Bukannya semakin sembuh, tubuhnya semakin bereaksi. Menggigil semalam suntuk. Meracau, mengigau. Segalanya disebut oleh Ioanis dalam tidurnya.
Austin jadi tidak ada pilihan lain selain menemaninya. Tapi pikirannya dipenuhi oleh Bella. Sudah 2 minggu Bella ditinggal di mansion dalam keadaan sakit pula. Austin mulai menjambak rambutnya sendiri. Seharusnya dia biarkan Bella mati supaya saat seperti ini dia tidak ada beban. Ingin menyelinap untuk menghampiri Bella, namun keadaan Ioanis tak kunjung membaik. Dan untuk membawanya ke rumah sakit adalah hal yang sangat beresiko.
Dengan tatapan datar, Ia memperhatikan wajah Ioanis. Ini akibat percintaannya yang terakhir, karena Ioanis menyodorkan silet kepadanya. Austin langsung kehilangan kesadarannya untuk tidak menyakiti Ioanis. Pikirannya jadi kacau melihat wanita itu merintih kesakitan sekarang. Austin diam-diam menyesal juga menyeret Ioanis dalam kegiatan sexnya yang berbahaya. Memang semestinya dia dari awal menjaga jaraknya dengan Ioanis.
Bodoh Austin!
Gerutunya sambil memukul kepalanya sendiri.Lihat dia sekarang.
Terkapar tak berdaya.
Pura-pura tegar, berlagak kuat.
Padahal fisiknya sendiri mulai lelah."Sakit..." Ioanis mendesis setiap kali berpindah posisi.
"Aku akan bersihkan, setelah itu kau bisa tidur lagi." kata Austin membuka pakaian Ioanis. Dia membersihkannya secara rutin, menggunakan alkohol.
"AAH!" berkali-kali suara melengking itu menggemparkan ruangan ini saat alkohol mengenai lukanya. Tubuh yang menggigil lemah langsung berubah menjadi gemetar hebat menahan nyeri. Wajahnya merah padam. Air matanya begitu deras, sekuat mungkin berusaha menahannya.
Hati Austin serasa diremas setiap kali Ioanis menjerit kesakitan. Ia tahu Ioanis sebenarnya tidak kuat menghandle rasa sakitnya.
Selesai Austin membersihkan lukanya, Ia langsung memeluk Ioanis yang menangis tersedu-sedu.
"Sakit.. Sakit sekali. Seluruh punggungku rasanya seperti terbakar." katanya.
Bulir air mata Austin tak sadar turun.
Entah kenapa. Dia hanya membalasnya dengan pelukan dan ciuman. Untuk menenangkan Ioanis."It's okay baby. It's okay." katanya menepuk lengannya perlahan.
"Bagaimana.. kalau kita ke rumah sakit?"Pertanyaan Austin membuat Ioanis langsung mengangkat dagunya, "Apakah tidak apa-apa?"
"Hm?"
"Maksudku... banyak bekas luka ini. Aku takut nanti dokterku curiga. Kau bisa dalam bahaya."
Dalam keadaan seperti ini pun dia masih memikirkan keadaan Austin.
Austin bergeming. Dia bingung.
"Coba kau hubungi Andrei."
Austin melempar tatapan kesal pada Ioanis, "Kenapa harus Andrei???"
"Kau akan tahu nanti." jawabnya.
Akhirnya Austin pun menyerah. Dia mencoba untuk menghubungi Andrei. Austin heran kapan mereka pernah punya waktu berbicara? Bukankan selama ini dia dan Ioanis selalu bersama? Sepertinya Ioanis tahu banyak tentang Andrei.
Nada sambung mulai terdengar, tapi Austin begitu gugup.
"Hello beautiful, can I help you? Kau sudah memikirkan tawaranku ya?"
"Tawaran?" Austin mengerutkan dahi sambil melirik Ioanis, dia berjalan menjauh. Tawaran apa?
"Ah! It's you. Kau nakal sekali memakai nomornya untuk menghubungiku." begitu Andrei menyadari bahwa dia tak berbicara pada Ioanis, bahasanya berubah. Nada bicaranya pun berubah jadi sedikit tidak formal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Messed Up(END)
RomanceTerbelunggu dalam kebiasaan menghisap darah untuk mencapai klimaksnya, seorang CEO muda Austin Natanov nyaris bangkrut dan menghancurkan perusahaan keluarganya demi membiayai pengobatan dan terapi untuk kelainan seksualnya itu. Satu-satunya yang bis...