12. Crush

3.5K 319 12
                                    

"Ces, maafin.."

Yohana membuang muka. Damai cemberut, masih terus menggoyangkan tangan sang Bunda. Yohana pun melotot, lalu dengan sadis menghempas tangan Damai yang sejak tadi tak mau diam.

"Sakitnya.." Damai mulai drama, pria itu mempunyai ide untuk memukul-mukul dadanya sendiri mencoba mencuri perhatiaan dari Yohana, merasa sia-sia, Damai beranjak membuntuti sang Bunda saat wanita gaul itu terlihat akan ke luar dari kamarnya. "Jangan kibarin bendera perang dong. Ahh, Mama..."

Yohana mendadak tuli, wanita beranak satu itu sama sekali tak menghiraukan rengekan Damai. Ia masih merasa kesal sebab putranya itu melanggar janjinya, wanita itu hanya trauma pada sepeda motor yang bulan lalu nyaris membuat Yohana gila. Yaa, waktu lalu Damai- anak satu-satunya yang dianggap berharga dihidupnya hampir tiada karena kecelakan yang dialami putranya di tempat balapan liar.

"Incess.." Damai kembali memanggil tengil, bibir pria itu mengerucut lucu saat sang Bunda masih memasang benteng permusuhan. "Ces.. kamu tau, diammu itu bagai racun mematikan dalam hidupku."

Merasa geli sendiri, Damai cengengesan tak tahu diri.

"Mama.."

Masih tak ada sahutan. Damai mendesah merana sambil terus menggaruki kepalanya.

"Mama.. please! jangan marah."

Yohana menghentikan sejenak kegiatannya, sebenarnya ia sedang mati-matian menahan tangisan.

"Oke, fine! aku salah." Yohana menghela napas. Wanita itu menutup sejenak mata saat merasakan putranya mendekat. Damai memang tidak apa-apa saat tadi jatuh dari kendaraan, tapi tetap saja, bagi Yohana sensasi itu masih terus terasa mendebarkan. Lagi pula, Yohana ... benar-benar phobia terhadap darah. "Aku gak apa-apa. Liat geh Ma, Damai gak ada luka."

Damai menyentuh lembut tangan wanita yang paling ia cinta di dunia, lalu .. pria itu tersenyum seraya mengecupi bertubi-tubi tangan sang Bunda. "Aku sayang banget sama Mama. Aku gak akan pernah ngulangin keselahan yang kedua. Lagian aku gak punya siapa-siapa juga di dunia, Damai janji akan lebih sayang diri sendiri demi Mama."

Wanita dengan lipstik merah itu membuang pandangan ke sembarang arah, Damai tersenyum lalu merengkuh Yohana saat Bundanya perlahan mengeluarkan isakan. "Mama takut Damai mati." Bibir itu bergetar, Yohana semakin kencang meraung di dada sang putra, "kejadian itu masih terus terngiang-ngiang, Mama trauma, Mama takut ditinggal pergi, Damai."

"Gak ada yang bakal ninggalin Mama." Damai mengecup pelipis sang Bunda, mencoba menengkan. "Damai minta maaf. Janji gak akan ngulang. Udah ahh, jangan nangis lagi, kalo Mama gak berhenti nangis nanti Damai yang sedih. Mau emang liat anak yang paling coolnya nangis kejer?"

Yohana terkekeh, memukul pelan bahu Damai, wanita itu mengurai dekapan lalu menyeka cepat air matanya. "Janji gak akan ngulang?"

Damai tersenyum seraya mengangguk antusias. "Janji."

Yohana tersenyum manis. Damai di posisinya merasa sebentar lagi pasti ada aura yang tak mengenakan. "Pokoknya Damai harus dihukum." Kata sang Bunda dengan memasang wajah pura-pura galak, Damai mencibir seperti biasanya, namun setelahnya tetap mengangguk meng-iya-kan permintaan Yohana, "nanti di sekolah kamu harus promosiin cake Mama ke temen-temen, jual juga sekalian ke kantin Nek Diah. Oke, sayang. Makasih ya?"

Tuh 'kan?

Damai berkedip, pria itu cengo memasang wajah bodoh. "Mama lagi ngeluarin rasa baru, nanti kamu rayu supaya mampir ke toko juga, ya?"

Yohana beranjak santai setelah tadi menepuk pipi sang putra. Damai di sana hanya mampu mendesah pasrah. Sebenarnya bukan kali pertama jika Damai harus menuruti permintaan sang Bunda seperti berjualan di sekolah. Tapi, masalahnya sekarang Damai kembali ke sekolah tidak sendirian. Apa tidak apa-apa jika nanti Neraca tahu Damai itu tukang merayu setiap disuruh untuk mempromosikan dagangan.

Am I ? (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang