❣❣❣

31 1 10
                                    

Reno mengerjabkan matanya ketika matahari masuk melalui jendela kamar yang telah disingkap tirainya oleh Shyla. Reno bangun tapi tubuhnya masih gontai. Ia putuskan untuk tetap duduk di tepi tempat tidur, sambil menyapu pandangan ke seluruh sudut kamarnya. Sudah tentu matanya ingin temukan makhluk paling indah dihidupnya.

"La... Sayang..." Reno berjalan menuju dapur sembari terus memanggil Shyla, berharap wanita itu menghampirinya. Ia membuka kulkas untuk mengambil air mineral tapi matanya tertuju pada secarik kertas yang tertempel di botol minumannya.

Morning,
I Love you,

Senyum sumringah benar-benar tak dapat ditahannya lagi. Ah.. Shyla, aku bisa gila karena mencintaimu seperti ini.

Hasrat hati memaksanya untuk menghubungi Shyla, tapi Ia malah hanya menatap layar ponsel.

"Bagaimana kalau Shyla lagi sibuk ya?? Tapi aku harus dengar suaranya. Bisa tak konsen nih. Haduh....." Reno mengacak rambutnya frustasi.

Tiba-tiba ponselnya berdering, menampilkan foto Shyla. Reno nyaris melonjak kegirangan, kalau saja Ia tak bisa kendalikan rasa senangnya.

"Hai Sayang, morning..." Suara Reno begitu bersemangat.

"Morning too honey..."

"Kamu kok pagi amat berangkatnya? Aku ketinggalan morning kiss"

Suara cekikan ringan Shyla dari seberang sana terdengar renyah di telinga Reno.

"Hari ini memang jadwalku pagi di rumah sakit. Lagian aku kan harus pulang dulu. Rindu sama Mama. Dan untuk morning kiss, kau selalu dapatkan itu sekalipun kau sedang terlelap."

"Really?"

"Yes Beb..."

"Wouw. Aku sungguh tersanjung. Tapi tetap saja aku tak sadar sama sekali. Itu membuatku menyesal setengah mati."

"Jangan berlebihan Ren. Aku hubungi kamu hanya mau bilang, sarapanmu sudah ku siapkan sekalian dengan bekal makan siang. Jangan biasakan pesan makanan serba jadi di luar sana. Pakaian kerjamu juga sudah ku setrika rapih sebelum berangkat."

Hati Reno menghangat, mengetahui betapa berharganya hidup yang Ia miliki bersama Shyla. Perhatian Shyla membuatnya melesat dari kesepian yang sebelumnya telah memenjarakan jiwanya.

"Hallo Ren... sedang apa sih, kok malah diam. Aku salah bicara ya?"

"Mencoba memelukmu dengan pikiranku. Aku diam karena harus mencapai hatimu saat ini juga."

"Dasar gombal. Ya sudah, kamu harus siap-siap ke kantor. Jangan lupa sarapan."

"Eh. Tunggu sayang..." Reno menyeringai mendengar helaan nafas Shyla di seberang.

"Kenapa lagi?" Suara Shyla pun manja di telinga Reno. Itu hal yang paling membahagiakan.

"La... ayo kita menikah. Aku benar-benar bisa mati kalau terus begini. Rasanya sekarang aku ingin berlari dan membawamu bersamaku, selamanya. Masa bodoh dengan tradisi yang ada. Cinta bisa patahkan tradisi kuno itu."

Shyla terkekeh mendengar perkataan Reno. Sedangkan Reno hanya mendesis kesal menahan rasa rindunya. Ia berusaha sewaras mungkin, demi mendamaikan logika dan hatinya. Jika tidak, satu-satunya cara adalah ikuti logika gilanya.

"Diam lagi. Ajak nikah kayak ajak beli mainan di pinggir jalan. Cinta memang bisa patahkan tradisi, tapi kau harus tahu bahwa tradisi itulah yang kemudian menjadikan Cinta terasa sakral."

Reno mengangguk, walau Shyla tak bisa melihat. Lubuk hatinya percaya apa yang dikatakan kekasihnya.

"Baiklah sayang. Aku akan bersabar. Lanjutkan pekerjaanmu. Aku juga harus bersiap-siap."

"Aku mencintaimu..."

"Aku lebih, lebih, lebih dan bahkan lebih mencintaimu."

Shyla tertawa kecil sebelum akhirnya Ia matikan telepon.

"Aaaaaaa..... Cinta macam apa ini....??? Kenapa aku sama sekali tak bisa jauh dari wanita tak romantis itu?? Shyla... kau benar-benar membuatku gila."

Reno mengerutuki dirinya sendiri. Hampir habis dayanya untuk menahan rindu itu. Rindu untuk selalu melihat Shyla setiap saat. Mendengar suaranya dan kapanpun itu ada Shyla di sampingnya. Kapanpun itu...

Semenjak dirinya jatuh hati pada wanita yang pernah Ia sebut tukang ojek, mati rasa untuk wanita manapun. Walau cantik bakh bidadari, tapi baginya kecantikan Shyla terlalu sempurna. Tak ada keindahan lain yang bisa Ia temui lagi. Beruntung aku memilikinya...

Reno berusaha sudutkan gambaran Shyla dari pikirannya tapi bukan dari hatinya, Kemudian melangkah menuju kamar. Saatnya Ia berdamai dengan realita. Pekerjaan, pekerjaan dan pekerjaan.
💕💕💕

(Di rumah sakit, tepatnya di ruangan Shyla)

Setelah satu jam lamanya Shyla berkutat dengan kedatangan para pasiennya, Ia pun memilih untuk mergangkan ototnya dengan berbaring di sofa. Punggungnya terasa perih, mungkin karena insiden dua hari yang lalu.

Waktu di mana Shyla ditugaskan untuk kondisi darurat dari departemen bedah. Hal yang sama sekali tak disangka-sangka. Kecerobohan asistennya yang membawanya pada pertemuan tak terduga.
Tapi hal itulah yang kini membuat Shyla alami cidera pada punggung. Shyla juga khawatir, jika Reno tahu. Sudah lewat dua hari kecelakaan itu terjadi tapi Ia belum cerita apapun pada Reno.

Tok

Tok

Tok

Shyla terkejut mendengar ketukan pintu ruangannya.

Siapa lagi ya??

Sambil meringis kesakitan, Shyla bangun dan berjalan menuju pintu. Saat tangannya hendak membuka pintu, tapi justeru pintu itu telah terlebih dahulu dibuka oleh tamu yang datang tanpa janji temu.

"Kamu???" Shyla terpaku tak percaya. Bagaimana bisa dia ada di sini??
Dan untuk apa??

"Hai La. Apa Kabar??" Pria itu mengulurkan tangan untuk berjabat tangan, tapi Shyla masih terpaku. Shyla seakan berada pada dua pilihan. Percaya dan ragu.

Ya Tuhan. Kenapa dia muncul kembali???

Duka DesemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang