...

11.3K 849 61
                                    

*AUSTIN'S POV*

Mari bersenang-senang.
Aku bebas malam ini.
Memesan minuman kesukaanku sebanyak mungkin, hingga petugas hotel membopongku ke kamar.
Sepanjang malam aku tertawa.
Tertawa puas.
Meski kadang aku kesal dan membanting gelas.
Entah kesal karena apa.

Aku ingin melakukan sesuatu yang aku sendiri gak tahu apa.

Apakah sex?
Bukan.
Apakah darah?
Hmm...

Aku meraih pecahan gelas dan mulai mengiris tanganku.
Begitu darah merembes keluar, aku menghisap dan menjilati darahku sendiri.

Lalu aku menangis.
Mengapa sekarang rasanya jadi gak nikmat?
Apa karena alkohol?

Ya.
Ini karena alkohol.

Aku mengiris tanganku yang satunya, melakukan hal yang sama.
Darah bercucuran pada bedcover, tapi aku tidak peduli.
Ioanis yang akan membayar ini semua.

Aku benci dirinya.
Aku benci Ioanis.

Wanita itu....
Bisa-bisanya bersenang-senang dengan orang lain di saat aku tersiksa sendirian!

Aku melempar gelas lagi ke tembok.

Ujung-ujungnya aku kembali menangis.
Memaksa wajahku untuk tersungkur pada bantal yang mengikat wangi rambut Ioanis.

Aku benci perasaan seperti ini.
Rasanya seperti patah hati.

Aku benci kenyataan bahwa orang tuaku sangat menyayanginya.
Menyayangi Ioanis.
Sedangkan Elaine, wanita yang benar-benar kucintai, ditolak mentah-mentah bahkan dibenci orang orang tuaku.

Ioanis kaya?
Elaine lebih kaya.

Ioanis cantik?
Elaine lebih cantik.

Ioanis pintar?
Elaine lebih pintar.

Tak ada hal baik yang ada pada Ioanis.
Hanya...
Hanya.... karena dia bersedia membantuku dan keluargaku...
Membuatnya seperti wanita idaman di mata semua orang.

Padahal aku tidak bebas.
Padahal aku terpaksa.
Tapi tak ada satupun yang membelaku dan Elaine.
Aku gak bisa jadi diri sendiri di depan Ioanis, tidak seperti ketika bersama Elaine.

Kubiarkan darah mengucur.
Hingga tubuhku merasa lemas.
Ini upaya bunuh diri?
Bukan.
Aku hanya ingin tidur.
Alkohol tidak cukup membuatku tidur.

***

*IOANIS'S POV*

Aku berjalan berjingkat-jingkat, menuju kamarku. Sekarang pukul berapa?
Pukul 2 pagi.
Tersenyum sendirian teringat pada Andrei yang tadi kutinggal saat tertidur.

Eh?
Sebentar.

Aku meraih ponselku dan menelepon Austin.
Apa dia masih bangun?

Tak ada jawaban.

Eh?
Tunggu.

Apa.. dia juga bawa perempuan ke kamarnya?

Bolehkan aku check?
Aku janji akan langsung keluar jika melihat dia sedang tidur dengan wanita lain.

Aku membuka pintu perlahan.

"Oh my God....." aku menutup mulutku rapat-rapat.

Pecahan kaca berserakan.

"Austin!" aku menjerit panik.

Melihatnya tergeletak di ranjang, berlumuran darah. Masih menggunakan pakaiannya yang kemarin.

"Austin, bangun." aku menepuk pipinya beberapa kali, dan mengecek nadinya.

Masih hidup?

Dengan sisa tenagaku, aku membalikkan tubuhnya. Wajah tampannya, terlihat begitu hancur. Bibirnya... yang sering menciumku, berlumuran darah.

Messed Up(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang