Setelah kejadian konyol barusan, aku malu sekali rasanya dengan Mas Kevin. Belum lagi dia selalu mengejekku lalu tersenyum dan bilang,"Apa lihat-lihat? Mau peluk lagi?" Padahal, aku melihat dia karena aku malu setengah mati karena aku terlihat sangat memalukan.
"Mau ke kamar saya aja?" Tawarnya. Aku mengangguk, mungkin di kamar para lelaki lebih hidup dan lebih mengasyikkan.
Dan, ya. Sudah ada Mas Rian, Kak Fajar, Ginting dan Jojo di dalam. Mereka bahkan sedang ribut-ributnya, memegang telepon masing-masing. Sepertinya sedang main PUBG, sih.
"Ke balkon aja, ya?" Kata Mas Kevin, lalu aku setuju, melihat suasana saat ini begitu riuh. Entahlah, aku tidak mengerti esensi PUBG, jadi aku hanya tersenyum melihat mereka yang gemas sendiri bermain.
Aku duduk bersebelahan dengan Mas Kevin, memperhatikan suasana Hong Kong malam ini setelah hujan badai tadi. Tetap ramai, lalu lintas tetap padat, dan semua gedung di sekitar hotel menyala terang. Suara ribut para lelaki tidak terdengar karena suara dari kota lebih bising.
Mas Kevin dan aku sama-sama terdiam, hanya memandang satu sama lain dan menikmati kota malam ini sebelum pulang besok. Pelan-pelan, dia merangkulku, membawaku dalam dekapannya. Aku tersenyum dan diam saja mengikuti cara Mas Kevin, serta memeluknya. Sungguh, seperti pasutri yang berbunga-bunga sedang bulan madu.
***
"Ta..." Aku mendongak, menatap Mas Kevin. "Hmm?" Dia terkekeh, lalu berucap,"Pegel..." Aku langsung duduk tegak, bergeser dari posisi barusan dan malu, pasti Mas Kevin kesemutan sekarang.
"Maaf, mas.." Aku menutup pipiku yang sudah pasti memerah saat ini dan memalingkan wajahku dari Mas Kevin. Terdengar kekehannya dan terasa belaian di puncak kepalaku. "Balik ke kamarmu, yuk? Saya mau datengin Koh Sinyo, pasti ada di sana." Kata Mas Kevin berdiri, lalu menjulurkan tangannya padaku. Aku mengangguk dan kugenggam tangannya, memasuki kamar yang entah mengapa tiba-tiba jadi kosong.
Aku berjalan saja kembali ke kamar yang kebetulan hanya berada di tiga pintu sebelah kanan kamar Mas Kevin. Setelah kubuka, aku terkesima.
Kamarku dan Ci Agnes gelap, tak ada satupun lampu yang hidup. Tapi ada banyak lilin disusun menuju ke arah tempat tidur, beserta bunga-bunga tabur yang menghiasi. Aku melihat Mas Kevin, dan dia tersenyum mempersilahkan aku mengikuti kemana arah lilin-lilin di lantai. Sesampainya di kasur, sudah ada kue dengan lilin menyala di atasnya, bertuliskan: 'Selamat ulang tahun, Cinta' dan ada sebuket bunga di sebelahnya. Astaga, aku baru sadar ini hari ulang tahunku. Dan aku baru sadar, Mas Kevin tahu ulang tahunku.
Aku terdiam, terharu sekali rasanya. Siapapun itu, baik sekali sudah lelah-lelah mendekorasi kamar ini selama aku di balkon bersama Mas Kevin. Kuambil sebuket bunganya, dan kutatap kembali Mas Kevin. Dia terkekeh, ternyata sudah siap sedia dengan teleponnya sejak tadi.
"Happy birthday..." Katanya, sambil merekamku. Aku tersenyum, dan segera mengambil kue tadi. Kutunjukan itu pada Mas Kevin, lalu berdoa sebentar dan kutiup lilinnya.
Mas Kevin langsung memasukan teleponnya ke dalam saku, dan memelukku. Tentunya setelah kuletakan kembali kuenya. "Selamat ulang tahun, Ta. Saya cuma berdoa semoga kamu bahagia terus, kayak saya kalau kamu ada di sebelah saya." Air mataku menetes, aku terharu. Setelah hilang kontak beberapa minggu, walaupun tidak lama sih, tapi Mas Kevin bisa saja menyiapkan yang seperti ini untukku. Aku bahagia sekali.
"Selamat ulang tahun, Sinta!" Dari pintu kamar, tiba-tiba semuanya hadir. Ci Agnes, Koh Sinyo, Mas Rian, Kak Fajar, Ginting, Jojo dan astaga, ada Coach Herry! Aku segera memeluk Ci Agnes, sungguh polosnya diriku tidak memikirkan hal ini sedikitpun. "Aku tuh tadi minggat ke kamar seberang aja, Ta. Tuh, Kevin yang panik baru inget kamu takut sama petir jadi dia gak jadi kasih kejutan di sini."
"Terus lilin-lilin dan bunga-bunga udah disiapin sama Jombang dan Fajar. Pas kalian asik di balkon, kami langsung dekor." Kata Ci Agnes, yang membuatku merasa benar-benar polos karena aku bahkan melupakan ulang tahunku.
"Makasih, Ci.." Kataku, tersenyum. "Selamat ulang tahun, Sinta." Tambah Koh Sinyo. "Terimakasih, calon bapak. Hehehe" Jawabku. Lalu Coach Herry mendekat dan menjulurkan tangannya padaku yang tentu saja kusambut baik.
"Selamat ulang tahun ya.. Kevin banyak cerita tentang kamu." Aku tersenyum dan mengangguk, lalu katanya,"Kalau dipanas-panasin terus bawa-bawa kamu, pasti Kevin langsung berapi-api di lapangan. Terimakasih sudah kasih dampak positif buat Kevin, Sinta." Terdengar seruan dari yang lain, seperti menggodaku dan Mas Kevin karena terdengar gombal.
***
"Udah, ya. Saya balik ke kamar, udah jam setengah tiga. Kita cuma punya waktu tiga jam." Kata Mas Kevin pamit. Padahal, jarak kamar kami hanya tiga pintu. "Iya, mas. Jangan lupa sikat gigi, tadi 'kan makan kue juga." Kataku mengingatkan.
"Siap, bos." Mas Kevin bergaya hormat padaku, lalu terkekeh. "Selamat tidur, birthday girl.." Katanya lagi.
"Selamat tidur, yeobo." Kataku, lalu cepat-cepat menutup pintu karena malu.
Ci Agnes pindah ke kamar depan, mungkin ingin melepas rindu dengan Koh Sinyo dan membuatku tidur sendiri malam ini di kasur tipe king bed.
Baru saja aku menyelesaikan ritual pemakaian skin care, bel kamar berbunyi dan secepat mungkin kubuka kalau-kalau Ci Agnes membutuhkan sesuatu.
Saat pintu terbuka, aku tiba-tiba malu karena di hadapanku sudah ada Mas Kevin dengan rambut yang acak-acakan dan wajah tidak berdosa dengan bantal di dalam pelukannya.
"K-kenapa, mas?" Aku gugup sekali, dipikiranku saat ini sudah terekam hal-hal yang tidak-tidak.
Astaga, Sinta, bodoh kau.
"Nggak jadi pamit, mas bobo di sini aja ya. Semuanya malah ngumpul tidur sekamar, mas ga dapet kasur..."
Matilah aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Kevin
Teen FictionDia tetanggaku yang sangat kurindukan. Yang mengajariku bermain bulu tangkis pertama kali dan membuatku lupa dengan rak boneka barbieku, dan menjadi ingatan abadi untukku tentang kasih pertama yang berbeda kurasakan. Tentang Mas Kevin, si pemain gan...