39. lnstinct

1.8K 167 5
                                    

"Hm, nanti Glenn kabarin lagi, oke?"

Di ujung sana Damai mencibir, merasa terabaikan saat Bundanya justru lebih menyambut Glenn ketimbang dirinya.

"Ahh, gak perlu jemput. Aku ikut pihak sekolah aja." Glenn mendongak saat Yohana datang dengan membawakan makanannya, pria itu tersenyum lalu mematikan sambungannya. "Terima kasih makanannya, Ma."

"Sama-sama anak ganteng, makan yang banyak, hm?"

Damai melotot, pria itu merajuk, dengan kuat ia menggeser piring sehingga menimbulkan suara bising. "Mama, ngapain sih bawa tuh anak ke sini..."

Yohana mengerutkan dahinya, di sana Damai terus saja mengujami Glenn dengan tatapan mautnya. Glenn terkekeh lalu sengaja meledek sang kakak tiri dengan menjulurkan lidah.

"Lo~"

"Hey." Kalimat Damai tertahan, Yohana melerai sang putera yang terlihat ingin memulai keributan. "Ini anak satunya Mama, habis pulang dari rumah sakit kok sensi?"

"Anak satunya? Di sini cuma aku yang anak Mama!" Kata Damai sewot, Yohana menggelengkan kepala lalu santai berbalik demi menggambil susu coklat. "Pokoknya Damai gak setuju, kalo si cunguk ini nginep di sini!"

"Kok ngatur?" Glenn tertawa tanpa suara, mata pria itu menyipit meledek Damai yang hendak meledak. "Inikan rumah Mama, suka-suka Mama dong."

"Mama kok gitu!"

"Kamunya yang terlalu kaku." Damai mencebik, Yohana tertawa lalu mengelus surainya penuh sayang. "Jangan cemburu. Bagi Mama, Damai tetep nomor satu."

Glenn memperhatikan Ibu dan anak tersebut, walau Damai masih cemberut, pria itu tetap mengangguk. Diam-diam Glenn tersenyum, lalu lebih memilih melanjutkan makan malamnya itu.

***

Di kamar, Damai masih was-was, pria itu masih terjaga serta berjaga-jaga dari Glenn yang masih terlihat sibuk berkutat di meja belajar miliknya. Damai memperhatikan punggung adik tirinya, tatapannya menerawang, sepertinya ini terasa De Javu, kegiatan memperhatikan Glenn diam-diam yang sedang belajar begitu tak asing, Damai merasa sepertinya dulu ia kerap begini, apa mungkin itu terjadi saat mereka masih sama-sama tinggal serumah?

Ahh ...

Memory masa kecilnya ... tak ada yang diingat. Satu-satunya yang Damai ingat, hanya saat pria itu memutus hubungan dengan ayahnya. Dan juga ... Glenn yang kerap usil mengganggunya.

Damai menunduk, ia memperhatikan garis tangannya, sesaat tatapannya terlihat kosong, sekelebat canda tawa mengganggu fokusnya, Damai berkedip saat sesuatu menimpai kakinya. Ia mengangkat wajah, lalu menemukan seringai menyebalkan di sana.

"Dasar anak setan!"

Glenn tertawa, mulut Damai jika kepadanya memang sadis serta kejam. "Lo yakin ... Si Ner kemarin jatuh sendiri bukan didorong orang lain?" Kata Glenn serius, Damai berkedip seraya menegakan posisinya.

Mengapa tiba-tiba Glenn membahas masalah Neraca?

"Hm." Damai membenarkan, "kata Cakra, dia emang gak sengaja jatuh ke jurang. Aca juga udah bilang sama pihak sekolah."

"Oh, begitu?" Wajah Glenn terlihat ragu, mencoba tersenyum, ia lalu memutar kembali kursinya, "gue lega kalo emang penjelasan itu keluar dari mulut Ner langsung."

"Kenapa lo tiba-tiba pengen tahu?"

Glenn terdiam sebentar, ia memperhatikan layar laptopnya yang menyala. "Gue ... cuma khawatir, karena kemarin lihat teman satu kelompoknya keluar dari kamar Ner. Apa mereka deket di sekolah? Ner punya banyak teman?"

Am I ? (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang