Saat ini aku di dalam mobil Mas Kevin, lagi. Tahu, tidak?
Tadi dia mengajakku makan setelah hari gelap dan matahari benar-benar hilang dari pandangan. Aku seperti biasa, tidak enak padanya.
"Buat saya enak aja ah." Begitu katanya, seperti kemarin, seakan-akan meyakinkanku lagi. Dan aku, lagi-lagi menerima dengan malu-malu.
"Kamu mau makan apa?" Tanya Mas Kevin. Kalau aku bisa jawab, paling aku bilang begini,"Apa aja, asal sama kamu."
Tapi tidak jadi. Malu.
"Apa aja, terserah." Jawabku sambil menatap keramaian dan memikirkan apa yang terjadi dua hari ini.
"Mau mekdi, gak?" Tawarnya. Aku mengangguk saja dan dia tersenyum.
Aku berpikir apakah dengan keadaan seperti ini artinya aku harus mengulang dari awal atau sama sekali tidak ada hal yang harus diulang.
***
"Makan di mobil aja, ya?" Katanya habis memberiku bungkusan makanan."Iya." Jawabku. Mungkin dia tidak ingin ribet dengan parkir, lalu dikerumuni orang banyak, dan lain sebagainya.
Makan malam bersama dia malam ini terkesan membosankan dan terburu-buru, aku tahu. Tapi terimakasih Tuhan, jantungku tetap berdegup kencang dan masih merasakan bahagia yang sama.
***
"Sinta." Aku langsung menoleh saat dia memanggilku. Sebelumnya aku hanya terpaku dengan bintang di langit Jakarta yang tumben-tumbennya bertebaran indah, juga lalu lintas yang padat malam ini.
"Iya?" Dia tersenyum dulu. Entah apa alasannya, aku jadi salah tingkah.
"Kok nggak protes sih makannya di mobil?" Aku bingung kenapa dia melontarkan pertanyaan ini. Mungkin dia pikir aku uptown girl yang selalu meminta makan di restoran.
Padahal, asal sama Mas Kevin, dimanapun bukan masalah untukku. Asal sama dia, gak ada masalah yang berarti.
"Apa yang harus diprotes, Mas?" Dia menyandarkan kepala pada kursinya sambil menatapku lagi.
"Gapapa. Saya seneng ada yang mau diajak kayak gini, gak rempong sama sekali." Aku tersenyum lebar akhirnya, lalu dia lanjut menyetir.
Selebihnya kami hanya bersenandung lagu di radio dan membicarakan hal-hal kecil.
***
Tepat sebelum aku turun, Mas Kevin memegang tanganku. Aku terkejut karena dia tidak ngomong apa-apa sebelumnya.
"Ta.. Minta semua akun sosial media dan nomor teleponmu, bisa?" Aku tersenyum, Mas Kevin juga. Diikuti Mas Kevin memberikan telepon genggamnya dan langsung kucari akun instagramku, lalu kupencet follow dan juga nomor whatsappku.
"Untuk apa memangnya, mas?" Tanyaku iseng sambil mengembalikan teleponnya.
"Gapapa, kurang rasanya kalau nggak berteman sama kamu di sosial media." Jawabnya. Mulutku membentuk o malu-malu karena senang, lalu kami tertawa kecil tanpa alasan.
"Yasudah, masuk sana. Nanti dikunci ibu kos." Katanya lagi.
"Iya." Kataku, lalu menutup pintu mobilnya. Menunggu mobilnya pergi sambil melambaikan tangan padanya, baru akhirnya aku masuk kamar.
Malam ketiga ini, keajaiban besar lagi untukku. Terimakasih, Tuhan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Kevin
Teen FictionDia tetanggaku yang sangat kurindukan. Yang mengajariku bermain bulu tangkis pertama kali dan membuatku lupa dengan rak boneka barbieku, dan menjadi ingatan abadi untukku tentang kasih pertama yang berbeda kurasakan. Tentang Mas Kevin, si pemain gan...