17. Bingung

1.4K 132 1
                                    

Teleponku berdering sekitar pukul lima pagi, kudapati nama Ciumbrella di sana. Segera kuangkat dengan terkantuk-kantuk.

"Halo?"
"Pagi, non.."
"Pagi, mas."
"Hehe, masih tidur ya?"
"Hooh.."
"Yaudah. Saya mau ngabarin kamu aja, lagi di kamar nungguin Rian mandi, nih."
"Oh, iya. Semangat ya, mas.."
"Pasti. Makasih, non.. Kamu hati-hati, ya."
"Hati-hati apa?"
"Hati-hati suka sama yang lain."
"Ih! Nggak lah."
"Non, saya turun dulu ya."
"Yaudah. Pokoknya, sukses ya mas.."
"Siap, nyonya."

***

Aku terbangun sepenuhnya, dan ternyata waktu menunjukkan pukul sembilan pagi. Dengan malas, kuperiksa kembali teleponku dan ternyata Mas Kevin telepon pukul enam kurang. Pantas saja dia sudah bangun, pasti banyak hal yang harus dipersiapkan.

Lalu, saat aku membuka google untuk  mencari resep makanan, tiba-tiba ada sebuah saran berita di layar teleponku berjudul,"Kekasih Kevin Sanjaya menurut pelatih."

Iseng, kubuka laman berita itu hanya untuk sekedar ingin tahu. Ada kata-kata yang menohokku di sana.

'Yah, Kevin sih (biasa) ngenalin, sih. Terus, ya, seharusnya bisa pengertian karena Kevin juga ada latihan-latihan untuk turnamen terus. Kalau mintanya ditemenin terus kemana-mana, barengan, ya nggak bisa lah. Jadi minta dimengerti juga sama kesibukan Kevin sekarang.'

Aku tertegun dengan kalimat itu. Rasanya seperti diperuntukkan kepadaku. Aku langsung mengingat-ingat dan benar juga, selama satu minggu kemarin aku selalu bertemu kecuali Hari Sabtu.

Kepalaku mulai memikirkan banyak hal. Overthinkingku teraktivasi dengan sendirinya beserta rasa percaya diriku yang langsung berkurang drastis salah ini. Aku menyalahkan diriku atas kejadian ini, aku mulai berpikir kalau aku akan menghancurkan karirnya.

Aku menjadi sangat takut untuk menghubungi Mas Kevin dan orang di sekitarnya. Aku diam saja, aku khawatir sekali keberadaanku membuat mereka semakin terganggu.

Aku bingung sekali harus apa, mengingat unggahan-unggahan manis Mas Kevin tentangku sudah tersebar. Namun akhirnya aku bisa mengatasi panikku, aku segera mandi, membersihkan diri.

***

Saat ini aku berada di kampus, hanya untuk mengembalikan beberapa buku yang kupinjam dari perpustakaan. Pikiran-pikiran tentang Mas Kevin pun masih melayang-layang di kepalaku dan aku tidak bisa berhenti untuk berpikir.

Aku bingung sekali harus bagaimana. Setelah mengetahui hal ini, aku jadi bingung dan takut. Aku bingung karena tidak tahu harus apa, dan aku takut karena merasa bersalah sudah mengambil jam latihannya untuk jalan-jalan.

Kugeleng-gelengkan kepalaku sekuat-kuatnya agar aku bisa memikirkan yang lain atau sekedar melupakan pikiran-pikiran burukku. Aku terus berjalan menyusuri lorong perpustakaan sampai akhirnya terpeleset karena tidak sadar akan lantai yang basah.

Ah, aku ceroboh sekali.

Namun, tiba-tiba ada yang menolongku merapikan buku-buku yang kubawa. Aku tahu orangnya, tapi tidak kenal. Kalau tidak salah, namanya Gista Salika. Satu angkatan denganku, tapi sampai saat ini aku tidak pernah sekelas dengannya.

"Ini." Katanya sambil menyerahkan buku-buku kepadaku. Aku menerimanya sambil menunduk, karena malu. "Makasih." Jawabku. Dia tersenyum, lalu menanyakan keadaanku. "Sakit?" Katanya. "Nggak, santai aja. Makasih banget ya.." Jawabku, berusaha sekeras mungkin agar bisa pergi menyendiri.

Gista pergi dengan sebelumnya menasihatiku agar lebih fokus lagi supaya tidak kenapa-napa. Untung saja di perpustakaan sepi. Aku buru-buru menyerahkan buku kepada bagian administrasi, lalu menuju kantin sendirian.

Aku rindu sekali ayam geprek Bu Rinni, makanya kuputuskan makan di kantin.

Sesampainya, aku buru-buru memesan agar bisa makan sendirian tanpa diganggu siapapun. Namun, baru saja ingin menyuap, tiba-tiba ada yang datang di sebelahku lalu bertanya,"Boleh gue duduk di sini?" Setelah kulihat, ternyata Si Gista yang tadi.

"Boleh, silahkan." Kataku sambil menggestur layaknya mempersilahkan Gista untuk duduk. "Maaf ya, jadi repotin." Katanya. Dengan memaksa diriku agar bersikap ramah, kujawab,"Gak papa. Gue juga pernah kok nebeng orang lain buat makan."

***

Aku langsung kembali ke kos karena tidak ada lagi hal lain yang harus kulakukan. Aku tiba-tiba berkeinginan untuk menggunakan masker, jadi kuputuskan saja untuk mengoles masker di wajahku sambil tiduran.

Nikmat sekali.

Namun, baru saja kujatuhkan badanku di kasur, teleponku berbunyi dengan jelas terdapat nama Ciumbrella di sana.

"Halo?"
"Hei."
"Hai, mas."
"Lagi apa?"
"Lagi pakai masker. Kenapa, mas? Kok ngos-ngosan?"
"Habis latihan. Capek. Huh hah huh."
"Oh, gitu.."
"Hari ini ngapain aja?"
"Gak ada. Cuma ke kampus kembaliin buku, terus makan di kantin."
"Oh, gitu.."
"Iya.."
"Ta?"
"Hm?"
"I miss you.."
"Eh?"
"Biar kayak Dilan."
"Hahaha, jauh."
"Iya, kayak kita, jauh."
"Kan, nanti pulang."
"Tungguin ya?"
"Iya."
"Yaudah, maskeran aja dulu. Saya latihan lagi."
"Yaudah, mas. Dah.."
"Sun jauh, Sinta."

Aku senang, tapi rasanya jadi aneh karena aku merasa bersalah saat ini. Haruskah aku bicarakan pada Mas Kevin atau diam saja mengikuti alurnya?

Mas KevinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang