22. The Star

2.2K 191 3
                                    

Pulang sekolah.

Suasanya bagi Bintang tetap sama. Selama menjadi siswa nomor satu di sekolah, Bintang selalu disibukan setiap harinya.

Ahh iya.. pria itu baru ingat juga. Hari ini akan ada rapat untuk acara tahunan. Tahun ini Bintang lengser jabatan, mengingat statusnya yang kini kelas XII, Bintang ingin diakhir menjabat ia dipandang takjub sebagai siswa satu-satunya yang membagakan.

Kali ini.. ia harus berusaha keras. Acara ini pun salah satunya ingin ia persembahkan sebagai kenangan-kenangan. Mengingat hanya dalam hitungan bulan saja Bintang bisa berada di lingkungan sekolah, untuk itu ia harus lebih berusaha.

Memicingkan netra saat hendak memasuki ruangan rapat, di jarak beberapa meter ia menangkap siluet yang akhir-akhir ini kerap membuatnya penasaran. Sosok dingin yang jarang sekali menatap hangat sekeliling, si pendiam yang tak banyak tingkah selama menginjakan kaki di SMA Semesta. Namun, dengar kabar yang beredar, siluet cantik itu mendadak menjadi buah bibir setelah kedekatannya dengan salah satu siswa yang cukup terkenal di sekolah terungkap.

Banda Neraca, ya?

Bintang berkedip seolah sadar akan situasi. Bagaimana.. dalam acara tahunan kali ini Bintang melibatkan Damai nanti?

Pria receh itu cukup memiliki pesona yang lumayan menjual, jika Bintang mampu menghidupkan aura ekskul seni yang sepi sepeninggal anggota kebanggannya memilih berhenti.

Apa itu tandanya Bintang akan menjadi satu-satunya yang terbaik di masa jabatannya yang nanti habis?

"Gue.. harus bisa narik Damai ikut andil."

***

Damai berhenti berjalan, merasa jengah dengan sosok di belakang yang sungguh betah mengekorinya. Berbalik, Damai mencabik gemas. Memalukan. Jadi, sedari tadi mereka berjalan seperti bocah TK yang tengah bermain kereta-keretaan.

"Kalian.. ngapain, sih?" kata Damai seraya menatap jengkel mereka bergantian. "Lo lagi Gala, ngapain sih masih ngikutin gue?"

Sadar akan posisinya, Bintang tersenyum sumringah, memiliki posisi paling depan di antara Cakra-Samudra-serta Nilon, Ketua OSIS itu tiba-tiba bertepuk tangan membuat wujud di belakangnya hampir saja terjungkal.

"Njer! Gue kaget, Kak." Kata Cakra seraya menepuk dadanya- lebay. "Ngapain Damai lo tepukin, emang dia burung yang kebelet kawin?"

Ketua OSIS itu terlihat berseri-seri. Damai di posisinya mengerutkan dahi, pikirannya melambung, melayang tinggi. Ahh, Bintang ini ... terlihat mencurigakan sekali.

"Lo mah kagetan, Cak. Kayak aki-aki tau gak." Samudra ikutan bersuara, pura-pura buta tak melihat Damai yang wajahnya mulai memerah. "Ini kereta kita udah sampe Surabaya?"

Seperti biasa. Percakapan mereka mulai ngelantur-ngelor-ngidul tak ada ujungnya.

"Kalian ngapain ada di kubu si Gala?!" Damai bertanya garang, mereka- selain Nilon justru semakin cengengesan. "Sini!" Memberi sorot perintah, Damai pun melotot pada temannya yang masih saja tidak peka.

"Sini dong." Damai mulai drama. Nilon di posisinya terlihat membuang napasnya- ia mulai lelah. "Jangan kau tusuk-tusuk aku dari belakang."

"SYALALALALA..." Sorak Cakra dan Samudra bersamaan.

Dengan begitu saja, mereka semua terbahak-bahak. Jika saja ada lomba lawakan tergaring sedunia, Nilon yakin para sahabatnya ini pulang membawa piala.

"Kalian emang kocak, sama kalian gue gak bisa berhenti ketawa." Bintang berusaha menegakan posisinya, yang lainnya nampak bingung memperhatikan sang ketua. "Kalo The Boysworld kekurangan personil, gue mau nih ikutan audisi. Boleh?"

"Eleh. Eleh. Eleh." Damai geleng-geleng sambil mengangkat tinggi telunjuknya, "Gak usah pansos deh lo Paketua, buruan lo mau apa dari tadi ngikutin kita?"

Bintang nyengir. Tentu, tidak mungkin ia yang seorang siswa nomor satu, yang setiap hari sibuk berkutat dengan waktu, tiba-tiba berlagak sok asik dengan terus mengikuti geng koplak yang mungkin untuk sebagian orang waras akan berpikiran hanya membuang waktu.

"Ngg.." Pria penuh kharisma itu menggaruk tengkuk, satu-persatu wujud di belakangnya perlahan berpindah haluan. Pria itu kian kikuk, merasa terintimidasi sebab Bintang kini berdiri sendirian. "Gue masih nunggu jawaban penawaran minggu lalu. Lo.. mau 'kan main musik di acara tahunan sekolah kita?"

"Gak mau." Damai menjawab cepat, ketiga temannya yang berdiri sejajar saling berpandangan. "Gue itu udah gak bisa, tangan gue mendadak kriting kalo pencet-pencet tuh piano lagi, Kak."

Bintang mengangkat sebelah alisnya. Kak? Tumben sekali Damai bersikap sopan. Apa ini artinya pria itu benar-benar tidak bisa?

"The Boysworld nari-nari kek, apa kek gitu." Tak kehilangan akal, Bintang terus merayu. "Mau, ya?"

"Kagak!" Damai berseru sewot. "Apaan nari-nari emang gue anggota ekskul senam ritmik?"

Ketua Osis itu terlihat cengengesan. Damai di posisinya mendengkus lalu mengimbuhkan. "Jadi.. jawaban gue tetep sama. Mon maap, bye."

Damai memutar tumit, Bintang segera menghadangnya dengan sedikit berlari. "Damai.. gue mohon pikirin." Ketua OSIS itu berucap serius, Damai berdecak lalu melipat tangan di atas dada. Menjadi tampan memang selalu saja merepotkan. "Lo pecinta alam 'kan? Rencananya acara tahunan kali ini kita mau adain di pegunungan, sekalian camping."

"Lha terus apa hubungannya?"

"Gue mau tahun ini sensasinya beda!"

Damai terperanjat, begitu pula dengan ketiga kawannya. Pelan-pelan pria itu melirik wajah memerah sang Ketua, Bintang murka sebab dibantah. Damai  menggaruk tengkuk- kian cengengesan. "Ya biasa aja dong, Paketua. Gak usah ngegas."

Lagi. Bintang menarik napas panjang. Memejamkan sejenak matanya, ia tentu harus lebih sabar. "Sorry." Ketua OSIS itu membasahi bibir bawahnya. "Gue cuma minta kerja sama dari kalian. Tahun ini gue lengser jabatan, gue mau sedikit kasih kenang-kenangan dengan mengadakan sebuah acara terakhir yang dipenuhi dengan kemeriahan."

"Gue tahu lo ngerasa keberatan." Kali ini Bintang menatap Damai lekat, "tapi kali ini.. gue bener-bener minta bantuan."

"Kenapa harus gue? Kenapa gak minta tim musik aja, sih. Setahu gue ekskul seni masih berjalan. Ya gak, Nil?"

"Hah?" Nilon yang merasa terpanggil mengejap. Pria itu berkedip saat Bintang justru mengalihkan atensi penuh kepadanya. Nilon mulai merasa tak enak, walau bagaimana pun dulu Bintang pernah menjadi partner kerjanya. "Oh itu, kayaknya sih iya."

Nilon nyengir canggung. Cakra dan Samudra justru terlihat bingung.

"Lo itu terlalu obsesif sih, Paketua." Kata Damai seraya nyengir tanpa dosa. "Gila pandangan orang-orang, lo selalu ingin terlihat sempurna."

Damai mengulum sunggingan lebar.

"Gak usah terlalu memaksakan. Semampunya dan sebisa lo aja. Lo.. tetep Paketua penuh kharisma, dan lo tetep hebat di mata mereka semua."

Bintang berkedip. Apa maksudnya?

"Kantung mata lo item, jangan banyak pikiran." Damai menepuk bahu Bintang- prihatin. "Lo Ketua, lo punya anak buah, so.. gak usah ngerasa bahwa lo selama ini sendirian."

Damai terbahak lalu berjalan begitu saja diikuti para sahabatnya. Baru beberapa langkah, ia kembali membalikan tubuhnya, sesaat mata Bintang beradu tajam dengan retinanya. Damai kian terbahak-bahak. "Dasar gila jabatan!"

***

Aku tahu mungkin di antara kalian ada yang mulai suka Bintang 'kan? Haha

Am I ? (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang