Memahami

29 0 0
                                    

Tanpa perduli kan kondisinya yang masih harus butuh istirahat total, Shyla bergegas menuju lantai terakhir dari rumah sakit tersebut. Hatinya berdegup kencang, antara rasa khawatir juga takut. Sesungguhnya ia sudah lelah bila harus berdebat lagi dan membuat hubungannya berantakan.

Biarlah dia yang terakhir Tuhan. Aku tak ingin berpisah dan mencari lagi. Buatlah agar dia memahami, bahwa aku mencintai dia dan memilihnya menjadi yang terakhir dalam hidupku.

Shyla tak langsung keluar saat lift telah berbunyi, isyaratkan bahwa ia telah sampai. Ia pejamkan mata, sekali lagi berdoa agar pria itu tak lagi salah paham padanya.

"Okey..." Shyla menarik nafas, lalu melepasnya pelan.

Langkah Shyla pelan sembari mencari sosok yang sangat ingin ia peluk. Jika mungkin.

Seketika, darahnya berdesir kuat seperti semburan larva panas, menjalar hingga ke seluruh tubuhnya.

Itu ... Pria itu ... Reno. Lelaki hebatnya sedang berdiri menatap langit dan entah apa yang sedang ia pikirkan. Shyla tak tahan lagi. Dengan langkah cepat, ia menghampiri Reno.

"Ren?? ... Aku ... Mencarimu."

Pria itu tak berbalik menatap Shyla, tapi sekilas melirik dari balik pundaknya, dan kembali menengadah.

"Ren. Kenapa kau malah ada di sini? Aku ..."

"Kau membutuhkan ku atau pria itu??" Shyla tak terkejut. Ia sudah tahu bahwa Reno pasti telah mendengar semuanya.

"Sesaat ... Aku merasa hanya dibutuhkan untuk membeli paket makan siang untuk kalian. Dan kau .... lebih butuh dia untuk berada di sampingmu."

Perkataan Reno bukan-nya membuat Shyla merasa bersalah tapi justeru wanita itu terkekeh ringan.

"Dasar bocah." Shyla masih terkekeh sambil menahan rasa sakit pada punggungnya.

Reno sontak berbalik. Tatapannya penuh kebingungan.

"Ada yang lucu??"

"Tentu saja. Dan ... Aku menyukainya. Kau cemburu."

Reno hanya melipat kedua tangan di dada dan masih menatap Shyla.

"Ren ... Apakah kau ingin hubungan kita terus seperti ini??"

"Maksud kamu?"

"Berhenti cemburu. Bersikaplah lebih dewasa. Wanita mana yang akan semudah itu berpaling setelah ...."

"Setelah??" Reno mencondongkan badannya, agar lebih jelas menatap mata kekasihnya itu.

"Ehem. Setelah .... setelah mereka pernah tidur bersama."

Kalimat itu dengan cepat Shyla katakan. Sekarang ia harus menahan rasa malunya sendiri. Semoga saja Reno tidak menertawakan ku. Dasar pria ini.

Reno tersenyum lalu kembali berdiri tegap  dengan gaya bersedekap dada.

"Lalu bagaimana dengan masa lalu mu itu? Kau tidak tau bahwa dia sedang berusaha memiliki mu lagi?"

kedua alis Shyla bertaut. Disaat seperti ini, ia tak menyangka Reno akan berkata demikian. Dirinya sedang berusaha perbaiki hubungan, tapi pria ini malah merelakan ia dengan masa lalunya.

"Apa karena aku tidak menceritakan tentang Rival? Untuk apa Ren? Bukankah dalam hidup ini, ada hal yang tak perlu diingat lagi bila memang kita sudah bahagia dengan masa kini? Aku sudah menganggapnya mati dari tujuh tahun lalu. Dan ... Aku juga tidak bisa melawan takdir jika dia tiba-tiba muncul."

Shyla merasakan lukanya perih. Menusuk hingga ke dalam hati.
Berulang kali, Shyla bertahan di hadapan Reno.

"Mengertilah. Aku tidak perduli dengan keberadaannya disini. Aku memilihmu. Itulah sebabnya, aku di sini sekarang."

Duka DesemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang