Mas Kevin membuka topik malam ini, tidak lupa aku menjelaskan niatku di ibukota ini untuk apa.
"Rumahnya di mana?" Tanya Mas Kevin sambil menghidupkan mobil. Aku menjelaskan bahwa aku tinggal di kost dan dia mengangguk-angguk setelah kujelaskan letaknya.
Begitu saja, sepi, aku tidak berani untuk mengenalkan diriku atau apa. Entahlah, aku tiba-tiba mematung sendiri.
"Kalau ngekos, darimana asalnya?" Dia membuka suara, memecah keheningan dan aku rileks kembali.
"Sebelumnya tinggal di Kalimantan." Jawabku, lalu kusesali kemudian karena harusnya kujawab saja Banyuwangi.
"Oh, saya pikir mba orang Jawa." Astaga! Aku menyesali jawabanku tadi. Aku panik, apakah dia mulai mengingatku?
"Tahun keberapa kuliahnya mba?" Tanyanya lagi. "Ketiga, masuk semester 7 mas." Jawabku sambil melihatnya menyetir.
"Semoga bisa jadi dokter yang berhasil ya mba. Saya jadi inget temen saya, katanya mau jadi dokter. Tapi sekarang saya gatau dia dimana."
Deg.
Degup jantungku tiba-tiba mengencang. Sebuah hal refleks karena aku terkejut. Aku ingat betul, dulu aku bercerita padanya ingin menjadi dokter. Ah, mungkin temannya yang lain.
"Kenapa, mas?" Pancingku. Semoga dia bercerita.
Dia tersenyum sebentar, lalu bercerita.
"Dulu saya waktu pulang pertama kali ke Banyuwangi setelah tinggal di asrama, saya udah gak bisa temuin dia. Dia pergi, gak tau kemana, gak titip apapun ke rumah saya."
Aku mau menangis, berteriak senang, apapun itu yang ingin kulakukan!
Tapi aku hanya diam dan hatiku merasakan senang yang tidak terhitung.
"Namanya sama kaya mba. Jadi keinget sama dia." Tambahnya.
Aku terharu. Ternyata dia mencariku, bahkan ingat tentangku. Tapi dia tidak mengenali wajahku saat ini. Apakah aku bertumbuh dengan masa pubertas yang sangat-sangat mengubah wajahku? Astaga, miris sekali.
"Semoga ketemu ya mas. Mungkin dia sekarang deket sama mas, tapi mas gak tau. Berdoa aja, mas." Ujarku sambil memperhatikan jalanan.
"Iya, saya dari dulu kalau lihat perempuan yang menarik, malamnya malah berdoa mau ketemu sama Sinta-nya saya dulu." Demi apapun, aku ingin sekali berkata, mas ini aku!
Tapi lagi-lagi aku diam dan tersenyum. Aku sudah puas dia dengan baiknya mengantarku, aku tidak ingin merepotkan dia lagi karena aku tau dia pun mencariku.
Obrolan itu rasanya singkat sekali. Tiba-tiba aku sudah di depan kost dan terpaksa harus turun. Aku menyesali yang kuperbuat, jauh sekali dari prediksiku.
Tapi yasudahlah, setidaknya aku tahu bahwa dia selalu berdoa supaya dipertemukan denganku. Setidaknya doa itu terkabul dengan cara berbeda, dan dia terus mendoakan hal itu.
Mas, kamu sudah ketemu kok sama Sinta-mu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Kevin
Teen FictionDia tetanggaku yang sangat kurindukan. Yang mengajariku bermain bulu tangkis pertama kali dan membuatku lupa dengan rak boneka barbieku, dan menjadi ingatan abadi untukku tentang kasih pertama yang berbeda kurasakan. Tentang Mas Kevin, si pemain gan...