Chapter 28

115 11 0
                                    

Disebuah ruangan yang usang, sepasang remaja sedang mendiakusikan sesuatu yang seperti 'rahasia'. Terlihat si wanita menatap layar hp yang memutar kan kejadian di lapangan sekolah mereka.

Dia mencengkram erat ponsel itu, lalu menekan tombol power sehingga layar hp redup. Sudah berulang kali dia memutar video itu, dan berulang kali pula amarahnya meletup-letup.

"Sampai kapan lo mau berdiam gini aja, Sya? Aksi lo kemaren aja cuma dianggap angin berlalu" si lelaki berujar pada si wanita yang ternyata adalah Kisya.

"Gue udah memulai, lo tenang aja. Tapi gue gak mau tergesa-gesa. Gue mau semuanya berjalan perlahan, tapi pasti" Kisya menjeda sebentar, lalu dia menyeringai. "Pasti menyakitkan" tekannya.

"Tapi yang gue lihat, lo kayaknya gak tega mau nyakitin adik tiri lo itu"

Kisya menatap tajam lawan bicaranya. Apa-apaan itu, opini dari mana itu. Dia saja tidak pernah menganggap Reta adiknya, jadi tidak ada rasa kasihan untuk dia.

"Lo kira gue peduli gitu sama dia? Sorry aja ya, sedikitpun gak ada kasihannya gue sama dia!"

Kisya melirik lelaki itu, "Bukannya lo yang suka sama dia, harusnya lo yang peduli dan kasihan sama dia. Itukan sebab adanya rencana ini, karena lo suka sama dia"

Lelaki itu menarik nafas dalamnya. "Ya, gue memang menyukai dia. Jauh sebelum si Faris suka sama dia! Tapi dengan sialannya si Faris rebut dia dari gue, jauh sebelum gue bertindak. Gue memang gak suka liat lo nyakitin dia, tapi gue pikir dengan cara itu dia bisa jauhin si Faris. Tapi dia terlalu batu" Dia mengepalkan tangannya erat "Makanya gue setuju aja dengan apa rencana lo, yang penting dia gak bahagia dengan Faris. Agar gue bisa milikin dia. Bahkan gue harus bermain curang gini di belakang mereka"

Licik. Terdengar licik memang ucapan si lelaki itu. Dia bermain topeng dibalik semua orang, munafik dengan berpura-pura tidak tahu apa-apa. Padahal dia dalang dibalik semuanya.

Kisya tersenyum sinis. "Gue gak peduli sih motif apa, atau lo munafik sama mereka. Yang pasti sekarang tujuan gue cuma satu, hancurin Reta. Bukan karena Faris, bahkan gue udah gak minat sama dia. Yang terpenting, mereka hancur dengan kesedihan"

"Gue yakin lo bisa laksanain semua rencana lo"

Kisya hanya tersenyum yang tampak seperti menyeringai.

'Let's to the game begin'

---

Reta sedang berada di kantin bersama Olin dan Abel. Mereka maaih saja cekikikan membahas kejadian tadi pagi. Pipi Reta berulang kali bersemu merah jika mengingat kejadian tadi.

"Sumpah ya Ta, gue gak nyangka sih Faris bisa senekat dan se sweet itu" ujar Abel.

"Aku aja gak nyangka, kalian juga sekongkol sama Faris ya" rajuknya.

"Elah, tapi lo suka kan? Ke sem-sem kan lo tadi sama si Faris?" Ledek Olin.

"Ih apaansih, b aja kok" Reta mengelak padahal jelas-jelas pipinya bersemu merah.

"Kamu sakit?" sebuah kalimat tanya yang tidak tau di lontarkan pada siapa dan siapa gerangan yang bertanya. Mereka bertiga serempak mendongak.

Ada Faris di sana, bersama Ikzan. Ekspresi ketiganya hanya melongo, karena tidak mengerti dengan ucapan ambigu Faris tadi.

"Si-siapa yang sakit?" Tanya Reta gugup.

Faris maju selangkah dan menangkup wajah Reta. "Wajah kamu merah gini, kamu sakit kan?"

Hening.

Dalam hitungan detik, suara tawa Abel dan Olin pecah. Tawa mereka mengundang tanya dari sepasang kekasih baru itu.

AretaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang