Danil meregangkan tangan saat matanya terkena sinar mentari yang menyusup dari ventilasi jendela kamarnya. Cowok itu terbangun dan mau tak mau benar-benar bangun saat melihat jam pada beker di nakas. Sudah pukul enam pagi.
Suara-suara aneh tadi malam membuatnya susah tidur, tapi Danil tak bisa berbuat apa-apa. Suara seperti langkah kaki yang dia perkirakan dari kamar sebelah itu mampu mengalahkan rasa penasarannya. Danil takut hal buruk akan terjadi kalau ia menuruti perasaannya; penasaran akut. Apalagi dia sudah diingatkan untuk tidak keluar kamar mulai pukul dua belas malam sampai setengah enam pagi. Belum lagi suara engsel pintu yang sepertinya sudah berkarat, sehingga menimbukan suara saat dibuka. Iya, itu perkiraan Danil saja karena cowok itu tak berani untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di luar kamarnya atau di kamar sebelah.
Danil bangun dan langsung meraih handuk di balik daun pintu kamar. Untung saja setiap kamar menyediakan kamar mandi, sehingga Danil tak perlu khawatir kalau-kalau tengah malam ada panggilan alam.
🌇🌇🌇
Setelah memastikan dasinya sudah rapi, Danil menuju nakas dan meraih benda pipih berwarna hitam yang belakangnya bergambar apel itu. Dia memasukkan benda itu ke saku celana abu-abunya. Setelah kembali berdiri di depan cermin dan memastikan sekali lagi bahwa ia sudah rapi, barulah Danil keluar kamar.
Indeskos sedang ramai. Suara sahut-menyahut dari setiap kamar sepertinya sudah menjadi hal biasa. Tanpa banyak pikir, Danil menuruni tangga untuk ikut mengobrol.
"Hai, Bro!" sapa Danil pada seorang cowok yang memakai seragam serupa dengannya. Dia berada di lantai dua sekarang. Danil mengarahkan tangannya yang mengepal untuk salam perkenalan. Sedang cowok satunya lagi melakukan hal yang sama dan membenturkan kepalan tangan mereka.
"Gue Danil. Penghuni baru," kata Danil sembari mendongak dan menunjuk lantai atas. Danil tersenyum ramah pada cowok-cowok penghuni lantai dua. "Hai, Bro."
"Gue Yosep," kata cowok di depan Danil. Sepertinya pagi-pagi begini mereka saling bercengkrama. Terbukti karena mereka berkumpul pada ruang istirahat di lantai dua.
"Gue Sandi."
"Arka di sini."
Para cowok berseragam putih abu-abu itu bergantian menyebut namanya. Ada tujuh orang penghuni lantai dua yang khusus para cowok, sedangkan lantai satu dan dasar diisi para cewek.
"Sini," kata Sandi memanggil Danil mendekat.
Danil menurut dan duduk di sofa empuk samping Sandi. Tanpa meminta izin, ia meraih cangkir berisi kopi di meja dan meminumnya.
"Punya gue," protes Arka karena tiba-tiba saja kopinya diminum.
"Bagi. Jangan pelit," kata Danil tak acuh, Yosep yang mendengar itu menggeleng-geleng.
"Sejalan lo sama Yosep. Asal embat punya orang."
"Lo di lantai atas, kan?" Yosep mendekat dan duduk di sofa depan Danil dan Sandi. "Gimana? Ada apa? Nggak takut lo?" tanya Yosep beruntun. Disusul dengan wajah penasaran Sandi dan Arka.
Danil mengerutkan alisnya. Dia bukan tak paham maksud Yosep, hanya saja daripada menjawab, ia memilih bertanya balik.
"Kalian di sini pernah denger aneh-aneh?" tanya Danil balik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Introvert VS Ekstrovert ✔️
Roman pour Adolescents(TAMAT) Danil, anak baru yang kebetulan duduk sebangku dengan Radea. Cewek aneh yang tidak punya teman satu pun. Danil yang punya sifat mudah bergaul, terus mengganggu Radea dan bertekad agar gadis itu mau menjadi temannya. Semakin lama, Danil sada...