35 || Cuma Teman

300 51 4
                                    

Cuma temen, nggak lebih. Haha

Happy reading.

******

Dua orang pria berseragam polisi berdiri di samping kasur rawat milik Radea. Gadis itu tidak henti meremas jari-jemarinya setiap pertanyaan dari polisi dilontarkan. Dia juga beberapa kali melirik Danil, sedangkan cowok itu hanya tersenyum sambil mengangguk meyakinkan bahwa Radea harus menjawab semua pertanyaan agar penyelidikan berjalan lancar.

"Saat pulang sekolah, seperti biasanya saya nggak langsung pulang melainkan belajar di perpustakaan. Nggak lama, dia datang," cerita Radea pelan dan putus-putus. Menceritakan hal ini sama saja dia harus kembali mengingat kejadian menakutkan tadi sore itu. Radea menggigit bibir bawahnya sambil menunduk menatap kedua tangannya yang bertautan.

"Yang datang Saudara Galang, benar?" tanya Polisi itu memastikan.

Radea mengangguk. "Setelah itu dia duduk di samping saya dan memberikan air minum di botol. Karena sudah berteman, saya nggak curiga sama sekali. Saya minum airnya."

Polisi itu mencatat poin penting yang Radea ucapkan. Beliau juga bersabar menunggu Radea melanjutkan ucapannya karena paham akan kondisi gadis itu.

Setelah menarik napas dalam, Radea kembali melanjutkan, "Nggak lama, kepala saya agak pusing dan mata saya berat. Pas saya bilang ke dia kalau saya mau pulang, dia tiba-tiba menahan saya dan nggak ngebiarin saya berdiri." Radea enggan menyebut nama Galang, sehingga gadis itu menyebutkannya dengan kata ganti 'dia'.

"Dia ngedekatin saya. Saya sempat mendorong dia, tapi karena saya makin lemas dan rasanya ngantuk banget, akhirnya saya nggak bisa ngelawan." Radea menelan salivanya susah payah dan berhenti berbicara beberapa detik. "Tapi dia belum sempat ngelakuin apa pun ke saya, Danil datang."

Radea dan Danil diwawancarai hampir setengah jam sebelum akhirnya kedua polisi itu pamit pergi. Danil bisa melihat Radea yang tampak lega saat yang tersisa hanya mereka berdua di ruangan rawat yang luas itu.

Tentang polisi tadi, Danil yang melapor. Dia menghubungi pengacara keluarganya untuk mengurus kasus ini. Pengacaranya pun sempat datang ke rumah sakit untuk menanyai beberapa hal pada Radea, serta berbicara pada Dokter yang menangani gadis itu.

Sepertinya Danil benar-benar marah besar dengan Galang, sampai-sampai dia mengorek kasus setahun yang lalu untuk dijadikan alat memperkuat bukti. Danil menghubungi Arka dan menanyakan siapa saja yang temannya itu ketahui tentang perempuan-perempuan yang mengaku pernah menjadi korban Galang.

Setelah menjelaskan segala yang dia ketahui pada pengacara, Danil hanya menunggu laporan-laporan karena semua sudah diurus langsung oleh pengacara dan polisi.

"Ra, lo nggak makan dulu?" Danil mendekati Radea dan duduk di pinggir kasur. Radea sedang duduk sambil bersandar.

"Kamu kasih tau dulu kenapa Ayahku bisa ngomong sama kamu?"

Danil mendengkus mendengar pertanyaan itu lagi, itu lagi. "Tadi Bu Yen nelepon Ayah lo pas ada gue. Nggak tau gimana ceritanya, akhirnya Ayah lo mau ngomong langsung sama gue dan tanya-tanya tentang kasus ini. Akhirnya beliau minta gue buat jaga lo dan bantu lo buat ... sembuh."

"Ada lagi?" tanya Radea penasaran.

"Beliau juga nanya keadaan lo dan mastiin lo baik-baik aja. Kayaknya Ayah lo khawatir banget."

Radea berdecak tidak setuju dengan ucapan Danil. "Khawatir apanya,  yang ada juga dia yang buat aku kayak gini." Radea tertawa miris mengingat bagaimana dulu orang yang bestatus ayahnya itu selalu marah dan memukulnya. Padahal Radea tidak pernah benar-benar tahu apa kesalahannya kala itu.

Introvert VS Ekstrovert ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang