"Kita operasi sesar"
Mata Fajar membulat. Beranjak dari bangkunya dan berjalan cepat untuk mencari bantuan. Tak membutuhkan waktu lama untuk Fajar kembali bersama dua orang paramedis yang mendorong sebuah kursi roda. Pintu kayu yang selama ini ia tahan, Rian buka lebih lebar untuk memberi akses masuk. Salah satu paramedis yang mendekap sebuah papan jalan di dadanya berhenti di hadapan Fajar dan Rian.
"Saya butuh salah satu dari bapak untuk menandatangani surat ini"
Papan jalan yang sejak tadi ia dekap disodorkan pada Fajar dan Rian. Di sampingnya sebuah pulpen hitam sudah siap untuk digunakan Mereka saling melempar pandangan, memberi keputusan dalam diam. Rian mengehela napas sebelum mengambil pulpen tersebut dan monerahkan namanya dalam bentuk tanda tangan.
Arfa sudah ditempatkan di kursi roda dan siap untuk dibawa ke ruang operasi. Dua pasang langkah kaki mengikuti gerakan kursi roda Arfa. Seorang Eri nampaknya sudah menunggu di tempat tujuan.
"Gue mohon kalian sabar buat nunggu ya. Kali ini pihak rumah sakit ngga ngizinin kalian nemenin Arfa di dalem"
Dengan berat hati Rian yang sudah terlihat antusias mengurungkan niatnya untuk ikut masuk ke dalam ruangan. Kedua bahunya mendapat sebuah rengkuhan dari seseorang.
"Kita tunggu di sini ya ian. Biar aku telpon yang lain buat bawain makanan. Kamu pasti laper kan?"
"Hmm..."
Rian manut pada Fajar dengan membiarkan tangannya digandeng menuju deretan bangku panjang. Di sisi lain Fajar dengan tangannya yang bebas sudah mengutak-atik ponselnya untuk menghubungi Jonatan.
"Halo Jo"
"Yak kenapa bang?"
"Bisa bawain makanan ke depan ruang operasi ngga? Gue sama Rian laper nih"
"Siap siap, oh iya kita boleh ikut nunggu di sana ngga bang?"
"Boleh, tapi jangan pada barbar datengnya. Inget ini rumah sakit"
"Iya abaaang, mau dibawain makan apa?"
"Apa ajalah yang enak"
"Okeh"
-
Jonatan, Anthony, Kevin, dan Marcus kini berada di kantin rumah sakit. Mereka sedang berkutat dengan pilihan menu makanan yang sekiranya Fajar dan Rian suka.
"Aku jadi laper juga deh Jo"
"Ya pesenlah, nanti makan disana bareng-bareng"
"Koh, ayam kuluyuk tuh apa?"
"Ngga tau vin, gue juga jarang denger"
Perbincangan mereka ditengahi oleh kedatangan seseorang dibalik mesin kasir. Sebuah half apron legam dengan lurik-lurik putih terikat rapi di pinggangnya.
"Silahkan pesanannya, makan disini atau dibawa pulang?"
Terdapat sedikit jeda sebelum Jonatan akhirnya membuka suara.
"Bawa pulang mas. Ehhm, nasi goreng spesialnya dua sama kamu mau apa?"
"Mie ayam bakso"
"Oke, masih ada lagi?"
"Mas, ayam kuluyuknya satu deh"
"Aduh maaf kak, ayak kuluyuknya lagi kosong".
Mendengar jawaban itu Kevin hanya mengangguk pasrah. Rasa ingin tahunya terhadap hidangan yang satu itu belum waktunya untuk di jawab. Jonatan memberi isyarat pada mas kasir untuk menutup pesanannya. Beberapa menit kemudian, mas kasir kembali dengan sebuah kantung plastik yang menampung tiga wadah sterofoam di tangannya. Beberapa lembar uang diserahkan Jonatan pada mas kasir kemudian berlalu meninggalkan kantin. Plastik makanan di tangan kiri dan Anthony di tangan kanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
More Than Friends? [Completed]
FanfictionRead me first, please! Untuk mengiringi kehaluan ku tentang mereka. Just for fun ya gengs! Semoga kapal JoTing dan Fajri terus berlayar!! 🚨🚨BoyxBoy 🚨🚨