Berpikir keras

63 1 5
                                    


Apa yang harus di cari?
Teka-teki macam apa ini??
Ayah membuatku mencari sesuatu yang mustahil..
Rastanti? Nama itu kedengarannya kampungan. Apa wajahnya juga??
Ahh.. ini makin membuatku gila.
Tapi, aku lupa nama lengkapnya. Siapa ya dia??
Rastanti...
Pikiranku terlalu di dominasi oleh Ranum. Hingga memikirkan wanita lain saja rasanya otakku akan meledak..
🦅

Malam kian larut. Tapi Reno masih berkutat dengan pikirannya sendiri. Mencoba memecahkan teka-teki yang dilemparkan Ayahnya bagai hantaman baja tepat pada raganya. Detakan jarum jam terdengar seperti nyanyian kematian yang sesaat membuat Reno merinding. Akhirnya, dengan terpaksa Reno memejamkan matanya dan terlelap.
🍁

Pak Handoko terlihat telah rapi mengenakan kemeja silver khas seorang pemimpin yang begitu berwibawa. Dengan langkah mantap, Pak handoko menuju meja makan dan sarapan. Belum sempat mencerna dengan baik potongan roti yang pertama, Pak Handoko dikejutkan dengan langkah Reno yang kedengarannya seperti gerombolan tentara sedang berlatih baris berbaris. Pemilik perusahaan bergengsi Mega Tirta itupun hanya menggelengkan kepalanya mengetahui seperti itulah tingkah putra semata wayangnya. Reno jarang mengikuti ritual pagi di rumah besar itu yang tak lain adalah sarapan, setidaknya punya waktu untuk duduk berhadapan dengan ayahnya. Tentu saja hal tersebut terjadi saat Ranum meninggal dunia. Reno merasa segalanya hampa dan tak berharga.
Reno selalu berlarian naik turun tangga sebelum benar2 berangkat ke kantor. Ayahnya selalu bertanya kenapa bukan di lapangan saja atau dihalaman belakang rumah jika ingin berolahraga tapi jawabannya nihil. Reno selalu mengabaikan pertanyaan ayahnya. Itulah sebabnya, pak handoko hanya berdiam diri jika Reno mulai bertingkah aneh.
"Baiklah Ayah. Reno berangkat ke kantor. Reno naik taksi. Lagi tidak bersemangat nyetir."
"Tunggu!" Langkah Reno terhenti.
"Hari ini kamu Ayah ijinkan absen dari kantor. Kamu bebas kemana saja tapi jangan lupa memenuhi janjimu."
Wajah Reno kembali kusam mendengar parkataan ayahnya. Bukan kArena absen kerja melainkan kata janji yang diucapkan tanpa beban oleh boss dihadapannya ini.
"Ayah.. bukannya ini akan sia2? Reno tidak mau waktu Reno terbuang begitu saja hanya karena mencari gadis yang sama sekali aku belum kenal."
" Ayah punya fotonya. Memang foto lama, tapi itu bisa jadi petunjuk. Dibelakang foto itu ada alamat yang pernah mereka kunjungi terakhir kali setelah Hendra meninggal. Mungkin kamu bisa memulai pencarianmu disana." Reno membelalakan matanya tapi diabaikan oleh ayahnya. Reno mendesah dan berbalik menuju kamarnya. Saat langkahnya sampai pada anak tangga ke tiga, suara ayahnya kembali hentikan langkahnya.
"Ingat Reno.. kita punya hutang budi pada keluarga mereka. Jangan pikir kemewahan yang kamu nikmati sekarang adalah semunya hasil kerja keras Ayah sendiri. Ini juga adalah milik Hendra dan keluarganya. Saat ia kritis, Hendra memberikan semua asetnya pada ayah dan menitipkan keluarganya. Istrinya sumiati memang punya simpanan tapi Ayah tidak tau apakah itu cukup untuk hidup tanpa hendra. Ayah merasa bersalah karena terlambat mencari mereka. Ayah lebih banyak berdiam diri di kamar karena merasa kehilangan ibumu. Dan... waktu Ayah mengunjungi mereka, ternyata mereka telah meninggalkan kota ini. Saat itulah Ayah kehilangan jejak mereka."

Reno masih terpaku berdiri memunggungi Ayahnya tanpa bergeming.
"Ayah tau pasti kamu sangat keberatan. Tapi inilah satu2nya cara agar ayah bisa hidup tenang."
"Baiklah Ayah. Tapi Reno tidak janji." Masih memunggungi ayahnya.
"Tapi kalau memang tidak berhasil maka ayah harus terima kenyataan. Bahwa mereka tidak akan ditemukan." Pak Handoko tak membalas apapun, hanya diam menatap Reno melangkah penuh amarah menuju kamarnya.

💧💧💧💧💧💧💧💧💧💧💧💧💧💧💧
Hujan turun dengan derasnya. Seorang gadis mengendarai motor imutnya dengan kecepatan yang mampu membuat orang dibelakangnya bergidik ketakutan.
"La... jangan ngebut dong... bisa celaka kita.." Memeluk dengan erat tubuh ramping yang sedang bahagia melaju di bawah guyuran hujan.. gadis itu memang menyukai hujan.
"Huss.. Diam.. jangan berisik. Emang mau kamu kulempar di jalanan??"
"Dasar wanita kasar. Kalau pasienmu tau pedasnya mulutmu itu.. pasti semuanya tidak akan mau ditangani olehmu." Gelak tawa terdengar samar di hempas angin dan hujan yang datang beriringan.
"Gelar dokter cantikmu itu.. pasti dicopot tidak dengan hormat.." dan kali ini sahabatnyapun ikut hanyut dalam tawa yang sama sekali tak sesuai tempatnya.
"Emang masalah?? Pasienku itu semuanya dalam kondisi kritis yang ku tangani di ruangan bedah.. jadi tidak ada tuh yang namanya penilaian buruk pasien terhadap dokter bedahnya.. hahaha.."
"Dasar!!!"

La alias Shyla adalah seorang dokter bedah di sebuah Rumas sakit ternama di kota itu. Dokter muda nan cantik plus seksi membuat setiap mata tertuju tanpa berkedip. Shyla tidak suka menunjukan identitasnya. Walaupun ia seorang dokter tapi banyak yang keliru dengan penampilannya bila ia sedang berada di luar area rumah sakit. Pasalnya, disela2 tugasnya sebagai dokter, shyla selalu mengantarkan pesanan makanan ke pelanggan2 ibunya. Ya.. mereka punya usaha cathering yang tentunya kesehatan juga kualitas rasa begitu terjamin. Shyla begitu sederhana dan mencintai pekerjaannya. Ia sering mengunjungi sebuah panti tempat penampungan anak yatim piatu. Sekedar bercanda tawa, memeriksa keaehatan anak2 sampai membawakan makanan untuk semuanya. Dan.. kadang Ia harus menjelma menjadi seorang guru untuk mengajari anak2 panti. Begitulah shyla. Begitulah kehidupannya.

Please vote&comen💧💧💧

Duka DesemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang