Chapter 12

162 13 0
                                    


HappyReading(:

Malam ini Reta sedang duduk bersama oma diruang keluarga. Oma membelai lembut rambut Reta yang tiduran dipahanya. Dia tak merasa keberatan akan hal itu, bahkan dia yang sendiri yang meminta Reta tiduran dipahanya.

"Kamu tau sayang, setiap oma menatap mata hitam pekat kamu oma selalu merasakan kehadiran papi kamu di diri kamu" ujar oma lembut dan terus mengusap rambut Reta dengan penuh kasih sayang

"Mami dulu juga bilang gitu Oma, katanya mata Reta sama kayak mata Papi"

"Iya sayang, janji ya sama oma kamu harus jadi anak penurut dan tidak mengecewakan oma dan papi mami mu" katanya

"Reta janji oma, bakal buat bangga kalian semua. Reta juga janji sama pesan papi dulu" ujarnya tentu saja dengan menahan air mata yang sedari tadi menumpuk dimatanya

"Oma berkepikiran untuk membawa mu bersama oma, dan tinggal bersama oma"

"Jangan!" itu bukan suara Reta, melainkan Ariani yang baru saja pulang dari kantor

"Jangan Mah, jangan bawa Reta. Reta sekarang adalah tanggung jawab Ariani" ujarnya memohon

"Reta sudah aku anggap seperti anak kandungku sendiri"

Reta yang sudah terduduk disofa, segera merengkuh tubuh ibu tirinya itu. "Mama jangan takut ya, tempat Reta disini dan gak akan kemana-mana" ujarnya

"Awalnya aku meragukan dirimu yang bisa merawat Reta dan berlaku adil pada dirinya dan Kisya" ucap oma "tapi sekarang aku yakin, cucuku akan baik-baik saja bersama mu"

"Makasih oma" Reta memeluk oma dengan penuh kasih sayang

Dianak tangga, Kisya hanya bisa menatap nanar pemandangan di depannya saat ini. Awalnya dia ingin ikut bergabung, tapi entah mengapa saat melihat interaksi orang-orang itu hatinya mencelos sakit. Seakan kehadirannya tak dianggap. Dia tersenyum kecut.

'Lagi, lagi dan lagi' batin Kisya

---

"Lo sekarang gak bully si Reta lagi sya? Udah tobat atau apa nih?" tanya Felin

"Siapa bilang gue gak bully dia lagi? Gue bakal terus nyakitin dia tapi gak sekarang!" ujarnya penuh dengan kebencian

"Segitu bencinya lo sama dia Sya?" tanya Sandra

"Sulit buat gue jabarinnya betapa gue benci sama dia!"

"Tapi alasan utamanya apa?"

"Dia udah ngerebut kebahagiaan gue!" ujarnya "Dan dia juga yang udah bikin gue gak kenal yang namanya belas kasihan!"

Memory ingatan Kisya terlempar saat dulu ia berusia 10 tahun, lelaki yang disebutnya dengan panggilan Papi, melanggar janjinya untuk datang diacara sekolahnya. Kisya kecil hanya bisa menangis dan merasa kecewa pada papinya.

Papinya yang jarang pulang kerumah dengan beralasan pekerjaan, tapi ternyata dia bersenang-senang bersama keluarganya yang lain.

Papinya yang menolak keinginannya, tapi dengan mudah mengabulkan keinginan anaknya yang lain.

Mengingat itu semua rasanya Kisya sepertinya hatinya dipatahkan begitu saja oleh sosok lelaki yang seharusnya menjaga dan melindunginya.

"Kita gak ngerti Sya" Ica berujar jujur yang diangguki oleh kedua temannya yang lain

"Nanti kalian bakal tau dan bakal ngerti alasan dibalik semua ini. Tapi gak sekarang" ujarnya dingin

"Up to you baby"

AretaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang