Licik

21.1K 971 4
                                    

Meski terbangun pagi harinya di tempat tidur yang berbeda, keduanya merasakan perasaan yang sama.

Kosong.
Setiap hari.

Austin menghindari memikirkan tentang Elaine, sedangkan Ioanis hanya memikirkan pekerjaannya.

Ioanis menatap handphonenya. Mengingat isi chat dari Austin semalam.

Austin : Keep it professional.

Tapi tak ada niat sedikitpun dibenak Ioanis untuk membalasnya tentang itu. Yang Ioanis berikan hanya jadwalnya untuk bertemu Austin. Untuk pekerjaannya, untuk perusahaannya.

Ioanis mengenakan blus berwarna biru tua, dan pergi ke restaurant yang sudah disediakan sekretarisnya untuk meeting bersama Austin.

Keduanya bertemu dan saling memalingkan wajah. Meski ternyata mereka menggunakan pakaian yang warnanya sama. Sungguh kebetulan.

"Ngapain kamu ngikutin aku!" bentak Ioanis tiba-tiba. Membuat Austin bingung, bahkan sekretaris Ioanis jadi memperhatikan Austin. Jadi Austin memutuskan untuk diam dan mengalah pada Ioanis.

"Selamat pagi Austin, senang bertemu denganmu." kata Lesley memecahkan keheningan diantara mereka.

"Senang juga bertemu denganmu Lesley, kau terlihat cantik hari ini." Austin tersenyum manis, membuat Lesley tersipu malu.

Ioanis mendelik kesal, entah kenapa dia merasa kesal. Laki-laki ini menolaknya mentah-mentah dan malah merayu wanita lain dihadapannya.

"Ada kabar baik apa hari ini?" tanya Austin.

Lesley bergerak, memberikan beberapa dokumen yang harus dibaca oleh Austin. Austin membolak-balikkan kertas, membacanya dengan seksama.

Ada desahan napas lega dari Austin.
Karena dalam dokumen ini, Ioanis menyetujui untuk menjadi investor di perusahaannya yang nyaris jatuh hancur.
Meski banyak terms and condition yang agak sulit Austin penuhi, termasuk dalam hal pembagian keuntungan. Mau bagaimana lagi, Austin harus siap dengan keadaan ini. Ioanis memang licik, itu kenapa dia bisa kaya raya dan berkuasa.

"Jika ada keberatan, bisa didiskusikan langsung." kata Lesley sambil tersenyum.

Austin berdeham, mencari-cari sesuatu yang sekiranya bisa dia ganti untuk menguntungkan dirinya sedikit.

"Aku mau, jika ada sengketa, diajukan ke Arbitrase Internasional. Supaya adil. Tidak perlu melibatkan Pengadilan."

"Bagaimana Miss?" tanya Lesley.

"Setuju."

Austin kembali membalik lembar demi lembar, "Bisakah keuntungan menjadi fifty-fifty?"

"No. 70-30."

"60-40?" tawar Austin.

"Deal."

Austin menghela napas sedikit lega.

"Mengenai balik nama, aku tidak setuju. Ini perusahaan milik ayahku, jadi aku tetap ingin perusahaan ini atas nama Natanov Corp."

"Kau jangan licik. Taktikmu terlihat bodoh  Natanov."

"At least namanya jangan diganti?"

"Deal."

"Rahasiakan dari ayahku?"

"Deal."

Lesley sibuk mencatat berbagai revisi yang disepakati oleh mereka berdua.

Austin menenangkan dan berusaha memberanikan dirinya, "Ioanis, aku sangat berterimakasih karena kau mau membantuku, sebenarnya aku sangat berharap kalau kau gak membeli perusahaan ini." Austin berusaha memohon karena Ioanis bersikeras untuk membeli perusahaannya.

"Lesley, bisa tinggalkan kami sebentar?" kata Ioanis. Lesley mengangguk dan meninggalkan mereka berdua. Seperti dejavu, hal ini sudah pernah terjadi.

Setelah Lesley keluar, Austin kembali tegang. Apalagi yang akan Ioanis minta dari dirinya? Sex lagi?

"Aku setuju." kata Ioanis membuat Austin sedikit terkejut.

"Tapi bisakah kamu memberiku apa yang kumau?"

"Apa? Sex?" tanya Austin memutar bolamatanya. Kesal. Namun Ioanis malah tersenyum.

"Temanmu, Dimitri." jawaban Ioanis membuat Austin nyaris muntah.

"Kau mau apa darinya?"

"Tubuhnya." jawab Ioanis to the point.

"Aku berhak untuk tidak setuju kan?"

"Baiklah. Aku juga berhak untuk tidak setuju kan atas permintaanmu tadi?" Ioanis tersenyum manis, merasa menang melihat Austin yang kebingungan.

"Cih. Wanita licik." dengus Austin.

"Kalau begitu, kamu saja."

"Tidak akan."

"Baiklah, Dimitri oke kok."

"Dia sudah punya istri." jawab Austin.

"Lalu? Aku selalu bisa mendapatkan apa yang aku inginkan kok?"

"Not me."

"Kau naif Austin."

"Kenapa begitu?"

"Pura-pura jual mahal. Padahal sama saja. Murahan. Sama dengan laki-laki lain."

"Jelas aku tidak akan menyerahkan Dimitri. Kau lupa? Kalau kau pacarku?" Ioanis mengerutkan dahinya karena pertanyaan Austin.

"Pacarku? Lalu untuk apa kau panggil Elaine ke mansion-mu?"

Pernyataan Ioanis membuat Austin kalah telak dan terdiam. Jika dipikir-pikir, Austin ceroboh karena sudah jelas Ioanis akan mengetahuinya karena Austin memang tinggal sementara di mansion yang disediakan Ioanis.

"Kau diam? Kenapa? Malu?"

Austin membuat gerakan tiba-tiba. Meraih rahang Ioanis dan menatapnya lekat-lekat. Hingga hanya tersisa beberapa milimeter jarak wajahnya dan wajah Ioanis.

Ioanis reflek menahan napas, terkejut. Sempat terpikir olehnya bahwa Austin akan menciumnya. Namun tidak.

"Jika itu maumu, silahkan. Datang saja ke mansionku nanti malam. Apa perlu sekarang saja kita lakukan?"

Ioanis diam, "Cih. Menjijikan."

Austin mendorong wajahnya kasar, "Berkacalah."

Hati Ioanis terasa nyeri mendengar itu. Austin mendekatkan bibirnya ke telinga Ioanis dan membisikkan sesuatu. Hal itu membuat Ioanis terdiam.

"Bajingan." gumam Ioanis.

Austin berjalan menuju pintu, "Lesley, silahkan masuk. Aku ingin kau mencatat ini."

"Baik Austin."

"Natanov Corp, akan tetap atas nama Austin Natanov sebagai Presiden Direktur. Rapat pemegang saham berikutnya, aku akan mengusulkan nama Ioanis sebagai Direktur Keuangan."

Setelah selesai, Ioanis menandatangani kontrak barunya, begitu juga dengan Austin.

"Senang bekerjasama denganmu, my lady. Kuharap kita jadi melaksanakan kencan kedua kita nanti malam." Austin mengedipkan sebelah matanya.

Ioanis menatap Austin tanpa senyum, "Sampai bertemu nanti malam, sayang."

Dia menyadari, meski posisi Austin lemah, dia tetap mematikan. Ioanis terlalu meremehkan Austin.

Bagaimana Austin bisa tahu hal yang paling ia sembunyikan?

"Bagaimana kabar si orang Perancis? Hendrick Pierre? Apakah anakmu Ayana tahu kalau ibunya masih hidup?"

Terngiang-ngiang pertanyaan itu di kepala Ioanis, membuatnya pusing setengah mati.

Ioanis menyadari bahwa Austin benar-benar licik. Bahkan masih bisa memanfaatkan kelemahannya meskipun keadaannya sedang terhimpit.

Hanya Tonya yang mengetahui tentang Hendrick dan Ayana. Sekarang Austin juga tahu. Dan Ioanis tak berkutik ketika diancam.

Messed Up(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang