Lagi dan lagi.
Austin dan Ioanis terdiam.
Termakan pikirannya masing-masing.
Austin diam-diam melihat ke arah Ioanis, begitu juga Ioanis."Aku akan pulang cepat." kata Austin memecahkan keheningan.
"Ohya? Mau ngapain?"
Austin tergagap, gak mungkin dia bicara tentang Bella. Bisa berbahaya.
"Kenapa kau?" tanya Ioanis mengerutkan dahinya.
"Gapapa. Aku sedikit pusing. Jadi terlihat linglung."
Ioanis membuka mulutnya dan mengangguk sendikit, tanda dia memahami. Padahal ada sepercik rasa curiga di hatinya.
Austin melirik ke bekas ciumannya di dada Ioanis, "Belum hilang?"
"Hah?" dia melirik bagian yang dilihat Austin. Mendadak wajahnya memerah. Malu. Malu luar biasa. Tangannya reflek menutupi bagian itu.
"Apa itu bekas orang lain?" tanya Austin.
Mendengar itu, Ioanis merasa sedikit kecewa. Padahal... dia belum bercinta lagi dengan siapa-siapa semenjak kencan kedua mereka. Meski itu baru dua hari yang lalu.
Tapi yang dilakukan Ioanis malah mengangguk, "Iya. Daripada kamu, berhenti di tengah-tengah. Masih banyak orang yang memuja tubuhku." jawabnya dengan nada sedikit menyombongkan diri.
Sengaja. Tujuannya untuk membuat Austin kesal.
Austin malah tertawa.
"Aku memang sedikit tidak tertarik padamu sih. Terlalu.... apa ya?"
Ioanis terperangah menunggu lanjutan, "Apa...."
"Agak.... gampang," jawab Austin sambil tersenyum.
Hati Ioanis terasa menyakitkan ketika Austin mengatakan itu. Bisa-bisanya, setelah Ioanis cerita tentang masa lalunya, Austin bicara bahwa dirinya gampangan.
Ioanis melengos. Berusaha tidak mempedulikan apa yang baru saja keluar dari mulut pedas Austin.
"Ah berarti seleramu murahan." jawab Ioanis sambil gantian tersenyum meski sakit dalam hatinya telah menjalar hingga tangannya.
"Mungkin," Austin menyesap kopinya. Sambil melakukan itu, Austin melihat Ioanis yang terlihat kecewa.
Austin jadi tersenyum masam melihat ekspresi Ioanis yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. Ada sisi di dirinya yang menginginkan wanita ini, tapi seharusnya mereka berdua menjaga jaraknya.
Tiba-tiba handphone Austin berbunyi memecahkan keheningan.
"Yes?"
"Hello Roger?"
Austin tersedak mendengar nama palsunya dipanggil. Bella.
"Ya? Ada yang bisa kubantu?" meski berusaha tenang, Ioanis tetap bisa melihat gelagat Austin yang mencurigakan.
'Apakah Austin menduakannya? Eh!
Apasih? Austin bukan pacar beneran!'
Pikir Ioanis tiba-tiba, dan reflek menggelengkan kepalanya."Roger aku sedikit bingung karena leherku kembali mengeluarkan darah. Bisakah kau beritahu apa yang harus kulakukan?" tanya Bella. Memang Austin memberinya nomor telepon untuk Bella menghubunginya jika ada sesuatu yang penting. Termasuk hal ini.
Austin mengangkat tangannya, mengisyaratkan pada Ioanis bahwa ia ingin menelepon di luar. Ioanis hanya memutar bola matanya.
"Bella, maaf aku sedang rapat."
"It's okay, maaf aku mengganggu. Aku sudah berusaha menghentikannya, namun tubuhku semakin lemas." jawab Bella.
"Aku akan menghubungi orang untuk mengurusmu ya? Sementara gunakan es dan tidurlah di bathtub." jawab Austin lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Messed Up(END)
RomanceTerbelunggu dalam kebiasaan menghisap darah untuk mencapai klimaksnya, seorang CEO muda Austin Natanov nyaris bangkrut dan menghancurkan perusahaan keluarganya demi membiayai pengobatan dan terapi untuk kelainan seksualnya itu. Satu-satunya yang bis...