12 || Novel Sampul Merah

408 69 6
                                    

"D," jawab Radea singkat.

Ya Tuhan ... ada manusia macam Radea?

"Nama kamu Danil, jadi D," tambah Radea lagi karena Danil tampak bingung. Padahal bukan sekadar bingung lagi, tetapi tak habis pikir dengan Radea. Gadis itu benar-benar berbeda ... aneh.

"A, B, C, sama Dia, itu kontak siapa?"

Cukup lama barulah Radea menjawab, "Ibu, adik, mama, papa."

Alis Danil berkerut dalam. "Ibu? Mama?"

Radea mengangguk. "Hem."

Oh, papanya Radea punya istri dua?

Danil mengangguk-angguk seolah membenarkan pertanyaan di kepalanya yang tidak mampu dia suarakan. Dia tidak mau terlalu masuk dalam hidup Radea, belum saatnya. Atau memang tak akan pernah ada saat yang tepat.

"Tadi malam—"

"Aku baik-baik aja, kan?" tanya Radea menginterupsi ucapan Danil karena mampu menebak apa yang hendak cowok itu ucapkan. Dia menatap Danil sambil tersenyum, seolah berkata, 'iniloh aku nggak kenapa-napa pulang sendirian'.

Danil menarik satu sudut bibirnya datar. Masih tak suka mengingat dia harus meninggalkan gadis itu tengah malam. "Nggak kehujanan?"

"Nggak."

Danil menutup mulut karena tiba-tiba saja menguap. Setelah memastikan Radea baik-baik aja, barulah kantuk Danil datang. Semalam dia susah tidur, tetapi akhirnya dapat tidur hampir jam empat subuh. Kemudian dia bangun lagi setengah enam, mandi, siap-siap sekolah dan langsung berangkat jam enam. Danil hanya tidur satu setengah jam.

"Lo berangkat sekolah jam berapa, sih, Ra? Kok udah datang jam segini." Danil berkata sambil menahan ingin menguap. Dia melihat sekeliling yang masih sepi.

"Baru sampe kok."

Cowok itu mengangguk dengan mata berat, ngantuk. Danil melipat tangannya di meja, kemudian menjatuhkan kepalanya di sana. "Kalau masukan bangunin gue, Ra," pintanya.

Radea menatap cowok itu yang tampak ngantuk berat. Namun yang sekarang bisa dilihatnya hanya rambut rapi hitam dengan gel. Danil tak ada bicara lagi, sepertinya cowok itu sudah tidur. Radea juga tak mau mengganggunya. Gadis itu kembali membaca novel yang sempat tertunda beberapa saat.

Waktu terus berjalan. Matahari semakin tampak, menghapus sisa mendung semalam. Satu per satu murid kelas XI IPA 2 berdatangan. Suara bising tak dapat dihindari lagi. Namun Radea masih berkutat pada novelnya, sedangkan Danil masih belum kembali dari alam mimpinya.

Danil bergerak, hal itu tidak terlewat dari tatapan Radea, tetapi cowok itu tidak bangun. Dia hanya merubah posisi kepalanya yang tadi membelakangi Radea, kini menghadap gadis itu. Dia tampak pulas, deru napas halusnya mampu Radea dengar.

"Ya ampun, Daniiiill!" celetuk seseorang dengan suara nyaring.

Radea langsung menoleh. Menatap dengan tatapan khasnya—kepala sedikit menunduk, bola mata ke atas. Seram, itu yang ada pikiran orang-orang.

Mendapat tatapan itu dari Radea, Yosep mengerem tangannya yang hendak memukul kepala Danil. Mata Radea kali ini terlihat lebih tajam daripada biasanya, membuat Yosep takut. Dia sampai lupa bahwa Radea yang sedang menatapnya  sekarang adalah gadis aneh yang tadi malam dia temui tengah malam. Gadis yang takut dengan keramaian.

Introvert VS Ekstrovert ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang