Gugup

12.2K 764 18
                                    

*AUSTIN'S POV*

"Keluar kau!" Ioanis membanting seluruh barangku keluar dari kamar hotel.

"Dasar laki-laki tidak punya perasaan!"

Wanita gila!
Aku cuma bisa terperangah dan memaki Ioanis dalam hati.

Tak lama kemudian ada seorang petugas hotel datang dan memberikanku kartu akses.... kamar?

Aku mengerutkan dahi.
Dia mengusirku, tapi membukakan kamar baru untukku?

"Ioanis..." aku mengetuk pintu kamarnya beberapa kali.

Kenapa dia jadi bertindak seperti anak kecil begini?
Aku memangnya salah bicara?
Bukannya memang dia sendiri yang setuju pacaran karena ingin hal itu? Ingin sex?

"Apa!" tiba-tiba dia membuka pintu.

"Kau kenapa?"

"Masih berani kamu bertanya???"

"Aku gak mengerti!"

"Kamu menyakiti perasaanku." jawabnya lirih.

Aku langsung terdiam.
Mungkin aku memang tidak seharusnya asal bicara mengenai pernikahan palsu itu hanya supaya Liam berhenti mencurigaiku.
Aku memang seharusnya menghargai perasaannya dan tidak mementingkan kepentinganku sendiri.

Aku bergerak merengkuh tubuhnya.

"Aku akan tidur di sofa. Maafkan aku ya?' tanganku bergerak sendirinya, mengusap pipinya.

Ioanis diam, tidak bereaksi.

"Kau.. jangan seperti ini padaku..." katanya.

Aku ingat dia tadi bicara begini juga sebelum kami berangkat ke butik milik temannya.

"Kenapa? Apa kau tidak suka?"

"Nanti... aku...." dia tidak menyelesaikan.
"Ah! Pokoknya kau tidur di sofa dan mulailah berbicara."

"Bicara apa?" aku bingung sendiri dengan ucapannya.

"Apa saja. Tentang pekerjaan, tentang Elaine, tentang keluargamu, apa saja! Yang penting kamu bicara sampai aku tidur." jawabnya kasar.

"Lalu kamar ini?"

Ioanis menoleh, melirik kartu akses di tanganku, "Terserah. Kupikir kau butuh waktu untuk mencari mangsamu sebelum kita ke Rusia." jawabnya ketus.

Wah?
Apa itu?
Dia marah?
Atau....

"Kau..."
Aku menelan ludah sebelum melanjutkannya, "Cemburu?"

Tatapan tajamnya menghujamku, "Cemburu?!" suaranya melengking dan aku nyaris menutup telingaku.

Aku memutuskan untuk tidak menjawab.

"Gak berguna cemburu sama kamu."

"Kalau begitu kenapa tidak kamu saja yang mencari mangsa?" aku memberikan kartu itu padanya.

"Aku bukan wanita single. Aku punya calon suami bukan? Dan aku akan bertemu keluarganya besok di Rusia." jawab Ioanis tanpa mempedulikan reaksiku. Berjalan melenggang ke arah ranjang dan merebahkan diri.

Sumpah mati aku terkejut.
Reaksi itu tidak pernah kulihat sama sekali pada Ioanis.
Apa laki-laki lain juga diperlakukan seperti ini olehnya?

Sikapnya beberapa waktu belakangan ini membuatku berpikir keras.
Apa yang sesungguhnya ia inginkan?
Apa yang sebenarnya dia rencanakan?

Aku jadi gugup berada di dekatnya.
Ada semacam perasaan yang tak biasa jika aku di sekitarnya.
Seperti rasa takut yang membara.

***

Messed Up(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang