Pesawat

8.9K 656 57
                                    

Flashback.
Beberapa jam sebelum tiba di Heathrow International Airport, London.

"Kamu demam."

"Aku sedikit tidak enak badan." jawab Ioanis membenarkan posisi tidurnya.

Andrei melirik Austin yang juga sedang tidur.

"Kau pasti lelah ya? Makan dulu baru kau kembali tidur."

Andrei membantu Ioanis untuk duduk. Tangannya melingkar di sekitar punggungnya agar tubuh Ioanis bisa tegak.

Ioanis menghentakkan tubuhnya. Kaget akan sentuhan Andrei yang tepat pada luka-lukanya yang belum kering. Lalu dia meringis, punggungnya benar-benar perih. Terutama ketika Andrei mengangkatnya.

"Kenapa?"

"Tidak apa-apa." Ioanis menepis tangannya perlahan.

Rahang Andrei mengeras. Dia melirik bercak darah yang menempel pada selimut Ioanis.

"He hurting you?"

"I'm fine." Andrei berhenti bertanya karena Ioanis mengubah nada bicaranya menjadi ketus dan dingin.

"Aku punya pain killer. Mau?"

"Boleh."

"Tapi kau harus makan."

Ioanis tersenyum dan menurut kepada Andrei. Wajahnya begitu pucat. Tenaganya nyaris hilang. Menyesap sedikit-sedikit sup yang sudah hampir dingin agar bisa meminum obat.

Andrei memperhatikan Ioanis, yang akhirnya tertidur setelah meminum pain killer pemberiannya. Dia pasti kelelahan. Harus kesana kemari. Membuat arrangement, memikirkan kelangsungan perusahaan Austin.

Tangannya tergerak untuk membelainya.

Membelai rambutnya..
Tulang pelipisnya..
Tulang alisnya...
Pipinya...
Dan berhenti menatap lekat-lekat bibirnya. Bibir yang membengkak, pasti karena laki-laki keparat yang beruntung itu selalu mengulumnya setiap mereka berciuman, begitu pikir Andrei.

Ada kegamangan dalam diri Andrei.
Salahkah jika dia melakukan ini?
Apakah Austin akan melihat aksinya dan marah kepadanya nanti? Atau Ioanis yang akan terbangun dan menampar wajahnya?

Ioanis. Ada di hadapannya.
Wanita terkuat dan terhebat yang pernah dia tahu, sedang berbaring lemah kesakitan. Bisa sakit juga dia ternyata.

Andrei maju, mencium bibirnya sekilas. Dia tidak mau membangunkan Ioanis yang baru saja tertidur.

Dirinya berdiri, berjalan menghampiri seat Austin yang ada di sebelah Ioanis. Memperhatikan wajah Austin yang tertidur. Ingin rasanya dia menghancurkan wajah itu saat ini juga.

"Wake up." Andrei menendang seatnya dengan keras. Austin langsung duduk terbangun begitu merasa tempat duduknya di tendang.

"Bajingan." Austin mengumpat dalam bahasa Rusia karena Andrei membangunkannya dengan kasar.

"Pacarmu demam."

Andrei berjalan kembali ke tempat duduknya. Tanpa menghiraukan tatapan Austin.

Austin sendiri, langsung berdiri. Mengecek suhu tubuh Ioanis. Meredakan tubuhnya yang mulai menggigil. Austin sekilas menengok kiri dan kanan sebelum dia membuka bagian belakang long sleeve yang Ioanis kenakan. Untuk memeriksa lukanya. Takut ada yang infeksi. Tapi tak ada yang masalah? Hanya luka terbuka tanpa ada tanda infeksi.

"Austin..." Ioanis menggumam, terbangun karena Austin menyentuh lukanya untuk diperiksa.

"Yes baby. Aku di sini."

Messed Up(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang