah, kan Sabtu nanti udah ijab" logat medok ibu masih mewarnai semua kalimat yang terucap. Ibu Rian memang selalu berusaha menggunakan Bahasa Indonesia ketika di luar Jogja supaya memudahkan komunikasinya.
Wajah Rian tidak mengekspresikan apa-apa, pikirannya terlalu dirunyamkan oleh banyak hal. Tangannya bergerak maju menyerahkan teh pesanan sang ibu."Oh iya, Rian lupa" senyuman datar terlukis di wajah Rian.
"Malem ini udah harus tidur di hotel, ian"
"Inggih, bu. Ya udah, Rian ke asrama dulu. Assalamualaikum" Rian mencium tangan ibu.
Sebelum keluar kamar, buku-buku jari Rian mengetuk pintu kamar mandi.
"Pak, Rian pamit dulu ya. Mau ambil baju di asrama"
"Hati-hati di jalan ya, le " suara bapak yang terdengar menggema dari dalam kamar mandi. Membalas salam pamit anak laki-lakinya.
Fajar menelepon Rian di saat yang tepat. Rian baru saja memasuki elevator yang akan membawanya ke lobby.
"Mas udah di parkiran"
"Oke, ini aku juga udah di lift"
Rian melangkahkan kaki menuju pintu geser otomatis hotel. Hangatnya matahari siang seketika menyelimuti seluruh tubuhnya saat ia keluar dari pintu tersebut. Sebuah mobil yang sudah Rian kenal tampak terparkir tepat di parkiran seberang pintu masuk. Suara deru mesin mobil menandakan pemiliknya sudah menunggu di dalam.
Ganggang pintu di raih oleh Rian, memperlihatkan Fajar yang mengalihkan atensi dari gawainya ketika mendengar pintu mobil dibuka.
"Hai"
Fajar menelengkan kepalanya. Membuat dahi Rian berkerut, sekilas tersenyum melihat eskpresi Fajar."Haloo"
Kursi di sebelah Fajar segera diisi oleh Rian. Melintangkan tali sabuk pengaman pada tubuhnya setelah menutup pintu."Si Fariq udah anteng tadi dianter ke sana?" Fajar mengangguk. Sejak mereka sampai di hotel, Fariq memang sudah merajuk ingin main ke KidZania. Alhasil Fajar diberi tugas oleh sang kakak untuk mengantarnya dengan si kecil ke suatu mall besar dimana KidZania berlokasi.
"Kamu udah makan belom, ian?"
"Udah kok, tadi pesen di hotel. Mas sendiri udah?"
"Dah, tadi di sana" ucap Fajar mengacu pada mall di mana Fariq kini sedang bersenang-senang, bermain dengan kostum pilot.
"Mau ke mana dulu kita?" Tanya Fajar sembari tangannya menarik rem kemudian memutar roda kendali mobil agar mobil berjalan mundur.
"Langsung ke asrama aja, aku mau packing" kedua alis Fajar bersatu dan bibirnya mengerucut dalam waktu yang bersamaan.
"Emang mau ke mana?"
"Di pingit"
Jantung Fajar seakan merosot ke mata kaki. Ia jadi ingat saat Jojo dan Anthony melalui masa pingitan. Masa dimana Jojo merasakan nelangsa hebat karena ditinggal seminggu oleh teman hidupnya. Padahal emang dasar Jojonya yang kadar bucinnya kelewatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
More Than Friends? [Completed]
FanfictionRead me first, please! Untuk mengiringi kehaluan ku tentang mereka. Just for fun ya gengs! Semoga kapal JoTing dan Fajri terus berlayar!! 🚨🚨BoyxBoy 🚨🚨