Disini tak ada lagi gemuruh ombak
Disini tak ada lagi semiliran angin laut
Dan tak ada juga langkah terukir
Di atas bentangan pasir...Diripun kehilangan rasanya
Dalam tumpukan pengharapan
Dan sekali lagi memuja,
Dari kemarau yang tak sama lagi...💥
🎈🎈
Dua tahun sudah Reno hidup dalam kehampaan setelah kehilangan Ranum yang ternyata sangat ia cintai. Masih belum benar2 musnah kenangan manis, terutama malam2 yang pernah ia lewatkan bersama Ranum. Ia menyesal sangat menyesal hingga tak ingin lagi dia hidup. Namun hidup tetaplah kehidupan walaupun banyak hal tak terduga terjadi dan memporak porandakan segalanya. Reno seakan mendengar lembutnya suara Ranum selalu berbisik ditelinganya. "Bangkit Reno... Jangan menyerah, mencintailah kembali." Setiap detik dan dimanapun itu suara Ranum terngiang lalu mulai memenuhi pikirannya. Ranum.. Ranum.. dan Ranum.. Begitulah ia hidup setiap hari. Ia bertahan karena nama itu, ia juga masih terdiam belum mampu mencintai karena nama itu juga.
💕
Ketika pagi menyeruak dari balik tirai kehidupan, Reno masih juga terpaku dengan malamnya. Ia masih tersesat. Mengharapkan Ranum kembali dan membawa cahaya dalam kehidupanya. Tak disadari airmata Reno mengalir perlahan dan ia terisak pilu. Masih berbaring dan enggan tuk beranjak dari tempat tidur yang dulu pernah ia habiskan waktu bersama Ranum. "Ahh.. kenangan itu membuatku gila," (Reno membatin). Saat asyik mengenang setiap momen indahnya, Reno dikejutkan dengan suara ponselnya.
Ia berusaha mengabaikan tapi setelah melihat nama yang terpampang jelas pada layar hpnya Reno dengan sigapnya bangun dan menjawab panggilan itu.
"hallo yah... selamat pagi.." Suara panik terdengar jelas... Reno tahu betul bahwa ayahnya sangat tidak suka jika telponnya diabaikan.
"Kenapa lama menjawab teleponnya?? Bagaimana bisa seorang direktur utama jam segini masih malas2an di rumah?? Kamu itu bikin malu Ayah.. Apa kata rekan kerja Ayah kalau mereka tau kelakuan kamu Reno... sejak kepergian Ranum dua tahun lalu, hidup kamu jadi tidak karuan." Reno mengerutkan kening mendengar ocehan Ayahnya. Ia sudah terbiasa namun yang tidak bisa ia terima bahwa ayahnya selalu menyebut nama Ranum tiap kali ia dimarahi.
"Maaf Ayah... hari ini Reno memang tidak berniat ke kantor. Reno sebenarnya...."
"Tidak ada alasan apapun. Kamu harus datang hari ini ke kantor karena ada rapat penting." Suara gertakan sang Ayah selalu membuatnya merinding. Itulah yang membuatnya tak bisa menolak perintah seorang big boss alias Pak Handoko Wijaya, Ayah kandungnya sendiri.
Dengan suara yang benar2 terpaksa.. "Baiklah Ayah.. Reno siap2 dulu."
"S.E.G.E.R.A!!!" Kembali suara ayahnya terdengar mengerikan lalu langsung dimatikan, tanpa basa basi. Masih menggema gertakan sang ayah.
Dengan langkah gontai Reno beranjak ke kamar mandi dan mempersiapkan segalanya. Reno membayangkan, kalau saja Ranum masih ada ia tak mungkin serepot ini sendirian. Ia pasti akan sangat bersemangat dan memenangkan berbagai proyek. Dan yang pasti Ayahnya akan menatapnya bangga. Tapi semuanya hancur tak tersisa saat kepergian Ranum. Reno hancur sehancur jiwanya kehilangan berlian... Ranum.
🌲
Perjalanan dipagi hari memang membosankan. Macet dan pengap. Ia lebih suka berpergian menggunakan kendaraan bermotor. Lagi lagi ia teringat akan Ranum yang sederhana dan cantik, terlebih saat ia mengendarai motor maticnya. Kedudukannya sebagai orang penting di perusahaan besar dan anak dari boss yang membuatnya harus menggunakan mobil. Entahlah.. itu terlalu berlebihan pikirnya dalam batin. Dulu memang ia berpikir serupa dengan orang2 kaya itu.. tapi saat ia kehilangan Ranum ia baru menyadari bahwa ia lebih bahagia memiliki Ranum yang sederhana dari pada memiliki harta berlimpah. Reno mulai resah bukan saja karena macet tapi waktunya untuk ke kantor dan mengikuti rapat tinggal 25 menit lagi.
"Sial.. aku bisa dibunuh sama Ayah kalau sampai terlambat lagi kali ini." Mata Reno mulai liar mencari kendaraan lain yang mungkin saja bisa membantunya tiba tepat waktu dikantor. Setidaknya dalam waktu 10 menit. Tiba2 ada seorang wanita berhenti tepat di sebelah mobilnya dan sepertinya wanita itu sedang menjawab telepon dari seseorang. Senyum tipis terukir pada bibirnya. Reno tau apa yang harus ia lakukan. "Persetan dengan harga diri atau kedudukan. Yang penting bisa terbebas dari kemarahan ayah" Renopun keluar dari mobil dan tanpa permisi naik di atas motor matic putih milik seorang wanita yang iapun belum kenal sama sekali. Mendapat tumpangan yang tidak terduga dan kesan kurang ajar, pastilah sangat terkejut sekaligus membuatnya emosi.
"Eh.. apa-apaan ni?? Kurang ajar ya ni orang. Eh.. turun sekarang atau saya teriak kamu psikopat yang melecehkan saya." Wanita itu berusaha menggertak tapi posisi helmnya masih tertutup. Sehingga Reno tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas. Reno cepat2 turun dari motor dan berdiri dengan wajah panik memandang wanita yang masih berdiri menahan motor tepat dihadapannya. Reno berusaha melihat dengan jelas namun sulit. Wanita itu tak mau membuka kaca helmnya. Reno sempat tersenyum melihat wanita dengan helm matic.
"Dasar modus... pergi atau ku hajar??" Wanita itu kembali menggertak dengan menunjukan kepalan tangannya. Reno mundur selangkah. "Parah juga ni cewek. Ini benaran wanita atau preman??" Reno membatin. Reno melihat jam tangannya dan betapa terkejutnya ia melihat waktu yang semakin mepet.
"Maaf nona.. saya tidak sengaja. Tadi saya pikir anda itu tukang ojek. Jadi..."
"What? Tukang ojek?? Dasar laki2 eror. Penampilan kaya gini dibilang tukang ojek?? Wah.. ni orang sepertinya benar2 harus dihajar.."
"Eiit.. tunggu dulu.. sekali lagi maaf.. tapi sekarang saya sedang buru2 ke kantor. Apa boleh saya menumpang?? Nanti berhenti saja di depan kantor swasta. Ayolaah... pliisss..." Reno memohon berharap nasibnya beruntung kali ini. "Kantor swasta?? Kamu karyawan disitu?? Kantor apaan ya??" Wanita itu mencoba berpikir keras.. mana mungkin lelaki seperti ini bekerja disebuah kantor kecil. Penampilannya terlalu mewah. Dia lebih cocok menjadi karyawan di perusahaan Mega Tirta yang bergerak dibidang fesyen. Perusahaan besar dan berpengaruh hingga ke negara asing.
"Oh.. hey hallo... masih disitu?? Bisa kita berangkat?? Pliis.. bantu yah.??" Wajah sayu Reno sepertinya berhasil membuat wanita itu percaya. Apalagi wanita itu juga sedang buru2 dan tidak ingin berdebat lama dengan lelaki modus yang telah menyebutnya tukang ojek.
"Baiklah. Ayo naik. Kebetulan aku juga buru2. Tapi urusan kita belum selesai. Lihat aja nanti." Sambil mengatur posisi duduknya, Reno sekilas merinding mendengar ucapan wanita itu. Kedengarannya seperti kata2 ancaman Ayahnya. Ketika dalam perjalanan, Reno mencoba curi2 pandang melihat wanita yang memboncenginya dari kaca spion. Serta merta mulai terbayang wajah Ranum saat ia pernah diboncengi berkeliling kota. Ranum begitu cantik dan mempesona walau hanya dilihat dari kaca spion motornya. Tapi wanita ini.. Reno hanya memandang dagunya saja tanpa bisa melihat seluruh wajahnya karena terhalang kaca helmnya. Sekilas.. ia seperti Ranum."Woii orang kaya.. mau sampai kapan disitu?? Tidak mau turun?? Atau mau kutagih bayarannya seperti tukang ojek??" Reno tersadar lalu turun dengan senyum salah tingkahnya.
"Hebat!! Kamu melaju dengan kecepatan yang cukup mencengangkan. Belum sampai 10 menit kita sudah sampai. Emm.. terima kasih atas bantuannya nona. Apa perlu aku bayar??""Hiss dasar gila." Sambil membuka kaca helmnya... "simpan uangmu untuk kesempatan berikutnya" wanita itu melaju meninggalkan Reno. Reno terpaku tanpa bisa melakukan apa2. Kakinya terasa berat dan kaku. "Wajah itu... dia.. dia... kenapa dia..." Reno hampir saja tumbang tak bisa menahan tubuhnya sendiri. Dia tak perduli dengan keterlambatannya. Hanya wajah wanita itu yang ada dalam pikirannya. Reno masih tak percaya. Ia berusaha bersikap biasa saat melangkah memasuki kantor Ayahnya. Yang letaknya tepat di samping sebuah kantor swasta.
"Reno!!" Suara ayahnya menggelegar memecah lamunannya.
"Oh ya Tuhan. Mati aku.. kali ini aku pasti benar2 di bunuh. Tuhan.. tolong selamatkan aku." Reno berjalan mendekati ayahnya.
"Dari mana saja kamu?? Waktu tinggal lima menit untuk mulai rapat tapi kamu malah melamun seperti orang bodoh di depan lift. Apa yang membuat kamu pagi2 sudah melamun?? Sejenak terdiam.
"Macet!!!" Dengan penuh percaya diri Reno menjawab ayahnya. Tanpa memperdulikan rekan bisnis ayahnya dan karyawan perusahaan yang tersenyum dan menahan tawa mendengar pernyataannya.
"Macet??? Istimewa sekali ya macet itu.. sampai2 membuatmu harus melamun. Luar biasa." Pak Handoko menepuk pundak anaknya dengan tertawa khas seorang ayah yang berwibawa sambil beranjak masuk dalam ruangan rapat. Reno senang melihat ayahnya tertawa dan akhirnya diapun bebas dari kemurkaan sang boss..
"Terima kasih Ranum.. eh bukan. Maksudnya wanita berhelm matic yang misterius. Aku harus kembali bertemu dengannya. Bagaimanapun caranya...
🌳💕💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Duka Desember
Short Storycinta bukanlah rasa sepihak yang menyebabkan perpisahan. cinta juga bukan akhir dari penyesalan. cinta adalah penyatuan rasa yang mengarah pada kebahagiaan. Jika cinta adalah penyesalan maka itu bentuk dari keegoisan dan keangkuhan. Reno.. lelaki he...