Sesuai janjinya, hari ini Andrei mengajaknya keluar. Keluar dari rumah sakit. Menggunakan coat dan pakaian seperti orang normal, namun diawasi oleh perawat dan masih dengan tag rumah sakit bergelayut di pergelangan tangannya.
"Bagaimana perasaanmu?"
"Baik." jawab Austin.
"Want some?" Andrei menyodorkan rokoknya.
"Tidak, terima kasih." Austin memang sejak awal bukan perokok seperti Andrei. Kesempatan ini digunakannya untuk menghirup udara luar sebanyak-banyaknya. Melihat jalanan dari dalam mobil. Hingga akhirnya berhenti di rumah Andrei.
"Kenapa ke sini?" tanya Austin bingung. Dia sedikit takut mengingat Andrei juga pernah menyiksa Austin di rumahnya.
Ioanis melihat mobil mereka sampai dan langsung berhambur ke luar. Ingin menghampiri Austin.
"Silahkan lakukan apapun yang kau inginkan, asal jangan ke luar dari pekarangan rumahku."
Austin kebingungan. Apa yang akan dilakukannya?
Setelah Andrei meninggalkannya, Austin melihat Ioanis yang berlari ke arahnya."Bagaimana perasaanmu berada di luar rumah sakit?" Ioanis mencium pipi Austin.
Austin menghiraukannya.
Malah melirik sana-sini, seperti memastikan sesuatu.
Sayangnya, masih ada perawat yang memperhatikan pergerakannya."Apakah aku boleh masuk ke dalam rumah?" tanya Austin kepada perawat itu dan dijawab hanya dengan anggukan.
Lantas Austin pun buru-buru masuk ke dalam rumah, diikuti dengan Ioanis yang masih ribut memanggil-manggil namanya.
"Berhenti mendatangiku!" kata Austin setelah berhenti di dapur Andrei dan memastikan tidak ada siapa-siapa di sekitarnya.
"Why?" Ioanis mengerutkan dahi.
"Because you're not real!" cetus Austin.
"Ma-maksudku... pokoknya jangan.. Aku tidak ingin kembali lagi ke tempat itu. Jadi aku tidak mau mereka pikir aku gila sungguhan."Nyatanya, Austin memang sekarang terlihat gila sungguhan.
Karena kebingungannya.
Dirinya terus-terusan menganggap Ioanis adalah bayangannya."I'm real... Ini aku Ioanis, Austin." Ioanis meraih tangan Austin dan mengarahkannya ke wajahnya.
"Aku masih hidup. Aku hidup sungguhan. Bukan hanya dalam pikiranmu."
"Coba kamu pejamkan mata dan sentuh aku."Austin menurut, dipejamkannya matanya. Ada rasa harapan mulai tumbuh direlungnya. Terutama ketika Ioanis mencium bibirnya.
"Aku benar-benar berharap ini sungguhan..." gumamnya disertai dengan ciuman yang semakin dalam. Ioanis meraba bagian tengah celananya.
Austin menarik napasnya dan mendorong Ioanis merapat ke arah tembok. Lenguhan Ioanis disela-sela ciuman panas ini mulai terdengar sayup-sayup di telinganya.
"Aku benar-benar sudah gila... Aku yakin aku gila karena membayangkan ini." lagi-lagi Austin menggumam.
"Austin?" tiba-tiba suara Andrei mengagetkan mereka berdua yang sedang sibuk beradu bibir.
Keduanya melepaskan diri dan berdiri berjauh-jauhan. Seperti remaja yang baru saja merasakan ciuman pertama. Wajah Ioanis memerah malu hampir tertangkap basah sedang berciuman, sedangkan Austin keringat dingin, takut Andrei curiga dirinya mencium angin dan disangka gila sungguhan. Pikirannya bertolak belakang.
"Kau sedang apa?"
"Aku ingin mengambil minum. Haus."
Andrei mengangguk-angguk, lalu matanya menatap Ioanis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Messed Up(END)
RomansaTerbelunggu dalam kebiasaan menghisap darah untuk mencapai klimaksnya, seorang CEO muda Austin Natanov nyaris bangkrut dan menghancurkan perusahaan keluarganya demi membiayai pengobatan dan terapi untuk kelainan seksualnya itu. Satu-satunya yang bis...