48. Hallo, Goodbye.

2.8K 168 12
                                    

Cakra tidak menyerah. Lagipula pria itu berbeda dengan Bintang, ia ingin tetap selalu ada, sekalipun usahanya ini, ia persembahkan untuk yang terakhir kali.

"Loh ... Cakra?"

Pagi-pagi sekali, ia sudah berdiri kokoh di depan rumah Neraca. Sang punya kawasan terkejut saat membuka pintu, apalagi dengan penampilannya yang sekarang, Cakra ...terlihat sungguh berbeda.

"Siapa, Nang?!"

Dari dalam rumah, seseorang berteriak, bola mata Cakra melebar. Tunggu, pagi-pagi begini, Damai sudah berada di rumah sang kekasih?

Apa-apaan mereka ini? Hubungan mereka layaknya suami-istri saja. Oke, Cakra mulai menunjukkan aura iri-dengki di sana.

"Anu-" Neraca terlihat masih terkejut, "Damai, yang datang teman kamu!" Lalu gadis itu berteriak, Cakra menggaruk kepalanya- santai.

"Teman aku, siapa?" Damai menghampiri mereka, lalu saat menangkap sosok Cakra yang tak biasa, pria itu terbatuk-batuk- merasa sama terkejut. "CAKRA RAMBUT BULE LO, MANA?!" Kata Damai syok, pria itu menatap tak percaya sahabatnya yang kini telah memangkas habis rambutnya.

Cakra cengengesan, pria itu sudah menyangka bahwa reaksi sahabatnya pasti berlebihan. "Gimana penampilan baru gue, sahabat?" Tanyanya tengil, Damai masih terpaku. "Keren gak?"

"Cak, lo ada masalah apa?" Damai berucap serius. "Ini sebenarnya lucu banget, tapi saking kagetnya ngelihat lo botak, usus gue sampe mau pindah ke paru-paru loh, Cak."

Neraca yang mendengarnya mendengkus, gadis itu menyikut perut Damai- sang tunangan. Harusnya jika ingin bercanda, Damai bisa tahu situasinya.

"Becanda, sayang." Damai nyengir, pria itu cengengesan lalu memeluk gadisnya- singkat. Cakra melihatnya berdecih, masih pagi sudah pamer kemesraan begini. Sial sekali.

"Gue gak ada masalah. Ini harusnya gue yang heran, kenapa lo pagi-pagi di rumah Neraca?" Cakra mengalihkan, pria itu memasang wajah curiga. "Gue sungguh kecewa, Dam."

"Yaa, elu yang salah, ngapain juga pagi-pagi begini di depan rumah tunangan orang? Bintitan baru tahu rasa!"

"Lo ... kumpul kebo, ya, sejak kapan?"

"Sembarangan!" Damai berujar sewot, Cakra cekikikan. "Enggak kumpul kebo, gue ... cuma kumpul sapi aja."

"YEEEE!"

Mereka selain Neraca tertawa, gadis itu hanya mampu geleng-geleng kepala. Seperti biasa, kegesrekan mereka memang tak sedap dipandang. "Btw, kenapa kamu pagi-pagi ke rumahku, Cakra?"

Cakra terdiam, pria itu berdehem- singkat. "Ayo, kita jenguk Ubby di rumah sakit, Ca." Neraca tertegun, pria itu tersenyum- lembut. "Ayo, hari ini kita piknik sama-sama."

"Tapi, Ubby udah gak mau dijenguk lagi." Kata Neraca menjelaskan, "katanya ini demi kesehatan dia juga, Ubby gak mau banyak pikiran."

"Gue mohon..." Cakra melirih, padahal sudah semalaman ini ia menangis. Namun, jika menyinggung soal Rubby hatinya sungguh teriris. "Hari ini, Rubby terakhir tinggal di sini."

Neraca memang mengetahui, jika Rubby akan melanjutkan perawatannya di luar negari. Namun, itu hanya sementara, Rubby pasti akan kembali secepatnya. "Dia ... bakal tinggal di Amerika dengan keluarganya. Rubby gak cuma perawatan, dia bakal pindah ninggalin kita semua."

Deg.

Netra Neraca membola, gadis itu sungguh tak tahu. Rubby ingin pindah? Dan gadis itu ... tak ingin mengatakan apa-apa kepadanya?

"Sebenarnya ... dia sakit apa?" Rubby adalah sahabatnya yang berharga, bagaimana pun jika gadis itu ingin pergi tanpa mengucapkan sepatah kata, jelas Neraca akan marah. "Yang aku pikirkan, gak benar 'kan, Cakra?"

Am I ? (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang