27 || Teman

276 46 0
                                    

Hari ini berjalan baik walaupun Radea merasa kosong. Padahal, sebelum kehadiran Danil dia juga duduk sendirian, tidak mengobrol seharian kalau tidak diajak bicara oleh guru. Inilah sifat buruk manusia, terlalu mudah merasa kehilangan, padahal tidak pernah benar-benar memiliki.

Setelah menutup wadah bekal makan siangnya dan membereskan meja, gadis itu beranjak pergi membawa serta sebuah novel. Ya, kali ini novel, bukan buku Matematika. Sambil menunduk menatap langkahnya sendiri dia berjalan menuju perpustakaan.

"Aw!" Radea memegangi dahinya yang terbentur dada bidang seseorang. Langkahnya sampai termundur saking kerasnya tabrakan itu. Novel yang tadi dia peluk jatuh ke lantai.

"Ma-maaf," ujar Radea tanpa menatap pemilik dada bidang yang dia tabrak tadi. Gadis itu berjongkok mengambil novelnya.

Tanpa Radea ketahui, cowok itu pun ikut berjongkok. Saat ingin kembali berdiri, dia dibuat terkejut karena wajah cowok itu dekat sekali dengan wajahnya. Radea hampir terduduk kalau tangannya tidak ditahan oleh cowok yang sangat dia kenali itu.

"Lo nggak kenapa-kenapa 'kan, Ra?"

"Kak Galang?" Bukannya menjawab, Radea malah memastikan pandangannya dengan menyebut nama cowok itu, yang terdengar seperti pertanyaan.

"Iya, gue yang lo tabrak. Eh, nggak, deh." Galang buru-buru meralat ucapannya. "Kita tabrakan, bukan lo yang nabrak."

Galang berdiri masih sambil memegangi tangan Radea, membantu gadis itu ikut berdiri. "Lo mau ke perpus?"

"Iya, Kak." Gadis itu mengangguk.

Merasa menjadi pusat perhatian para penghuni sekolah, Radea berdeham dan menunduk dalam. "Kak, aku ke perpus dulu, ya?" izinnya.

Galang yang juga sadar akan keberadaannya dan Radea telah menarik perhatian, jadi paham. Cowok itu melepas genggamannya di tangan Radea.

"Hati-hati di jalan. Angkat kepala lo." Galang memegang kedua pipi Radea, mendongakkan wajah gadis itu. Setelah matanya dan mata Radea yang membulat bertemu, cowok itu tersenyum. "Supaya nggak nabrak lagi."

Radea merasa hawa sekitarnya berubah panas. Jarak lima belas senti wajahnya dan wajah Galang dia rasanya sangatlah dekat. Sang kakak kelasnya itu menunduk sambil tersenyum menatapnya. Jantung Radea berpacu lebih cepat, Radea tidak pernah merasakan seperti ini hanya karena ditatap seorang cowok.

Yang biasa terjadi saat jantungnya bertingkah seperti ini hanyalah saat ketakutan di tengah orang banyak, serta beberapa tahun lalu.

Ah, sial!

Harusnya yang Radea pikirkan kali ini adalah, betapa tampannya wajah Galang. Betapa mancungnya hidung cowok itu, serta betapa manisnya senyum cowok yang ada di hadapannya ini. Akan tetapi, yang dia ingat malah ucapan Danil, peringatan tidak berdasar cowok itu.

"Ka-kak, aku ... boleh ke perpus se-sekarang?" tanya Radea terbata-bata. Harusnya, sih, tidak perlu minta izin begini, tetapi Radea hanya tidak ingin dikira tidak sopan.

"Hm, silakan."

"Kak, itu ...." Radea menunjuk kedua tangan Galang yang masih memegang pipinya. "Itu tangannya lepas dulu."

Galang tertawa melihat ekspresi Radea yang seperti orang kebingungan. Mata gadis itu berkedip-kedip tidak tentu, serta bola matanya bergerak kanan-kiri. Apalagi wajahnya, sekarang sudah berubah semerah kepiting rebus.

"Lucu banget, sih, ni anak." Galang terkekeh sambil mengacak puncak kepala Radea. Dan, perlakuan kecil itu malah membuat Radea mematung. "Jangan lucu-lucu kayak gini, ya, Ra, kalau depan cowok lain."

Ha?

Pikiran Radea semakin limbung. Otak meminta agar dirinya segera pergi dari sana, tetapi langkahnya seolah lupa cara bergerak maju.

Introvert VS Ekstrovert ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang