Hari ini tepat tiga minggu setelah aku menangis di minimarket lalu diantar Brian. Hari-hari yang kujalani begitu saja, lempeng seperti tanpa tujuan dan aku tidak semangat sama sekali.
Kalau aku mau, aku akan mengetik skripsiku. Tapi kalau tidak, ya, aku hanya tiduran di kasur sepanjang hari sambil mendengarkan lagu-lagu galau. Cukup tragis, sih, pertemuan singkat yang memang singkat.
Saat ini pukul sepuluh malam, aku lapar sekali karena belum makan sejak malam kemarin. Dengan niat setengah hati, aku pergi menuju warung makan bebek yang buka sampai subuh di dekat kosku.
***
Setelah sepuluh menit jalan kaki, akhirnya aku sampai dan langsung memesan seporsi bebek penyet dan duduk di pojokan karena, yah, pojokan adalah posisi terbaikku.
Sambil menunggu, aku mempelajari penelitianku lewat telepon karena se-tidakpeduli apapun aku tetap harus mengerjakan skripsiku demi pre-klinik yang lebih dekat.
"Sinta!" Aku refleks menoleh ke arah suara yang memanggilku, ternyata ada Ci Agnes di sana yang sepertinya baru sampai.
Aku tersenyum, lalu berjalan mendekatinya.
"Hai, ci." Kataku, lalu membalas pelukannya. "Kamu sendirian?" Tanyanya. Aku mengangguk, dia bertanya lagi. "Gapapa sendirian, Ta?" Dan aku mengangguk lagi.
Pelan-pelan, kami berjalan ke arah tempat dudukku tadi dan mengobrol tentang banyak hal sambil menunggu makanan datang. Katanya, Ci Agnes kelaparan juga dan menginginkan bebek, kebetulan dia suka bebek di sini.
Tuh, kan, sudah kubilang, di sini enak. Hehehe.
Lalu, obrolan tanpa ujung itu berakhir dengan pertanyaan Ci Agnes yang tiba-tiba membuatku bingung karena tidak bisa kujawab.
"Ta, besok ke Hong Kong ya sama aku. Siapin paspor aja, soalnya tiket kamu udah dibeli."
Aku bingung. Antara tidak menyangka Ci Agnes mau merogoh saku untukku segitu banyaknya, aku tidak percaya dan Ci Agnes lebih seperti menawarkan ke monas daripada ke Hong Kong.
"Besok jam sepuluh pesawatnya. Mungkin jam delapan aku udah di bandara, jangan telat, Ta." Kata Ci Agnes mengingatkan, sementara aku masih bingung antara percaya dan tidak.
"Ci.." Panggilku sambil berpikir keras. Ci Agnes berdehem sambil melihatku, lalu kutanya,"Beneran aku diajak ke Hong Kong? Ganti uangnya gimana? Aku anak kos sobat misqueen.."
Ci Agnes terkekeh, lalu katanya,"Gapapa, gausah diganti. Kamu mau ikut aja udah cukup."
***
Saat ini aku sudah di perjalanan menuju bandar udara. Rasanya masih seperti tidak nyata, bahkan aku akan memaafkan kalau ini hanya iseng belaka.
Tapi ternyata tidak, Ci Agnes sejak pukul enam pagi sudah memborbardirku dengan chat yang banyak sekali. Dengan membawa barang seadanya, kalau-kalau aku mau belanja di sana jadi tidak usah bayar kelebihan bagasi, aku pergi dari kos pukul tujuh pagi menuju bandar udara.
Aku termenung sepanjang perjalanan, membayangkan apakah aku nanti bertemu dengan Mas Kevin atau tidak, bagaimana reaksiku, bagaimana reaksinya, apa yang harus kulakukan, dan hal lainnya.
Iya, aku memang pemikir keras. Sampai sekarang, pikiranku sendiri menjadi musuhku di kala segala kemungkinan buruk akan terjadi.
Aku hanya berharap yang terbaik saja yang terjadi, kalau keadaan memburuk, aku akan mendekam di kamar penginapan saja daripada membuatnya kesal.
***
"Ta, bangunin kalau udah sampai, ya. Aku ngantuk parah, udah gak kuat lagi." Pesan Ci Agnes tadi saat pesawat take off.
Kenyataannya, aku di sini membeku terdiam karena pesawat sedang terguncang-guncang. Aku tidak bisa mengeluarkan sepatah kata apapun karena aku panik, berharap Ci Agnes tidak bangun karena itu hanya memperburuk keadaan.
Kalau ingin kujelaskan, pesawat ini tadinya terbang dengan mulus, lalu ada getaran sedikit, sampai akhirnya tiba-tiba mendadak turun yang membuatku terkejut luar biasa.
Aku langsung mengingat semua salahku, Ibu yang jauh, keluarga Bapak, Mas Kevin, teman-temanku dan skripsiku yang tidak kupedulikan belakangan ini karena aku galau. Tiba-tiba saja aku menjadi sangat alim karena aku belum siap mati, aku ketakutan setengah mati.
Sukurnya, tidak ada guncangan lagi setelah itu. Penerbangan akhirnya mulus-mulus saja sampai pesawat mendarat di Bandara Internasional Hong Kong.
Saat kubangunkan Ci Agnes, wajahnya sudah bersinar lagi dan tidak seletih tadi pagi, juga tampak bahagia akan bertemu Bapak sang bayi.
Kami buru-buru mengambil bagasi karena kata Ci Agnes kami akan langsung menuju lapangan turnamen dan itu membuatku mati kutu karena aku takut mengganggu Mas Kevin. Hanya saja, yah, aku tidak bisa berbuat apapun selain ikut pada jadwal Ci Agnes.
Yang bisa kulakukan adalah menyiapkan hatiku untuk bertemu dengannya, entah apa yang akan kulakukan saat melihatnya lagi nanti.
Mungkin, minta maaf?
Sambil menikmati perjalanan, aku sedih lagi karena aku mendengarkan lagu yang mengingatkanku kepada Mas Kevin. Judulnya Soulmate, penggalan liriknya begini:
Meskipun tlah kau semaikan cinta
dibalik senyuman indah
kau jadikan seakan nyata
seolah kau belahan jiwaMeskipun tak mungkin lagi
tuk menjadi pasanganku
namun ku yakini cinta
kau kekasih hati"Ah, Mas Kevin.. Aku rindu menjadi perempuan yang membuatmu bahagia. Sampai ketemu, mas.." Batinku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Kevin
Teen FictionDia tetanggaku yang sangat kurindukan. Yang mengajariku bermain bulu tangkis pertama kali dan membuatku lupa dengan rak boneka barbieku, dan menjadi ingatan abadi untukku tentang kasih pertama yang berbeda kurasakan. Tentang Mas Kevin, si pemain gan...