*IOANIS'S POV*
Austin menggeliat sebentar, lalu terbangun dengan gerakan tiba-tiba. Langsung berdiri.
Aku hanya meliriknya sambil membaca buku yang kubawa dari rumahku.
Wajahnya kaget, panik. Untung aku sudah membersihkan Austin."Ioanis!" Austin sedikit berteriak memanggilku.
"Apaa sih?"
Dia berjalan menghampiriku, "K-kamu.."
Aku menurunkan kacamataku untuk melihatnya, "Apa? Kamu kenapa sih bangun tidur sudah marah-marah??"
Tanpa basa-basi, Austin menarik pakaian yang kupakai. Shit. Bahaya kalau ketahuan.
"Eh! Kamu kurang ajar sekarang?" aku menepis tangannya. Austin memperhatikanku dengan tatapan kosong. Aku mengerti pasti dia sangat ketakutan saat ini.
"A-aku gak melakukan hal yang buruk kan kepadamu?"
"Apa? Selain tiba-tiba tidur ketika aku mengajakmu makan?"
Austin diam, menelisik mataku. Dia ragu.
"Gak mungkin.""Aku kelaparan, jadinya aku hanya pesan makanan dari hotel." aku mengangkat daguku menunjuk ke arah tray di dekat ranjang.
"Aku mandi sebentar..." kata Austin.
"Aku mau ikut, boleh?" tanyaku iseng. Mengedipkan sebelah mataku ke arahnya.
"Ayo." Austin menoleh dan menatapku. Aku langsung melotot.
"Kau sudah mau tidur denganku?" mataku berbinar-binar. Sudah sih sebetulnya, tapi... entah kenapa aku merasa harus menutup kejadian tadi dari Austin.
"Iya. Ayo cepat buka bajumu. Kita mandi." jawabnya.
"Ah. Nanti malam saja deh. Aku mau acara tidurnya yang romantis. Gak mau dadakan." aku tahu dia sebenarnya bukan mau itu, tapi dia mau melihat dadaku. Sebisa mungkin harus kuhindari hingga lukanya membaik.
Austin berdiri membeku di depan pintu kamar mandi. Entah apa yang dia pikirkan, tapi yang jelas matanya tak lepas dariku.
Aku baru bisa menghela napas ketika dia mengunci pintu kamar mandi dan aku mendengar bunyi shower menyala.
Aku memejamkan mata, menahan perih di daerah kewanitaanku. Aku sudah lama tidak perawan, tapi bercinta dengan Austin membuat daerah situ jadi berdarah dan sangat perih. Seingatku, saat aku bercinta untuk pertama kalinya tidak seperih ini. Jadi aku akan membersihkannya nanti, ketika Austin selesai mandi.
Dalam keadaan seperti ini aku teringat Romeo. Mereka nyaris mirip, tapi aku tak bisa menyalahkan keadaan Austin.
Aku pernah dengar tentang kelainan seksual yang dimilikinya. Gak pernah menyangka kalau aku bisa benar-benar berhadapan dengan Austin Natanov.
Dengan mudah kudapatkan catatan medis milik Austin dari kerabatku yang terpercaya di Rusia.
Austin pernah bilang padaku bahwa dia sakit anemia, dia berbohong.
Dia di rawat di rumah sakit jiwa karena kelainan seksual.
Sama denganku.Sebenarnya itu sih yang membuatku tertarik untuk mendekati Natanov.
Mungkin saja jika kami bersama, kami bisa saling menyembuhkan bukan? Maksudku... aku sudah merasa jauh lebih baik ketika bersama Austin. Rasa hausku akan sex, berkurang. Jauh.
Tapi entah keadaan Austin.
Yang jelas aku gak mungkin langsung bertanya tentang itu sebelum dia yang terbuka.Aku tadi seperti membangkitkan sesuatu yang terpendam dari dalam dirinya, dan itu mungkin salahku. Tapi apa yaa?..
Austin keluar tiba-tiba dari kamar mandi membuatku terlonjak kaget sejenak karena sedang melamun.
"Apa?" tanyanya sambil menggosok rambutnya yang masih basah.
Mataku tanpa sadar menelisik tubuhnya, setiap inci kuperhatikan. Tubuh bagian atasnya tanpa penutup apapun, sisanya tertutup handuk.
Lekuk tubuh itu, tak akan bisa kulupakan. Tak terlalu kurus, tak terlalu berisi juga. Lengkap dengan otot-otot yang tak terlalu keras namun kokoh. Aku bisa membayangkan betapa indah bokongnya, seperti yang kulihat tadi saat menggagahiku.
Aku berdiri, mendekatinya.
"Apa kau selalu seperti ini?"
"Apa?" Austin menoleh.
"Kamu.. apa selalu seperti ini kalau ada wanita?" aku membalas ucapannya dia waktu aku ganti baju.
Dia tersenyum. Oh tidak. Senyumnya, keterlaluan. Aku bisa kena diabetes.
"Mau?" tanyanya santai tanpa melihatku. Dia sadar kalau aku memperhatikan tubuhnya. Sialan.
"Mau apa..."
"Melakukan aktivitas pasangan." jawabnya meraih tengkuk-ku perlahan.
"Hmmm... Apa kamu mau?"
Tak ada jawaban, hanya ciuman.
Ciuman yang dalam, tapi tetap berbeda dengan yang tadi.
Aku memejamkan mata dan membalas ciumannya.Detik berikutnya, dia membuka pakaianku paksa.
Aku terpaksa menghentikannya.
"Anehnya kamu hari ini Austin." jawabku berbalik badan.
Dia tergagap.
Aku tahu apa tujuannya.
Dia hanya akan menggodaku, lalu membuangku seperti biasanya ketika dia sudah mendapatkan apa yang dia mau.
Yang dia mau, adalah melihat dadaku karena dia masih penasaran dengan apa yang dia lakukan tadi sebelum dirinya tertidur."Kau bawa tux?"
"Ah? I-iya aku bawa. Kenapa?" dia masih salah tingkah.
"Ada invitation pembukaan butik milik temanku. Aku tidak enak kalau tidak datang. Tapi aku tidak membawa dress apapun. Aku harus membeli, mau temani?"
"Ah. Tidak. Malas. Aku jetlag sedikit."
"Baiklah. Aku akan ganti pakaian dan pergi sendiri."
"Ah!" aku memekik pelan.
"Kau kenapa?" Austin dengan cepat menangkap tubuhku.
Aku jadi kebingungan menjawab, aku harus bohong apa?
"Mau haid." jawabku asal.
"Apa begitu sakit?"
"Iya. Tentu saja."
"Aku akan temani. Bahaya jika kamu jalan sendirian."
Diam-diam aku tersenyum ketika melihat Austin memakai pakaiannya dengan cepat. Lengkap dengan coatnya. Aku mengganti pakaianku juga.
"Ayo." kataku.
Austin menutup coatku rapat-rapat, "Kau sedang sakit. Jangan dibuka coatnya."
Aku jadi tersenyum.
Pacarku ini...
Manis sekali.
Aku ingin memiliki dia selamanya.
Apakah bisa?
Bisakah?
Bagaimana caranya mendapatkan hatinya?
Apa aku harus sering-sering memberinya? Kebutuhannya? Darahku?
Aku gak tahu limitnya. Dia belum bilang apa-apa tentang itu.Kami berjalan keluar dari hotel mencari butik gaun terdekat. Dia tiba-tiba merangkulku, berbicara dengan sangat dekat.
Ah....
Jangan begini Natanov.
Aku takut...
KAMU SEDANG MEMBACA
Messed Up(END)
RomanceTerbelunggu dalam kebiasaan menghisap darah untuk mencapai klimaksnya, seorang CEO muda Austin Natanov nyaris bangkrut dan menghancurkan perusahaan keluarganya demi membiayai pengobatan dan terapi untuk kelainan seksualnya itu. Satu-satunya yang bis...