Chapter 38

46 8 0
                                    

'Aku pikir setelah berada didekat mu rinduku akan berkurang, ternyata tetap saja, rinduku tak hingga pada sasarannya'

-Adera Syahnastasya

---

Setelah Olin meninggalkan kantin, Abel, Gabriel dan Dera melanjutkan kegiatan makan di jam istirahat mereka. Sesekali diselingi obrolan dan lelucon receh dari Gabriel.

"Der" panggil Abel. Dera yang merasa namanya dipanggil, mengangkat kepalanya melihat Abel "Iya Bel?"

"Emangnya insiden yang bikin lo vakum satu tahun tuh apaan?" tanya Abel sambil menyendokkan makanan ke mulutnya.

"Iya Der, gue juga penasaran deh" ujar Gabriel.

Dera menundukkan kepalanya sejenak dan menghembuskan nafas berat. "Sebenernya, apa yang dikatakan Harsen tadi bener. Aku kecelakaan hampir satu tahun yang lalu, dan mengalami koma yang lama"

"WHAT?! Jadi apa yang dibilang Harsen tadi bener dong?" Ujar Abel.

"Tapi Harsen bilang dia cuma nebak aja tadi, lagian gak mungkin Harsen tau. Aku aja gak kenal sama dia" Ujar Dera.

Abel mengangguk "Iya juga ya, ah udahlah gak penting itu dia beneran tau atau gimana. Yang penting sekarang kita makan dulu yang kenyang" ujar Abel dengar cengiran khasnya.

Gabriel menggeleng heran dengan tingkah Abel yang menurutnya menggemaskan. Dia mengacak pelan rambut Abel dan dibalas dengan cengiran manis dari Abel.

Hal itu tak luput dari penglihatan Dera. Dia iri melihat kemanisan Abel dan Gabriel, dia ingin juga merasakan hal seperti itu dari Faris. Tapi, untuk saat ini Faris terasa sangat jauh dari jangkauannya.

'Aku pikir setelah berada didekat mu rinduku akan berkurang, ternyata tetap saja, rinduku tak hingga pada sasarannya'

---

Disini, disebuah kamar rumah sakit di kota Amsterdam, ada seorang gadis yang baru saja terbangun dari tidurnya. Tidurnya yang cukup lama. Gadis yang kerap disapa Reta oleh orang sekitarnya, gadis yang selalu menampilkan senyum manis dari wajah cantiknya.

Hari ini Reta terbangun dari komanya, tentu saja hal itu adalah sebuah kabar gembira yang diterima oleh Oma nya. Betapa bahagianya beliau saat dokter mengabarkan jika Areta sudah sadar.

"Oma bersyukur banget kamu sudah sadar sayang" Ujar perempuan lanjut usia itu. Dia terus saja menggenggam erat tangan Reta dan mengelus lembut kepala cucunya itu.

Reta membalas ucapan Oma nya dengan senyuman. Lidahnya terasa kelu untuk bicara, sejak sadar tadi Reta tak banyak bicara, dia hanya mengangguk dan tersenyum sejak tadi. Dan hanya berbicara sesekali.

Setelah itu, hanya kesunyian yang menguasai ruangan itu. Reta hanya menatap langit-langit kamar rawatnya. Ada banyak sekali pertanyaan yang ingin dilontarkan pada Oma, tapi Reta terasa malas hanya sekedar untuk berkata-kata. Dia berfikir mungkin nanti atau besok dia akan bertanya pada Oma nya.

"Kamu kenapa diam saja, sayang? Biacara sama Oma apa yang kamu rasakan" ujar Oma.

Reta akhirnya memgeluarkan suaranya "Nanti saja Oma" balasnya.

Oma mengangguk paham dan mengerti, mungkin cucunya belum benar-benar stabil saat ini.

"Yasudah, kalau gitu Oma tinggal bentar gapapa kan? Oma ada urusan sebentar, nanti Oma kesini lagi" ujarnya, yang hanya dibalas dengan anggukan serta senyuman Reta.

Setelah memberikan kecupan dikening Reta, Oma berlalu keluar dari ruangan itu.

Selepas kepergian Oma, Reta mencoba bangun dari tidurnya dan duduk diatas brankarnya. Ditatapnya selang infus yang kini terpasang ditangannya, dan juga memegang selang oksigen yang terpasang di hidungnya.

AretaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang