"Kamar yang kosong hanya sisa di lantai paling atas, di lantai tiga. Di sana hanya ada dua kamar dan satunya bisa dipakai kamu." Wanita paruh baya itu membuka laci, mencari lembar catatan peraturan menyewa di indekosnya. "Kalau kamu memang mau, jangan coba-coba ke kamar sebelahnya. Walaupun penasaran, jangan pernah cari tau." Kemudian wanita berkacamata itu memberikan kertas HVS ukuran F4 yang berisi catatan kepada anak muda di depannya.
Cowok itu menaikkan satu alis bingung. "Kenapa?" tanyanya sembari meraih kertas itu. Ya, karena memang dia penasaran dan menurutnya ia harus tahu alasannya.
"Panggil saya Bu Yen," ujarnya sembari menaikkan kacamata yang menurun di batang hidungnya menggunakan telunjuk. Dia tak minat menjawab pertanyaan calon penyewa itu. "Itu dibaca dulu." Bu Yen menunjuk kertas di genggaman remaja di hadapannya.
"Saya Danil." Kemudian cowok itu membaca kertas di tangannya. Bu Yen pun tak menanggapi perkenalan singkat itu.
Raut bingung kembali tergambar di wajah Danil. "Tidak boleh keluar kamar di atas jam dua belas malam sampai jam setengah enam pagi?" Pemilik hidung bangir itu membaca sedikit keras kalimat di kertas untuk mengungkapkan kebingungannya.
"Iya." Bu Yen dapat menangkap ekspresi tak setuju dari Danil. "Nggak suka? Cari aja kos lain."
Danil terdiam. Tidak ada lagi indekos lebih dekat dari sekolah barunya. Mengingat keterpaksaannya pindah ke sekolah yang bukan favorit di Ibu Kota ini serta sangat jauh dari rumahnya, membuat Danil tak bisa menolak.
Sekolah dipindahkan, motor disita, dan uang bulanan dibatasi, itulah hukuman dari papanya yang mau tak mau dia setujui. Danil membuang napas berat. Cowok itu mendongak menatap ke lantai tiga beberapa detik. Baru melihat dari bawah saja, Danil sudah mampu merasakan suasana gelap dan mencekam di atas sana.
"Setuju, deh," putus Danil terpaksa. "Saya 'kan jauh paling tinggi, cape. Uang bulanan nggak lebih dimurahin, Bu Yen?" Danil mencoba membujuk, atau sekalian mengetes ketampanannya; berpengaruh atau tidak dengan Bu Yen.
"Kamu ini," omel Bu Yen, "ibu bakal turunin lima puluh ribu karena kamu bakalan cape naik tangga."
Danil tersenyum penuh kemenangan. "Makasih, Bu. Saya langsung naik?"
Bu Yen mendecak halus dua kali sembari mencari kunci kamar indeskos yang akan disewa Danil. "Ini," kata Bu Yen sembari menyerahkan kunci kamar bergantung boneka harimau kecil yang sudah usang.
"Makasih, Bu." Setelah mengatakan itu, Danil langsung menarik kopernya dan menaiki setiap anak tangga—hal yang akan terus dia lakukan kurang lebih dua tahun lagi.
Cowok berjaket denim itu sedikit kesusahan mengangkat koper yang penuh serta tas di punggungnya. Beberapa kali dia membuang napas berat bersamaan dengan langkahnya yang berhenti untuk istirahat sejenak.
Setiap sampai di penghujung tangga, mata Danil melihat lorong-lorong yang tampak sepi. Indeskos ini khusus untuk anak SMA Bakti dan besok Danil sudah menjadi bagian dari SMA itu.
Danil mengembuskan napas berat, tinggal satu lantai lagi baru dia sampai. Kemudian cowok itu kembali menarik koper hitam miliknya yang penuh stiker bola. Danil menaiki lagi setiap anak tangga.
🌇🌇🌇
Saat masuk kamarnya, Danil sedikit terkejut karena ruangan yang cukup luas itu bersih, berbeda dari bayangannya yang akan penuh debu. Kamar bercat biru muda itu memberi kesan ketenangan, tak ada suasana mencekam seperti yang sempat Danil bayangkan.
Pertama-tama Danil membuka jendela dan tampak pemandangan area belakang indekos. Suasananya sejuk, banyak pepohonan. Kemudian ia membuka lemari berwarna abu-abu yang letaknya di seberang kasur. Ada beberapa hanger di sana. Karena masih lelah, cowok itu mundur beberapa langkah dan menjatuhkan diri di kasur. Dia membiarkan pintu lemari terbuka untuk membebaskan aroma tak sedap karena terlalu lama tertutup.
Gedebuk bruk bruk!
Spontan Danil duduk. Ia menoleh kanan-kiri mencari benda apa yang jatuh, tapi sepertinya suara itu tidak dari kamarnya. Tubuhnya terdiam, tapi manik matanya berpindah ke sana-kemari. Dia sengaja tak bergerak untuk menghindari adanya suara, dia memfokuskan indera pendengaran pada suara tadi. Namun suara yang ditunggu tak terdengar lagi.
Suara benda jatuh beruntun itu membuat bulu kuduk Danil berdiri otomatis. Cowok itu mengelus-elus lengan kanannya. Suara benda jatuh pada lantai kayu itu sekarang Danil yakini dari kamar sebelah.
Iya, kamar sebelah yang tak boleh dibukanya. Namun, sekarang Danil sudah sangat penasaran.
🌇🌇🌇
TBC 💗
Gimana prolognya?
Jadi, menurutmu ada apa di kamar sebelah sebenarnya?
Pencet bintang kalau kamu suka.
Salam
Diana 💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Introvert VS Ekstrovert ✔️
Novela Juvenil(TAMAT) Danil, anak baru yang kebetulan duduk sebangku dengan Radea. Cewek aneh yang tidak punya teman satu pun. Danil yang punya sifat mudah bergaul, terus mengganggu Radea dan bertekad agar gadis itu mau menjadi temannya. Semakin lama, Danil sada...