"Hai Shyla. Apa kabar?" Lelaki itu masuk, tanpa permisi langsung memeluk Shyla. Hal itu membuat Shyla yang sedari tadi terpaku, sontak tersadar dan cepat-cepat mendorong tubuh kekar itu agar menjauh.
"Ada apa Shyla? Apa kau tidak merindukan aku?"
Shyla melirik kesal.
"Rindu? Apa kau tak punya malu? Untuk apa aku merindukan pria yang dulu pernah membuangku seperti sampah?"
"Maafkan aku Shyla. Aku tak punya pilihan lain."
"Cukup Rival. Aku muak melihatmu di sini. Sebaiknya sekarang kau pergi dari ruanganku"
Rival masih berdiri menatap wanita yang pernah menangis karena dirinya. Sudah lewat dari tujuh tahun, tapi sepertinya luka itu masih membekas. Ya, Rival adalah mantan tunangan dari Shyla yang sudah menjalin hubungan semenjak mereka berdua menuntut ilmu di fakultas kedokteran. Dulu, kehadirannya adalah saat yang begitu membahagiakan bagi Shyla. Dua orang yang begitu Ia percayai untuk jadi pelindung selain Sang Ayah yang telah meninggal dunia, adalah dirinya dan Juna. Namun segalanya hancur ketika hari pertunangan itu batal. Rival pergi di saat hari istimewa itu berlangsung. Dia memang sengaja pergi, karena belum siap dengan ikatan yang resmi. Itulah alasan mengapa Shyla begitu membenci Rival.
"Sudah tujuh tahun La, tapi kenapa kau masih membenciku?" Shyla membuang wajahnya menatap keramaian di luar sana melalui jendela. Hatinya perih, seperti luka masa lalu yang kembali tergores. Rintik hujan semakin menambah kegundahan itu.
"Aku mohon Rival. Tolong pergi dari sini." Shyla berkata lirih, memperlihatkan betapa dirinya masih belum bisa berada di dekat pria ini lebih lama lagi.
"Tapi Kay, aku merindukanmu. Aku hanya ingin berbicara denganmu saja. Tidak lebih".
"Maaf. Aku rasa kau telah salah paham saat pertemuan kita dua hari yang lalu. Semua itu adalah kecerobohan asisten pribadiku yang kemudian membuatku harus terima pertolongan darimu"
Shyla merasa kecewa pada dirinya sendiri karena tak punya keberanian untuk bercerita pada Reno, perihal kecelakaan yang Ia alami dan pertemuan dengan Rival, mantan tunangannya. Selama ini Shyla memang tak pernah menyinggung soal itu di hadapan Reno karena Ia berpikir bahwa hal itu tak penting sama sekali. Shyla sudah menguburnya dalam-dalam, sampai tak ada sisa untuk secuil kenangan pun.
Terlalu sakit bila diingat lagi. Perasaan cintanya hanya dianggap permainan dan tak lebih dari secarik kertas lusuh. Ia menangis, merintih dan berteriak dalam diam selama bertahun-tahun. Kemudian perlahan Ia bangkit, melanjutkan hidupnya. Disitulah hal tak terduga menghampirinya. Tuhan mempertemukannya dengan Reno, walau caranya sangat tak manis. Tuhan terlalu baik, karena menghadirkan lelaki hebat yang begitu mencintainya melebihi apapun.
Shyla tersentak saat ponselnya berdering.
Reno??
"Hallo Ren..." Shyla menjawab panggilan Reno yang menuai tatapan aneh sekaligus cemburu dari Rival.
Shyla terlihat mengangguk, memahami apa yang disampaikan oleh Reno. Alis Rival menukik penuh tanda tanya.
"Iya Sayang. Setelah dari rumah sakit aku ke apartemen kamu. Ada yang harus aku ceritakan"
Shyla mematikan ponsel, kemudian berjalan menuju pintu.
"La.. Apa kau mengusirku?"
Shyla menunjuk arah jalan keluar tanpa suara apapun.
Rival pasrah walau wajahnya tampak kecewa sekaligus tersinggung. Ia keluar, tapi langkahnya terhenti tepat di ambang pintu."Aku mungkin pergi sekarang, tapi aku akan datang kembali."
"Oya? coba saja." Shyla mendorong tubuh Rival dan menutup pintu kasar. Ia yakin pasti pria di luar itu sedang berdecak kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duka Desember
Storie brevicinta bukanlah rasa sepihak yang menyebabkan perpisahan. cinta juga bukan akhir dari penyesalan. cinta adalah penyatuan rasa yang mengarah pada kebahagiaan. Jika cinta adalah penyesalan maka itu bentuk dari keegoisan dan keangkuhan. Reno.. lelaki he...