3. Secret

5K 420 21
                                    

Banda Neraca. Wanita manis yang memiliki perasa berlebih terhadap sekitar itu memang sudah menemani Glenn selama tiga tahun belakangan. Namun, Neraca berbeda. Walaupun wanita itu sudah lama menjalin hubungan dengan Glenn, Neraca tak bisa menjadi sosok pasangan seperti pada umumnya. Neraca sakit, wanita itu bermasalah dengan mentalnya. Neraca pun depresi, itu sebabnya ia selalu menjaga jarak dengan suasana ramai. Neraca tak bisa menemani Glenn kemana-mana, wanita itu juga lemah daya tahan tubuhnya, itu sebabnya selain sekolah dan rumah masing-masing, mereka memang jarang berjalan-jalan ke luar batas lingkungan.

Mengerti. Awalnya Glenn mengerti. Namun, semakin hari pria itu merasa jenuh dan kesepian. Neraca juga kadang sering membatalkan rencana mereka, seperti yang terjadi waktu itu, Neraca lagi-lagi tak mampu menjadi sosok kekasih yang sebenarnya untuk Glenn, alasannya ya tadi- karena wanitanya itu sakit-sakitan. Yaa tentu, Neraca memang tak senormal orang-orang.

"Sendirian lagi, hm?" Glenn menoleh, pria itu ternyata tidak sadar melamun lagi. "Ada pacar tapi kok gue ngerasa lo kayak jomblo ya?" Fanny tersenyum, wanita yang mengenakan dress hitam itu kemudian duduk di samping Glenn yang terlihat begitu semrawutan.

"Si Ner gak bisa dateng lagi?"

Glenn memejamkan mata, pria itu perlahan menghembuskan napas berat. "Dia sakit." Kata Glenn pelan, pria itu seperti sudah kehilangan semangatnya, "lagian tempat rame kayak gini gak cocok buat Neraca."

"Terus yang cocok buat dia tempat seperti apa?" Fanny bertanya tenang, wanita itu kembali mengulum senyum manis ke arah Glenn di sana. "Kuburan? Yang sunyi, senyap, terus jauh dari orang-orang? itu 'kan Glenn, tempat kesukaan dia?"

Glenn menoleh kilat, pria itu merasa tidak terima atas ucapan lancang Fanny barusan. "Come on, Glenn." Kata wanita itu lagi sambil terkekeh geli, "lo normal, kalian itu berbeda!"

Mengatur napas tenang, Glenn memilih bungkam tak menghiraukan Fanny yang sedang berceloteh seenaknya. "Walau gue kenal si Neraca dan ibu gue temenan baik sama ibunya, gue gak keberatan kok kalo lo mau cari cewek lain lagi." Fanny kembali tersenyum, perlahan tangannya pun terulur, wanita itu semakin mengembangkan bibir karena merasa Glenn tak menolak saat ia sentuh. "Banyak cewek lebih baik di luaran sana yang bisa kasih segalanya buat lo. Gue misalnya.."

Glenn sontak menoleh, pria tampan itu tertegun menyorot Fanny bingung. "Gue cinta sama lo, Glenn.." katanya jujur, "gue bersedia menjadi nomor dua, dan gue bersedia memberikan apapun yang gak bisa Neraca lakukan."

Glenn berkedip dua kali, mulut pria itu juga sempat terbuka namun kembali tertutup lagi. Glenn dilanda dilema, pria itu juga ingin merasakan seperti pasangan-pasangan di luar sana.

Glenn.. benar-benar-

"Gue.. bisa kasih lo segalanya."

***

Pertemuan kala itu, sungguh Glenn sangat menyesalinya. Saat pembicaraannya dengan Fanny malam itu, mereka akhirnya sepakat memutuskan menjalin hubungan di belakang Neraca. Mereka juga terikat perjanjian, hubungan mereka berdua itu benar-benar dirahasiakan. Tapi, walaupun begitu mereka saling menguntungkan, Glenn bisa merasakan kasih sayang seutuhnya, dan Fanny merasa menang karena wanita itu memang benar cinta.

Sampai..

Entah ada apa malam itu, yang jelas Glenn telah kehilangan imannya separuh, Glenn tak sadar membawa Fanny tidur saat mereka liburan bersama-sama lima bulan lalu.

Glenn merutuki dirinya, berkali-kali pria itu mengumpat menyadari sudah begitu jauh tingkah yang sudah ia lakukan. Glenn menyesal, pria itu benar-benar sudah mengkhianati Neraca. Glenn sudah memberi tanda kepada wanita lain, Fanny sudah ia rusak dan tidak mungkin ia bersikap pecundang berpikiran untuk meninggalkannya. Terlebih, Glenn juga sadar jiwa telah melakukan hubungan intim bersamanya.

Glenn.. nemang pria biadab. Pria itu harus sadar diri untuk bisa mengakui kesalahannya.

"Glenn.." pria itu tersentak, segera menurunkan pandangannya ke bawah, Glenn mengulum senyum saat mendapati Neraca sedang bersandar ke dadanya. Btw, Mereka sudah pulang sekolah sekitar tiga puluh menit yang lalu.

"Hm?"

Neraca bergerak gusar, wanita itu mengangkat kepala kemudian menyorot Glenn serius di sana. "Entah ini cuma perasaan aku atau gimana, yang jelas.. aku kok ngerasa kamu beda, ya?"

Terbatuk. Cepat-cepat pria itu menelan saliva gugup. "Aku beda gimana?" ucap Glenn mencoba tenang, Neraca berkedip lalu membuang pandangannya.

"Kamu sekarang gak pernah protes lagi tentang waktu ke aku!" kata wanita itu dengan wajah pura-pura cemberut. "Aku bingung ngadepinnya, Glenn. Kadang, aku juga ngerasa harus senang atau sedih ya nanggepinnya?" menyorot kembali Glenn di sana, Neraca akhirnya terkekeh pelan menyadari ucapannya yang begitu ambigu di telinga.

"Aku.. " suara Neraca terdengar parau, wanita itu sejenak menelan saliva kemudian tersenyum kepada Glenn yang masih mematung saja. "Takut kamu jenuh dengan keadaanku, aku takut Glenn juga pergi ninggalin aku."

Lihat. Wanita itu sungguh rapuh, Neraca itu sudah bergantung hidup, Neraca mulai ketakutan menyadari sikap Glenn yang kapan saja bisa menjauh. Karena Neraca ... tak punya tempat lain lagi, Neraca tak mempunyai teman untuk mengeluh, Neraca benar-benar merasa hampa saat ditinggal sang ibu. Selain Glenn- tentunya, wanita itu mungkin tak bisa pulang untuk mengadu. Tapi kini, keadaan justru tak memihak bahagia namun berbalik sendu.

Neraca.. hanya tinggal menunggu waktu untuk bisa lebur. Pengkhianatan Glenn pasti membuatnya hancur.

"Aku sayang Glenn.." pria itu menahan napas saat tiba-tiba tubuh rapuh itu menubruknya, "aku mau sehat, supaya bisa temenin Glenn jalan-jalan."

Deg.

Air mata jatuh. Glenn menahan sesak sambil terus mengeratkan dekapannya di tubuh tak berdaya itu. "Aku udah mulai mau nemuin Dokter Reno langsung," Neraca mulai bercerita, wanita itu terlihat begitu nyaman dipelukan Glenn kekasihnya, "katanya, mental aku mulai membaik. Obat aku juga dosisnya mulai dikurangin, aku juga jarang berhalusinasi, aku udah mulai nyenyak tidur dan gak pernah kebangun tengah malem lagi."

Jeda. Sejenak, Neraca menutup matanya rapat seraya menghembuskan napas panjang. "Aku mau cepet sembuh demi, Glenn. Aku juga mau bahagia dengan hidup lama bareng, Glenn. Jadi, untuk alasan apapun itu, kamu harus sabar, oke?" mendongakkan kepalanya, Neraca tersenyum hangat sambil mengelus sayang pipi Glenn di atas wajahnya.

"Aku.. benar-benar cinta kamu, Glenn. Kamu mau sabar 'kan nunggu aku sembuh?" Glenn terpaku. Pria itu merasa tercekik dengan pengakuan jujur wanita itu. Glenn harus bagaimana? Saat keadaan perlahan membuatnya mati kutu. Glenn merasa tak pantas dihujani kasih sayang tulus seperti ini, Glenn sudah menghancurkan segalanya, pria itu lambat laun pasti menoreh luka di hati wanitanya.

Tersenyum pedih di sana, Glenn menghela napas lalu pria itu mengangguk meng-iya-kan perkataan Neraca. "Pasti. Aku pasti sabar menunggu Ner sembuh-" karena setelah kamu sembuh, aku tak perlu khawatir saat kamu justru yang memilih menjauh.

***

Am I ? (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang