Paginya aku bangun pagi sekali, entah kenapa. Kuputuskan untuk pergi ke dapur, melihat ada bahan apa saja walaupun aku pesimis kulkas Mas Kevin ada isinya.
Saat kubuka, nyatanya tercium bau amis tidak mengenakkan yang aku tahu betul asalnya dari sayuran yang sudah busuk dan telur yang pecah namun dibiarkan begitu saja.
Karena curiga, kubongkar lagi isinya dan benar saja! Ada ayam fillet yang ditaruh di freezer sampai membeku dan warnanya sudah menandakan kalau ayam itu tidak segar lagi, makanan kaleng yang terbuka setengah namun isinya sudah berjamur dan buah-buahan yang sudah lembek dan basi di kotak bawah.
Astaga, untung aku sayang!
Cepat-cepat kucari plastik untuk membuang ini semua, lalu membersihkan seisi kulkas.
Setelahnya, aku pergi ke pasar untuk membeli sedikit bahan untuk mengisi kulkas. Setidaknya bahan yang bisa kumasak untuk Mas Kevin hari ini.
***
Pulang dari pasar aku langsung berkutat di dapur dan Mas Kevin masih tidur tentu saja.
Aku membeli ayam; beberapa sayur; bahan wajib seperti: bawang merah, bawang putih, tomat dan cabai; dan juga buah-buah.
Aku memasak nasi terlebih dahulu, dan akhirnya mendapatkan ide untuk membuat sup ayam.
Kenapa sup ayam? Karena aku percaya diri jika orang lain memakannya. Kalau yang lain, aku takut mereka protes akan rasa yang aneh.
Satu jam aku berkutat di dapur, sup ayam sudah jadi dan nasi telah masak. Membersihkan kabinet dan panci serta wajan, lalu aku buru-buru mandi.
Sialnya, aku lupa membawa bajuku sehingga kuputuskan untuk memakai baju dan celana Mas Kevin yang ada di lemari.
Kebesaran, sih. Tapi tidak apa-apa, ujung-ujungnya nanti pasti aku yang menyuci.
Aku melangkah menuju sisi tempat tidur dan duduk di samping kepala Mas Kevin. Dia tertidur pulas, seperti orang yang belum tidur sebulan. Kubelai rambutnya, menikmati masa-masa di mana kami sekarang sedang dekat-dekatnya.
Perasaanku masih sama, walaupun aku sudah tidak gemetaran seperti dulu aku tetap mengaguminya dan bibirku selalu tersenyum tanpa kuminta.
Dia.. Laki-laki yang akhirnya kugapai setelah sekian lama kucari.
Aku takut sekali jika ternyata bukan dia yang bersanding di sisiku saat di altar nanti. Aku takut sekali jika ternyata bukan dia yang memasangkan cincin di jari manisku. Aku takut sekali jika ternyata harus ada yang pergi.
Dicintai olehnya sudah kenikmatan dan kebanggaan sendiri untukku.
Usai mengecup pipi dan bibirnya berkali-kali dengan gemas, akhirnya kubangunkan dia karena perutku sudah berbunyi.
Aku lapar.
"Mas, bangun. Ayok sarapan!"
"Mas aku gak mau ngagetin kamu lho.."
"Bangun dong ganteeeeng.."
"Mas, bangun dong.."
"Mas Keviiiiin." Akhirnya aku teriak di kupingnya, pelan-pelan matanya mengerjap-erjap.
Setelah terbuka dengan sempurna, aku tersenyum menatapnya sambil tetap membelai rambutnya.
"Bangun, yuk. Makan dulu." Kataku, disambut senyuman darinya.
"Masih pagi non.." Katanya menggeliat, lalu memeluk pinggangku dan bersembunyi di perutku.
"Masa biarin aku makan sendiri?" Tanyaku, tetap membelai rambutnya.
"Bobo aja yuk sini sama mas.." Katanya mendongak, tiba-tiba wajahnya mesum sekali.
"Gini ya atlet dunia, kebo mesum.." Gumamku yang dihadiahi sentilan di bibir olehnya. Aku terkekeh, Mas Kevin juga.
"Aku udah masak. Kalo masih mau tidur, tidur aja. Aku makan ya, laper banget." Aku tidak berniat memberikan sarkas atau kode, aku benar-benar lapar. Tiba-tiba saja Mas Kevin menyibakkan selimut dan berjalan duluan menuju lantai bawah.
"Perasaan di kulkas gak ada daun bawang.." Gumam Mas Kevin yang kudengar dengan jelas. Aku jadi teringat tentang kulkas, yang langsung membuatku mengomel kembali.
"Emang gak ada, aku ke pasar kok tadi." Seruku dengan wajah tanpa ekspresi menatap Mas Kevin lurus.
"Mas, lain kali nggak usah isi kulkas banyak-banyak. Kamu sering di pelatnas, gak ada yang jagain rumah. Banyak banget tahu gak bahan-bahan yang busuk, semuanya aku buangin!" Mas Kevin tersenyum, bertopang dagu menatapku.
"Ayam pake ditaruh di freezer, telur pecah dibiarin, buah nggak dimakan, makanan kaleng juga buat apa? Gak sehat!" Tambahku lagi mengomel padanya yang terlihat justru semakin senang karena tetap tersenyum.
"Gak usah belanja lagi kalo kamu ga tidur lama di rumah!" Tutupku, lalu menyendok nasi lagi.
"Tuh, kan.. Makin kelihatan aja pantes jadi mamanya anak-anak. Seneng deh diperhatiin." Mas Kevin terkekeh, tidak peduli dengan omelanku barusan. Aku hanya menghembuskan napas dan melanjutkan makan sampai Mas Kevin yang menyadari pakaianku.
"Enak ya pakai bajunya mas?" Tanyanya sambil tersenyum geli.
"Enak lah, baumu." Kujawab seadanya. Mas Kevin mengangguk-angguk, semakin tertawa dengan gelinya menatapku.
Dia selesai makan duluan dariku, sesaat ingin mengantar piring ke dapur Mas Kevin menghampiriku lalu mengecupku berkali-kali di sekitaran pipi dan bibir juga dagu.
"Morning kiss biar kaya bule." Ucapnya, lalu melenggang pergi ke belakang.
"Mana ada bule medhok!" Sahutku, lalu disambut tawanya.
***
Aku sudah sampai di kost. Setelah perdebatan panjang dengan Mas Kevin, akhirnya dia setuju aku pulang sendiri.
Baru saja aku menjatuhkan badanku di kasur, teleponku berbunyi. Saat kulihat, panggilan dari Mas Rian.
"Halo?"
"Ta, ke rumah sakit sekarang."
"Lho, kenapa? Mas sakit?"
"Kevin ditabrak truk barusan, sekarang masih di ICU."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Kevin
Teen FictionDia tetanggaku yang sangat kurindukan. Yang mengajariku bermain bulu tangkis pertama kali dan membuatku lupa dengan rak boneka barbieku, dan menjadi ingatan abadi untukku tentang kasih pertama yang berbeda kurasakan. Tentang Mas Kevin, si pemain gan...