33. The Memory Of That Day

1.7K 170 15
                                    

Neraca tetap bergeming, wajahnya menunjukkan raut tak percaya. Damai merasa jijik terhadapnya, Damai membentaknya bak orang kesetanan, pria itu mencerca tanpa memberi waktu Neraca untuk menjelaskan, dan lebih teganya ... Damai tak peduli jika Neraca malu sebab kini ia jadi bahan tontonan orang-orang.

"Apa yang lo lakukan?" Damai menekan setiap nada kalimatnya, "APA YANG SEBENARNYA LO LAKUKAN, NERACA?!"

Gadis itu memejamkan rapat netra saat Damai kembali bersuara keras, air matanya berjatuhan, tangannya mengepal menahan sesak di dada. Apa yang ia perbuat sehingga Damai begitu marah, sedangkankan di sini Neraca sama sekali tak berbuat salah.

"Lo ... benar-benar kekanakan!" Neraca terisak-isak lagi, namun Damai tetap menatapnya muak penuh mengintimidasi.

"Venus di mana?!" Samudra tiba-tiba berlari ke arah mereka, pria itu terengah-engah, wajahnya diselimuti ketakutan. "Dam, Venus di mana?!" Saat Damai menunjuk ke dalam hutan, pria itu segera beranjak diikuti Nilon demi bisa segera menemukan sang pujaan.

Sebenernya sudah ada anak-anak lain juga yang mengikuti Venus ke dalam hutan, jadi Samudra tak perlu khawatir. Namun, pria itu tak bisa tenang, sebab Samudra sudah keduluan risau mendengar kekasihnya bertengkar dengan persoalan Damai di dalamnya. Ini yang ia takutkan, akhirnya Venus terluka sebab berani mengutarakan cinta. Sahabatnya bersitegang, Neraca juga menderita.

Aish...

Samudra mempercepat gerakannya, di perjalanan matanya memburam, ia tak bisa membayangkan, ternyata selama empat tahun ia ikut andil dalam trauma kekasihnya.

Meninggalkan Samudra yang memasuki hutan, Damai menghela napas saat Neraca tetap terisak dan sama sekali tak memberi tanda-tanda ingin bicara. Pria itu mengepalkan tangan lalu memegang dada- menahan nyeri, hatinya ... mengapa sakit sekali melihat Neraca menangis?

Berusaha menepis perasaannya, Damai berbalik untuk menyusul Samudra agar bisa segera menemukan Venus di hutan. Di tengah-tengah keramaian, Glenn mengepalkan tangannya- membentuk tinju. Hatinya murka, berani sekali Damai memperlakukan Neraca sebegitu kasarnya.

Si brengsek itu memang tak berperasaan.

Glenn yang hendak menghampiri Neraca tertahan, gadisnya itu berucap begitu lantang saat Damai mulai pergi meninggalkan, "kalo kamu berani ke hutan, aku anggap pertunangan kita selesai."

Semua yang di sana tercengang, begitu juga Damai yang langsung menghentikan langkahnya. Pria itu berbalik spontan, ditatapnya Neraca begitu lekat. "Aku gak berbuat salah. Kalo kamu ke hutan demi mencari gadis itu, aku anggap juga kamu sudah menentukan pilihanmu."

Suasananya kembali meradang, bisik-bisik di sekitar mulai bermunculan.

"Dam." Cakra memanggil risau, pria itu mentatap sekelilingnya, "apa gak sebaiknya lo tetap di sini, Neraca bener-bener lagi emosi." Mencoba memberi pengertian, tangannya justru ditepis. Cakra tertegun saat kembali melihat rahang sahabatnya mengeras- menahan amarahnya.

"Oke." Neraca menahan napasnya, tangannya bergetar saat dengan mantap Damai kembali berbalik demi melanjutkan langkah. "Kita selesai."

***

Semua orang membicarakannya, Neraca kini menjadi bahan gosip dikalangan siswi sekolah SMA Semesta dan Bentala. Antar sekolah tersebut itu pun bertukar informasi, bahkan ada siswi yang mengatakan kejadian itu pernah terjadi.

Mereka akhirnya mengetahui fakta, bahwa Neraca adalah murid pindahan dari sekolah saudaranya, semuanya tak mengira juga, jika ternyata dulu ia adalah mantan kekasih Glenn Daxalle.

Rasa empati terhadapnya pun berbeda-beda, ada yang mengunjingnya malang, sebab Neraca seperti keluar dari kandang buaya, malah kini kembali masuk ke kandang singa- binatang yang sama-sama buasnya, ada yang mentertawakan juga, sebab diam-diam ternyata selama ini tak senang Neraca menjadi tunangan idolanya.

"Kita taruhan nih, berani gak?" Salah satu siswi nyentrik SMA Bentala berucap, "kalo dulu putus sama Glenn si Ner kabur, sekarang putus sama Damai si Ner kabur lagi gak, hayo?" Mereka semua tertawa, kejadian pertengkaran waktu lalu menjadikan siswa-siswi dua sekolah itu saling akrab, mereka berkenalan saling bercakap ria.

"Kalo boleh tahu, dulu sama Glenn ketua kalian si Aca putus kenapa?" Perwakilan dari sekolah SMA Semesta bertanya, obrolan ngelor-ngidul mereka pun semakin seru saja.

"Alesannya sama." Kata siswi itu sambil bercermin, lalu ia berbisik, "sama-sama karena orang ketiga."

Mereka yang siswi sekolah SMA Semesta menyerengit, si siswi Bentala beserta genk-nya itu pun tertawa.

"Kasihan, ya." Yang lainnya berkomentar, "padahal si Aca gak banyak tingkah orangnya."

Sementara itu di tenda sebelahnya, ada gadis lain yang mendengar percakapan seru tadi dengan raut yang pucat pasi. Neraca memutar-mutar tutup botol obatnya, tangannya sedari tadi tremor parah. Keringat dingin membanjiri sekujur tubuhnya, ia kembali menangis di atas lututnya.

Sakit sekali, Tuhan.

Rubby dan Lentera yang melihatnya pun hatinya ikutan sesak. Sahabatnya dipermalukan, Neraca kini menjadi buah bibir orang-orang. Perlahan Rubby- gadis berambut pendek itu mendekat, ia memegangi bahu sahabatnya. "Aca ... gue tadi pingsan." Kata gadis itu serak, tiba-tiba saja air matanya jatuh mendengar isakan Neraca yang semakin kencang, Lentera di sana pun bungkam, gadis itu juga meneteskan air matanya. Turut menangis untuk sahabatnya. "Karena gue kurang sehat, pulang sama gue, yuk." Lalu Rubby memeluknya, betapa merasakan sakitnya hati Neraca saat pria yang ia percaya justru memilih pergi meninggalkannya.

"Karena yang sakit boleh bawa temen untuk nemenin perjalan pulang, Aca mau anter Ubby, kan?" Gadis itu tak menjawab, Neraca hanya terus menangis kencang. Betapa beruntungnya ia mempunyai teman, Neraca kini jadi tak merasa sendirian.

***

"Era kok lo egois, sih?" Samar-samar Neraca mendengar percakapan, hari sudah petang, berkat obat yang tadi ia makan gadis itu ketiduran. "Sekali aja, Ra. Kasihan si Aca."

"Tapi, aku gak bisa kalo gak sama Ubby." Lentera mulai berkaca-kaca, "aku juga udah putus sama Nilon. Kalo gak ada Ubby, aku ... takut."

Rubby berdecak, mereka sedang membicarakan siapa yang akan mengantar dirinya pulang. Lentera salah paham, ia tiba-tiba merengek tak tahu tempat, gadis itu marah dan tak setuju jika Rubby pergi diantar Neraca. Apa jadinya nanti ia sendiri di sini, sejak insiden tadi pagi sudah dipastikan jika tidak ada Neraca, Lentera yang nanti dibully. Neraca takut, selama ini ia tenang karena Rubby selalu menjaganya, dari awal ia memang tak suka acara seperti ini, tapi gadis perkasa itu memaksa agar ia ikut berpartisipasi. Jika sudah begini, apa ia masih bisa disebut egois?

"Lo gak ngerti, Ra. Maksud gue ngajak Aca buat yang nemenin tuh kasian, dia terus-menerus denger omongan gak bener dari orang-orang." Rubby masih sabar memberinya pengertian, namun Lentera justru menangis membuat ia serba salah.

"Si Aca juga kenapa buat masalah, sih." Katanya sambil terisak, Neraca yang sedari tadi melihat mereka dari tenda, mundur selangkah. Ia tercengang. Kehadiran dirinya memang menyulitkan orang-orang.

"Kok Lo ngomong gitu?!" Rubby membentaknya, Lentera semakin menangis kencang.

"Aku gak peduli!" Akhirnya mereka bertengkar, Neraca menghela napasnya- sesak. "Ubby ... aku bener-bener takut sendiri."

Gadis perkasa itu membalik tubuhnya- marah. Mengapa Lentera tega berucap demikian, persahabatan selama ini dia kira apa? Ia benar-benar kecewa, Rubby juga khawatir jika ia pergi nanti, apa Lentera nanti tak lagi dibully?

Aish...

Kini, hatinya yang merasa sesak. Jika dulu ia menantikan saat-saat seperti ini, Rubby justru sekarang khawatir. Ia sekarang ingin hidup, ia kini menemukan alasannya. Sahabat, orang yang mengejarnya, orang yang ia cinta. Ahh, mengapa sekarang  penyakit ini membuatnya tak berdaya.

Ck, semesta memang gemar sekali bercanda.

***

Hi, hallo, annyeong!
Incess kembali:)

Jadi, begini, guys. Seneng tau karena sebelumnya ada readers yang excited, jadi aku dapet feel buat lanjut. Pertahankan, ya, suport akunya wkwkw. Aku tuh selain liat MV ² mellow, baca komen yg enjoy berkat story yang aku buat ini bisa bikin feel buat nulis juga loh ternyata:v karena hatiku lemah gaessss, gabisa kalo dirayu² /plak *apasii

Okay. Dukung cerita dengan meninggalkan vote serta komentar, ya, see u soon.

Am I ? (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang