2. Treason

5.7K 460 59
                                    

Di kelas terlihat ada beberapa siswi yang sedang mengobrol ria. Mereka nampak begitu semangat membahas gosip yang sedang hangat-hangatnya dibincangkan seluruh siswa, tak ingin melewatkan, Iren- salah satu diantara mereka yang paling mencolok ikut menggunjingkan objek yang dimaksud, wanita centil itu sedari tadi heboh membicarakan tentang Glenn yang katanya mempunyai hubungan lain selain dengan Neraca- yang notabennya adalah teman sekelasnya sendiri.

"Emang pantes lagi si Glenn selingkuh sama si Fanny Fanny itu, wong dia cantik juga. Sedangkan si Neraca? hellooow-" Iren mengibaskan rambutnya, wanita dengan make-up tebal itu terus mengompori teman se-gank-nya. "Dia sakit jiwa!"

Siska. Wanita hitam manis itu membulatkan mulutnya, merapikan bandananya sejenak, wanita itu terlihat dari sorot matanya tidak begitu menyukai Neraca yang berada satu kelas bersama dengan dirinya. "Iya. Orangnya aneh. Gue nih kalo gak ngehormatin si Glenn, males kali ngomong sama tuh orang, girls." Katanya sengit sembari bercermin lagi.

"Di kelas juga diem aja, heran gue tuh!" Febby menyahut, wanita bermata bulat itu tersenyum kecut. "Si Glenn kayaknya buta bisa suka sama si Neraka!"

"Neraca, Feb." Iren meralat, Febby acuh mengedikan bahu. "Kalo bukan manfaatin uangnya, ogah gue juga jadiin dia temen." Mereka semua terbahak senang, lalu menoleh bersama saat melihat wujud yang sedang dibicarakan datang memasuki kelas.

"Serangga dateng!" Febby berbisik pelan, wanita itu terkekeh bersama ketiga temannya. Kini, Neraca sudah berdiri diantara mereka dengan senyum tulusnya yang lugu seperti biasanya, wanita itu sungguh tak mengetahui sebejad apa jika Iren and the genk  itu sudah membicarakannya di belakang selama ini.

"Hei, Ner.." Iren sang ketua menyapa seperti biasanya, dengan senyuman palsunya wanita itu melangkah lalu merangkul Neraca sok akrab. "Gue turut berduka cita ya atas meninggalnya nyokap lo." Memasang wajah sok sedih, Iren diam-diam berdecih jijik di belakang Neraca.

"Sorry.. kita sekelas juga gak bisa ngelayat," Siska berucap tak enak, tangan wanita itu pura-pura mengelus bahu Neraca. "Mereka semua pada sibuk katanya."

"Iya," Febby kali ini yang berbicara, wanita itu mengangguk membenarkan. "Katanya mereka males, Ner." Lanjut wanita itu seenaknya, Febby memang sengaja berbicara demikian.

Malas?

Neraca berkedip. Apa katanya? Wanita itu tidak salah dengar 'kan? Mereka semua malas padahal hanya sekedar ngelayat demi berbela sungkawan terhadapnya?

Memejamkan mata sejenak, perlahan Neraca menghela napas tenang. Mencoba tak memikirkan dan terus positif thinking, Neraca perlahan mengangguk maklum seraya kembali tersenyum tulus. "Iya, aku ngerti kok."

Selalu seperti itu. Neraca selalu memaklumi sikap teman sekelasnya yang selalu mengacuhkan dirinya. Yaa, mau bagaimana lagi? Sudah diajak bicara begini juga Neraca sudah merasa bahagia tiada terkira. Neraca memang tidak ada teman dekat, itulah kenyataannya.

"Aku laper nih," Iren melepas rangkulannya, tangan wanita itu sengaja memukul pelan perutnya. Menyorot Neraca dengan senyuman palsu andalannya, wanita itu secara tidak langsung memberi isyarat pada wanita itu untuk meminta ditraktir seperti biasanya.

"Iya oke, aku ke kantin sekarang."

***

"Bro, gimana hubungan lo sama si Fanny?"

Glenn menendang kuat bola ke ujung gawang. Pria itu sejenak menghela napas kemudian berbalik demi duduk di samping Raka- siluet yang tadi berbicara kepadanya.

"Aman." Kata Glenn singkat, Raka terkekeh seraya menyesap kembali rokok di tangannya.

"Sama si Neraka?" usil. Raka menahan tawa saat Glenn menoleh memberinya tatapan tajam.

"Baik-baik aja!" meski kesal, Glenn tetap menjawab pertanyaan sahabatnya. Pria itu kemudian menunduk, melihat bungkusan rokok yang sudah hafal pasti ini kepunyaan Raka, Glenn di sana hanya mampu geleng-geleng kepala. Pria jangkung itu memang tak pernah kapok, sudah pernah ketahuan juga tapi masih saja merokok di area sekolah.

"Mau coba?" Glenn mendongak, pria itu menyorot rokok serta wajah Raka bergantian. "Bisa bikin lo tenang lho, sumpah!" walau pada awalnya ragu, Glenn akhirnya mengulurkan tangan demi menerima seputung rokok dari Raka.

Dan woosh~ tanpa sadar, Glenn telah melanggar janjinya terhadap Neraca.

"Kapan lo mau putusin si Ner, Glenn?" Glenn memejamkan mata saat mendengar Raka kembali membuka suara, "dia bergantung hidup lho sama lo, yakin bisa ninggalin si Neraca, lo?

"Kenapa enggak?" Glenn membuka mata, pria sipit itu tersenyum kecil di sana, "Fanny lebih oke juga dari si Neraca."

Raka tertegun. Pria jangkung itu menoleh menyorot Glenn bingung. "Lo udah tiga tahun lho jalan sama dia," kata Raka mencoba menyadarkan. "Si Ner, bener-bener gak akan ketolong, Glenn, semisal lo pergi ninggalin dia gitu aja!"

"Kenapa harus gue sih?" ucap Glenn dengan raut menderita, pria itu merasa tertekan juga sebab Neraca tak pernah bisa jauh darinya. "Kenapa Neraca percaya sama gue sampe segitunya?"

"Jawabannya simpel. Ya karena dia sayang."

Glenn mengepalkan tangan erat, pria itu merasa pecundang, itu sebabnya kini ia merasa dilema serba salah karena gagal menjaga kesetiaannya. Glenn melanggar janjinya terhadap Neraca, Glenn terbawa suasana, dan Glenn pasti tak akan pernah termaafkan jika masalah ini sampai ketahuan olehnya. Oleh ... Neraca kekasihnya.

"Kalo gak bisa putusin Neraca. Putusin Fanny aja kalo gitu," Raka mencetus gemas, Glenn ini memang maruk ingin memilih dua-duanya. "Lo gak bisa milih keduanya, Glenn. Inget! Orang serakah itu pasti berujungnya petaka. Hidup lo gak akan tenang karena lo terus-menerus berbohong kaya gini 'kan?"

Glenn membuang kasar rokok di tangannya, pria itu kemudian mengusap frustasi rambut berantakan miliknya. "Gue masih cinta sama si Neraca.." lirihnya nalangsa, kembali Glenn memejamkan rapat mata. "Kita udah bayangin masa depan kita juga, tapi gue.. malah mengkhianatinya, gue gak bisa cinta Neraca apa adanya!"

Meringis pilu. Glenn tidak bisa membayangkan hancurnya Neraca saat nanti tahu tentang segalanya. "Gue.. gak bisa kalo harus putus sama dia."

Raka menyorot Glenn malas, pria itu bingung memikirkan cara pandang dari seorang Glenn ini bagaimana. "Yaudah. Putusin Fanny aja. Hubungan lo baru jalan beberapa bula-"

"GUE GAK BISA JUGA!" Glenn memotong cepat. Raka hanya menganga, pria itu speecless mendengar Glenn menjerit persis orang kesetanan. "Gue gak bisa putusin Fanny karena gue udah tidur sama dia, Raka!"

***

Dukung cerita dengan meninggalkan vote dan komentar.

Am I ? (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang