29. Aku Harus Bagaimana?

1.6K 123 6
                                    

Aku terdiam sambil memikirkan perkataan ibu-ibu tadi. Salah jika kalian anggap aku adalah perempuan agresif yang akan membela hakku jika sedang ditindas.

Aku bahkan tidak tahu hak siapa yang sedang ditindas saat ini.

"Kamu udah tahu lama, mas?" Tanyaku pada Mas Rian begitu kami duduk di taman rumah sakit.

Mas Rian terlihat canggung, aku berusaha tersenyum.

"Gapapa, mas. Bilang aja, aku nggak marah." Rayuku. Mas Rian tampak bingung, namun akhirnya membuka suara.

"Maaf, ya. Memang sudah lama sekali mereka dijodohin, tapi ya gitu, Kevin juga gak mau. Dia risih banget. Ceweknya juga gak mau sama dia. Orang tua ceweknya aja yang maksa mulu."

Mas Rian menghela napas sejenak,

"Makanya Kevin seneng banget ketemu sama kamu. Tapi dia belum sempat aja beresin masalah ini. Gak mungkin juga dia baru dapetin kamu terus obrolin masalah ini."

Aku mengangguk-angguk, walaupun kau tahu jantungku masih berdebar seperti ingin lepas namun aku lebih bisa menerima saat ini.

"Terus sekarang mau gimana?" Tanya Mas Rian ragu-ragu.

"Pulang aja ya, mas? Ga mungkin aku muncul lagi di depan tante tadi, berabe." Jawabku sambil menggaruk tengkukku yang nyatanya tidak gatal.

"Yaudah, ayo."

***

Seminggu sudah berlalu, aku bahkan belum bertemu lagi dengan Mas Kevin.

Semesta seperti mempermainkanku, berkali-kali menerbangkanku menuju awan dan tidak ada toleransi sama sekali dalam menjatuhkanku menuju jurang.

Aku hanya tahu kabar Mas Kevin melalui Mas Rian. Terakhir, Mas Rian bilang Mas Kevin sudah sadar dan mulai berinteraksi.

Aku selalu senang dan bersyukur atas keadaannya yang semakin membaik meskipun bukan aku yang berada di sampingnya.

Toh, Mas Kevin juga tidak ada menghubungiku sampai saat ini. Kupikir memang kemarin adalah jawaban atas hubunganku dengannya.

Jika dipikir-pikir, sungguh seperti sebuah candaan di mana aku bertemu dengannya secara tidak sengaja lalu pendekatan yang dikebut berujung tragis.

Atau memang Mas Kevin bukan rejekiku saja, ya?

Aku tersentak ketika teleponku berbunyi, menampilkan Ibuku sebagai pemanggil.

"Halo, Sinta.."

Mendengar sapaan Ibu, aku jadi tiba-tiba sedih mengingat hubunganku dengan Mas Kevin saat ini.

"Iya, halo bu.." Jawabku bergetar karena menahan air mata.

"Ada apa? Nangis, ya?" Tebak Ibu. Aku mengangguk saja, walaupun aku tahu Ibu tak bisa melihatnya. Aku menghela napas panjang agar tidak gemetar lagi,

"Sedih, bu." Jawabku sebisanya.

"Kenapa? Sinta ada masalah apa?" Suara Ibu menjadi tambah lembut, membuatku ingin menumpahkan semua tangisanku. Nyatanya kuseka air mataku cepat-cepat,

"Kayaknya udah nggak bisa sama Mas Kevin deh, bu." Ucapku sebisanya dengan suara bergetar.

"Memang Kevin kenapa?" Kembali aku menarik napas dalam-dalam,

"Ada ibu-ibu yang bilang anaknya udah dijodohin sama Mas Kevin dari lama. Ketemunya waktu jengukin mas tadi. Ya, nggak bisa apa-apa aja.." Jawabku selengkapnya.

"Sudah konfirmasi, nak?" Suara Ibu melembut, mungkin beliau tahu aku sudah dalam situasi panik.

"Kan Mas Kevin lagi di ICU, bu. Nggak bisa tanya. Aku takut ngebebanin dia, malu bu.."

"Mesake..." Ibu terdiam sebentar, begitu pula aku.

"Ta.. Ibu cuma bisa dukung kamu. Pesan Ibu jangan berlarut-larut kalau sedih, tapi kalau sedih ya habisin aja sampai selesai jangan ditahan." Ibu terdiam lagi, lalu melanjutkan kalimatnya.

"Ibu tahu kamu senang karena akhirnya ketemu Kevin lagi. Tapi yang namanya hidup, mau sekeras apapun manusia berusaha kalau nggak sesuai sama jalan Tuhan ya nggak akan terjadi."

"Inget, kamu bentar lagi sidang lalu lanjut coass. Harus kuat, jangan sampai kamu lost karena hal ini. Inget tujuan awal kamu apa. Inget kamu bukan anak lemah yang karena perkara cinta jadi gagal semuanya." Aku hanya bisa mengangguk walaupun aku tahu Ibu tidak bisa melihatku.

"Makasih ya, bu. Tolong ingetin aku terus." Ucapku sebisanya.

"Pasti lah, nak. Udah, sekarang cari hiburan aja. Nonton youtube, nonton ke bioskop, baca wattpad atau dengerin lagu juga boleh. Apapun yang bikin Sinta happy."

"Iya, bu. Mau tidur aja. Makasih Ibu, dadah."

"Yaudah, selamat istirahat ya. Dah Ta.."

***

Aku terbangun pukul sembilan malam. Entah sudah berapa jam aku tidur, namun rasanya kesal sekali karena tidak bisa tidur lagi.

Aku memainkan teleponku sebentar, instagram tepatnya, lalu teringat akan DM yang kemarin belum kujawab.

To: Joanardhito
Halo. Iya betul bang, saya bimbingannya Dok Tuti.

Usai menjawab, aku kembali meng-scroll layar sampai jariku terhenti pada foto yang diunggah akun gosip.

Foto Mas Kevin yang sudah sadar dengan wanita yang sedang asyik berbicara dengannya.

Mas KevinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang