Keajaiban 💚💚

64 1 16
                                    

Suasana rumah sakit tempat Juna dan Shyla bekerja terlihat begitu ramai. Diantaranya ada pasien yang sedang bercengkrama dengan orang tersayang di taman belakang rumah sakit, dokter dan perawat yang sibuk berlalu lalang menjalankan kewajiban serta senyuman keluarga atas kesembuhan anggota keluarganya.

Semua itu sungguh menenangkan hati. Berbanding terbalik saat situasi dihadapkan pada berita duka akan kehilangan. Hal yang begitu menyakitkan. Namun itulah yang dinamakan takdir hakiki. Tak ada yang bisa merubah.

"Bu... sepertinya anak Ibu harus segera menjalani operasi. Karena usus buntu yang dialami anak ibu telah mencapai tahap yang harus diambil tindakan."

Seorang Ibu mengangguk pelan mendengar pernyataan dari Juna. Ada guratan kegelisahan juga rasa takut, tapi sebuah keputusan tetap harus ditentukan demi kelanjutan proses kesembuhan.

"Baiklah Dokter. Jika itu adalah jalan yang tepat untuk anak saya, lakukan operasinya dokter. Dia sudah sangat kesakitan. Aku percaya, Dokter akan melakukan yang terbaik."

Menjadi seorang Dokter, bukanlah perkara mudah. Kadang ia terpaksa harus menerima makian dari keluarga pasien karena tak terima dengan hasil medis atau mungkin itu hanya gambaran ketakutan. Namun dibalik itu semua, Ia merasa terharu saat Ia dipercaya untuk kesembuhan pasien2nya. Juna melayangkan senyuman haru.

"Ia Bu.. jangan khawatir. Doakan saja agar semuanya bisa berjalan sesuai rencana. Anak ibu akan kembali bersekolah dan ceria bersama teman2nya."

Tatapan penuh harapan menjadi lebih tegar. Juna selain cerdas, Ia juga lihai dalam meyakinkan perasaan semua orang. Dia yang terbaik.
💕💕

Hari semakin tinggi tapi matahari dihalangi awan hitam, sehingga tak ada sinar yang menantang. Mendung yang membuat hatinya semakin rindu pada sosok seseorang. Ia hanya berdiri menatap ke luar jendela kaca yang cukup besar. Menarik nafas berat, lalu melepasnya penuh kelelahan. Ia lelah. Ah, bukan. Tapi batinnya yang lelah. Terus menerus berdiam, berharap serta menunggu.

Sudah lewat dari satu tahun, Juna masih menanti. Menanti sesosok bayangan yang ingin nyata di hadapan. Apa mungkin?? Debby.. mengapa kau pergi selama ini?? Hingga waktu berganti tahun, tapi kau tetap masih tak kembali.

Juna kembali menghela nafas lelah. Namun ia tetap bersyukur, dalam kegundahan hatinya itu Ia tetap fokus pada tanggung jawabnya. Walau tak sedetikpun ia lewatkan tanpa berharap Debby hadir di sampingnya.

"Ah.. gila. Sampai kapan aku harus begini??" Juna menempelkan keningnya pada kaca.

"Sampai dia datang kembali."

Juna memejamkan mata, lalu berbalik mendapati Shyla dan Reno yang berdiri bersedekap dada.

"Kalian??" Alisnya berkerut. Bingung.

"Jangan menatap seperti itu bro.. aku sengaja datang untuk membawakan kalian makan siang. Aku cuma takut ada yang kurusan karena lagi gegana."

Juna tersenyum sinis dengan sebelah mata menyipit. Sedangkan Reno terkejut saat Shyla mencubitnya. Akhirnya suasana sepi pun berubah ramai dengan tawa ketiganya.

"Gimana dengan hasil operasi usus buntu pasienmu??"

Shyla sengaja melontarkan pertanyaan agar pikiran Juna tak melayang jauh. Ia dapat melihat, walaupun raga juna di dekatnya tapi tidak dengan pikirannya.

"Ha?? Oh itu... Puji Tuhan, semuanya lancar." Sambil menyedot mie ayam yang dibawa oleh Reno.

Shyla mengangguk tanpa kembali bertanya. Tepatnya ia bingung. Shyla menatap ke arah Reno yang sedang asyik melahap makanannya. Reno mengangkat kedua bahunya isyarat bahwa ia pun juga tak tahu.

Duka DesemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang