Oh.. Ternyata 😦

40 1 1
                                    

Siapa pria itu??
Pasalnya shyla tak pernah menceritakan apapun. Juna merasa bahwa shyla semakin dewasa dan mulai merahasiakan masalah pribadinya.

Reno masih terlihat bingung. Ia berlari ke ruang administrasi lalu mengurus segalanya. Sedangkan shyla dan Juna beserta tim mempersiapkan ruangan operasi untuk segera mengambil tindakan atas pasien yaitu Pak Handoko Wijaya. Ayah dari pria yang sudah menuduhnya sebagai wanita penghibur. Shyla kembali merasa sedih sekaligus benci tapi ia menepis semua itu demi profesionalitasnya sebagai seorang dokter.

Juna mengernyitkan kening melihat shyla yang kesulitan untuk berlari. Bahkan kaki kirinya terpincang-pincang. Sesekali Shyla meringis kesakitan, yang membuat Juna khawatir. Ingin rasanya bertanya namun ia mengurungkan niatnya. Shyla pasti tidak akan menjawab, sebab ada hal yang lebih penting dari kakinya.
Tapi bagi Juna, Shyla lebih penting dari apapun. Juna menjadi kesal sendiri. Ia tak suka melihat Shyla terluka.

"Apa kamu baik2 saja??" Tanya Juna ketika Shyla berjalan keluar dari ruang ganti menuju kamar mandi untuk mensterilkan tangannya sebelum mulai operasi.
"Apa maksudnya?? Memangnya aku kenapa??" Shyla tak menyadari tentang luka di kakinya.
"Kakimu. Ada apa dengan kakimu??"

Oh astaga! Aku lupa. Siaal...
Seketika berhenti tapi ia kembali mencuci tangannya seolah tak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Dasar bocah keras kepala. Saat ini kamu bisa mengelak karena ada tugas yang lebih penting. Tapi setelah ini?? Kamu harus beri penjelasan tentang luka di kakimu itu. Jangan pikir aku bodoh. Luka itu serius."
Juna berlalu meninggalkan shyla dengan rasa yang bercampur aduk. Shyla kembali fokus kemudian masuk ruangan bedah.

"Kamu baik2 saja La?? Kakimu bisa menahan untuk berdiri dalam waktu yang lama??" Debby yang juga telah berada di ruang tersebut menjadi khawatir dengan kondisi sahabatnya.
Shyla hanya mengangguk.
Merekapun memulai proses pembedahannya terhadap Pak Handoko.

Reno terlihat tak tenang di depan ruangan bedah. Ia duduk, berdiri lalu duduk lagi kemudian berjalan mondar mandir tak jelas seperti seorang manusia yang kehilangan arah. Reno sungguh khawatir. Ia masih butuh ayahnya. Banyak hal yang ingin ia lakukan untuk sang ayah.

Reno pun memutuskan untuk lebih tenang kemudian duduk pada salah satu kursi yang telah tersedia. Pikirannya kembali terbayang pada kejadian saat berada di ruangan rawat ayahnya. Shyla dan Juna...

Bagaimana bisa keduanya berada di rumah sakit yang sama??
Shyla mengobati lukanya?? Atau untuk apa??
Lalu.. pria yang merangkul shyla ternyata seorang dokter??
Apakah mereka sepasang kekasih??
Apakah Juna tau pekerjaan Shyla yang sebenarnya?? Pria tua di apartemen itu... apakah Juna tau??
Shyla.. disaat seperti ini pun kau memenuhi pikiranku.
Siapa kamu sebenarnya Shyla??
Aku jadi takut dengan katA2ku waktu itu... lancangnya aku menyebutmu jalang. Apa aku melakukan kesalahan besar?? Ahh... Tuhan... bisakah aku mengetahui yang sebenarnya??

Reno kalut dan bimbang dengan apa yang telah terjadi. Semakin ia mengenal Shyla.. ia semakin takut. Dengan kejadian yang menimpa ayahnya, semua seperti menemukan titik terangnya. Tapi justru ada ketakutan yang menggrogoti jiwanya. Ia takut pada kebenaran yang ingin ia ketahui. Tiba2 ingatan Reno tertuju pada rekan bisnisnya yang waktu itu janji ketemu di lobi apartemen.

Reno mengambil ponselnya lalu melakukan panggilan pada wanita tersebut..

"Hallo Pak.. selamat siang.." terdengar jelas suara seorang wanita diseberang.

"Hallo bu.. saya minta maAf karena hari ini kita belum bisa bertemu. Ayah saya sedang sakit. Tapi Ibu bisa menyampaikannya lewat telpon. Saya juga ingin bertanya sesuatu.
Ibu ingin bicarakan tentang apa?"

Duka DesemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang